Selasa, 20 Januari 2009

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001.

Komite Nasional Kebijakan Governance
Gedung Bursa Efek Jakarta Tower I - Lt. 2
Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12190
Indonesia
Telp. (62-21) 5155877, 5155879
Fax. (62-21) 5155880
Website : www.governance-indonesia.or.id
SAMBUTAN
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
Good corporate governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Ia
berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya
maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya
persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya
GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan GCG juga
diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good governance
pada umumnya di Indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan
good governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang bersih
dan berwibawa.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, pada tahun 2004 Pemerintah telah mengubah
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menjadi Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi.
Salah satu tugas penting dari Sub-Komite Korporasi adalah menciptakan pedoman
bagi dunia usaha dalam menerapkan GCG. Pedoman GCG merupakan panduan bagi
perusahaan dalam membangun, melaksanakan dan mengkomunikasikan praktek GCG
kepada pemangku kepentingan. Oleh karena itu, saya menyambut baik diselesaikannya
penyempurnaan Pedoman Umum GCG oleh KNKG.
Pedoman Umum GCG ini bukan merupakan peraturan perundangan, tetapi berisi halhal
sangat prinsip yang semestinya menjadi landasan bagi perusahaan yang ingin
mempertahankan kesinambungan usahanya dalam jangka panjang dalam koridor etika
bisnis yang berlaku. Oleh karena itu, dengan Pedoman Umum GCG ini, masing-masing
perusahaan diharapkan mempraktekkan GCG atas dasar kesadaran sendiri.
Saya menghimbau agar asosiasi dan lembaga yang terkait dengan pemeliharaan
kesehatan perusahaan dapat berperan dalam mensosialisasikan dan mendorong
perusahaan-perusahaan untuk menjalankan GCG. Selain itu, regulator juga diharapkan
dapat mengadopsi prinsip-prinsip yang termuat di Pedoman Umum GCG ini dalam
membuat peraturan-peraturan sehingga mendukung meluasnya praktek GCG di
Indonesia.
Semoga Pedoman Umum GCG ini berguna sebagai panduan untuk mendorong terciptanya
iklim usaha yang sehat di Indonesia dan menjadi bagian dari upaya penegakan good
governance yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah.
Jakarta, 17 Oktober 2006
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Republik Indonesia
DR. Boediono

SAMBUTAN
KETUA KOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE
Penerapan good corporate governance (GCG) dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika
dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individuindividupelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutaman kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan (regulatory driven) “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan seyogyanya saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini diterbitkan dalam
kerangka dorongan etika. Pedoman ini tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat
namun merupakan rujukan bagi dunia usaha dalam menerapkan GCG. Pedoman ini
menjelaskan langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menciptakan situasi checks and
balance, menegakkan transparansi dan akuntabilitas, serta merealisasikan tanggung
jawab sosial untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Pedoman ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman yang telah diterbitkan pada
tahun 2001. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi dokumen yang terus hidup (living
document) sehingga perlu untuk selalu disesuaikan dengan perkembangan keadaan.
Penyempurnaan Pedoman ini meliputi cakupan, sistematika dan dimasukkannya pedoman
praktis penerapan GCG. Pedoman ini dimulai dengan penciptaan situasi kondusif
bagi penerapan GCG yang meliputi peran negara, dunia usaha, dan masyarakat.
Pemaparan peran masing-masing pihak ini untuk menjembatani praktik GCG yang
mikro dengan kondisi makro. Pada Pedoman ini diletakkan fokus yang kuat pada fungsi
dan tanggung jawab organ perusahaan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan
Komisaris dan Direksi, sebagai garda terdepan dalam pelaksanaan GCG. Dengan
sistematika yang tersusun seperti segitiga dari aspek makro, asas GCG, fungsi dan
peran organ perusahaan hingga menukik ke pelaksanaan penerapan GCG dalam
proses bisnis, diharapkan dapat menjadi rujukan yang komprehensif bagi penerapan
GCG di masing-masing perusahaan.
Penyusunan Pedoman ini dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh KNKG. Kemudian KNKG
mengundang perwakilan dari beberapa lembaga yang memiliki keterkaitan dengan
GCG, yaitu Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara,
dan KADIN Indonesia. Tim ini berhasil menyusun konsep yang telah dielaborasi dalam
suatu workshop yang dilaksanakan bekerja sama dengan Bank Indonesia pada tanggal
15 Mei 2006. Selain itu, Tim juga mendapat masukan tertulis dari banyak lembaga,
pakar hukum dan universitas.
Dalam kesempatan ini, KNKG menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada Bapak Binhadi selaku Ketua Tim dan para anggota yang telah menyelesaikan penyusunan Pedoman ini. Terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya juga kami haturkan kepada Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara, dan KADIN Indonesia.
Semoga Pedoman GCG ini dapat menjadi sumbangsih yang berarti bagi perbaikan
ekonomi di Indonesia.
Jakarta, 17 Oktober 2006
Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance
Mas Achmad Daniri
iii
iv
DAFTAR ISI
SAMBUTAN
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN RI i
SAMBUTAN
KETUA KOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE ii
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Maksud dan Tujuan Pedoman 2
BAB I PENCIPTAAN SITUASI KONDUSIF UNTUK MELAKSANAKAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE 3
1. Peranan Negara 3
2. Peranan Dunia Usaha 4
3. Peranan Masyarakat 4
BAB II ASAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE 5
1. Transparansi (Transparency) 5
2. Akuntabilitas (Accountability) 5
3. Responsibilitas (Responsibility) 6
4. Independensi (Independency) 6
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) 7
BAB III ETIKA BISNIS DAN PEDOMAN PERILAKU 8
1. Nilai-Nilai Perusahaan 8
2. Etika Bisnis 8
3. Pedoman Perilaku 9
BAB IV ORGAN PERUSAHAAN
11 A. Rapat Umum Pemegang Saham 11
B. Dewan Komisaris dan Direksi 12
C. Dewan Komisaris 13
1. Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian
Anggota Dewan Komisaris 13
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris 14
3. Fungsi Pengawasan Dewan Komisaris 14
4. Komite Penunjang Dewan Komisaris 15
5. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris 16
D.
v
Direksi 17
1. Komposisi Direksi 17
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Direksi 17
3. Fungsi Direksi 18
3.1. Kepengurusan 18
3.2. Manajemen Risiko 18
3.3. Pengendalian Internal 18
3.4. Komunikasi 19
3.5. Tanggung Jawab Sosial 19
4. Pertanggungjawaban Direksi 20
BAB V PEMEGANG SAHAM
1. Hak dan Tanggungjawab Pemegang Saham 21
2. Tanggungjawab Perusahaan terhadap
Hak dan Kewajiban Pemegang Saham 22
BAB VI PEMANGKU KEPENTINGAN 23
1. Karyawan 23
2. Mitra Bisnis 24
3. Masyarakat serta Pengguna Produk dan Jasa 24
BAB VII PERNYATAAN TENTANG PENERAPAN PEDOMAN GCG 25
BAB VIII PEDOMAN PRAKTIS PENERAPAN GCG 27
Tim Penyusun 28
Nara Sumber 29
Anggota KNKG 30
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999
telah mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance (GCG) yang pertama.
Pedoman tersebut telah beberapa kali disempurnakan, terakhir pada tahun 2001.
Berdasarkan pemikiran bahwa suatu sektor ekonomi tertentu cenderung memiliki
karakteristik yang sama, maka pada awal tahun 2004 dikeluarkan Pedoman GCG
Perbankan Indonesia dan pada awal tahun 2006 dikeluarkan Pedoman GCG
Perasuransian Indonesia.
2. Sejak Pedoman GCG dikeluarkan pada tahun 1999 dan selama proses
pembahasan pedoman GCG sektor perbankan dan sektor perasuransian, telah
terjadi perubahan-perubahan yang mendasar, baik di dalam negeri maupun di
luar negeri. Walaupun peringkat penerapan GCG di dalam negeri masih sangat
rendah, namun semangat menerapkan GCG di kalangan dunia usaha dirasakan
ada peningkatan. Perkembangan lain yang penting dalam kaitan dengan perlunya
penyempurnaan Pedoman GCG adalah adanya krisis ekonomi dan moneter pada
tahun 1997-1999 yang di Indonesia berkembang menjadi krisis multidimensi yang
berkepanjangan. Krisis tersebut antara lain terjadi karena banyak perusahaan yang
belum menerapkan GCG secara konsisten, khususnya belum diterapkannya etika
bisnis. Oleh karena itu, etika bisnis dan pedoman perilaku menjadi hal penting yang
dituangkan dalam bab tersendiri.
3. Di luar negeri terjadi pula perkembangan dalam penerapan GCG. Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD) telah merevisi Principles of
Corporate Governance pada tahun 2004. Tambahan penting dalam pedoman
baru OECD adalah adanya penegasan tentang perlunya penciptaan kondisi oleh
Pemerintah dan masyarakat untuk dapat dilaksanakannya GCG secara efektif.
Peristiwa WorldCom dan Enron di Amerika Serikat telah menambah keyakinan
tentang betapa pentingnya penerapan GCG. Di Amerika Serikat, peristiwa tersebut
ditanggapi dengan perubahan fundamental peraturan perundang-undangan di
bidang audit dan pasar modal. Di negara-negara lain, hal tersebut ditanggapi
secara berbeda, antara lain dalam bentuk penyempurnaan pedoman GCG di
negara yang bersangkutan.
4. Sehubungan dengan pelaksanaan GCG, Pemerintah juga makin menyadari perlunya
penerapan good governance di sektor publik, mengingat pelaksanaan GCG oleh
dunia usaha tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa adanya good public governance
dan partisipasi masyarakat. Dengan latar belakang perkembangan tersebut,
maka pada bulan November 2004, Pemerintah dengan Keputusan Menko Bidang
Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004 telah menyetujui pembentukan
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik
dan Sub-Komite Korporasi. Dengan telah dibentuknya KNKG, maka Keputusan Menko
Ekuin Nomor: KEP.31/M.EKUIN/06/2000 yang juga mencabut keputusan No. KEP.10/
M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan KNKCG dinyatakan tidak berlaku lagi.
1
B. Maksud dan Tujuan Pedoman
5. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang untuk selanjutnya
disebut Pedoman GCG merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan
GCG dalam rangka:
5.1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
5.2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang
Saham.
5.3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
5.4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
5.5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan
tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
5.6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang
dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional
yang berkesinambungan.
6. Pedoman GCG ini dikeluarkan bagi semua perusahaan di Indonesia termasuk
perusahaan yang beroperasi atas dasar prinsip syariah. Pedoman GCG ini,
yang memuat prinsip dasar dan pedoman pokok pelaksanaan GCG, merupakan
standar minimal yang akan ditindaklanjuti dan dirinci dalam Pedoman Sektoral
yang dikeluarkan oleh KNKG. Berdasarkan pedoman tersebut, masing-masing
perusahaan perlu membuat manual yang lebih operasional.
7. Perusahaan yang sahamnya telah tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, dan perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, diharapkan menjadi pelopor dalam penerapan Pedoman
GCG ini. Regulator juga diharapkan dapat menggunakan Pedoman GCG ini
sebagai acuan dalam menyusun peraturan terkait serta sanksi yang perlu
dikenakan.
2
BAB I
PENCIPTAAN SITUASI KONDUSIF UNTUK MELAKSANAKAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Prinsip Dasar
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan
konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu penerapan GCG
perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya
sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha. Prinsip-prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masingmasing
pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang
menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law
enforcement).
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar
pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena
dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan
kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Peranan Negara
1.1. Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan sistem hukum nasional
dengan memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan dunia usaha
dan masyarakat. Untuk itu regulator harus memahami perkembangan bisnis yang
terjadi untuk dapat melakukan penyempurnaan atas peraturan perundangundangan
secara berkelanjutan.
1.2. Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan (rule-making rules).
1.3. Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang
memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi.
1.4. Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara
konsisten.
1.5. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
1.6. Mengatur kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang jelas untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat dengan integritas yang tinggi dan
mata rantai yang singkat serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya
iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
1.7. Memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi dan
pelapor (whistleblower) yang memberikan informasi mengenai suatu kasus yang
terjadi pada perusahaan. Pemberi informasi dapat berasal dari manajemen,
karyawan perusahaan atau pihak lain.
1.8. Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam bentuk
ketentuan yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan
transparan.
3
1.9. Melaksanakan hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham lainnya
dalam hal Negara juga sebagai pemegang saham perusahaan.
2. Peranan Dunia Usaha
2.1. Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha
yang sehat, efisien dan transparan.
2.2. Bersikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan.
2.3. Mencegah terjadinya KKN.
2.4. Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang
didasarkan pada asas GCG secara berkesinambungan.
2.5. Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi tentang
penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman dapat
dilaksanakan bersama pada suatu kelompok usaha atau sektor ekonomi
tertentu.
3. Peranan Masyarakat
3.1. Melakukan kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian
terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggara negara serta
terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha,
melalui penyampaian pendapat secara obyektif dan bertanggung jawab.
3.2. Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha dalam
mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
3.3. Mematuhi peraturan perundang-undangan dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab.
4
BAB II
ASAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek
bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai
kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku
kepentingan (stakeholders).
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan
tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi
juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur
dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1.1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku
kepentingan sesuai dengan haknya.
1.2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan
perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian
internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
1.3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
1.4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan
kepada pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
5
Pedoman Pokok Pelaksanaan
2.1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing
organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi,
nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
2.2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya
dalam pelaksanaan GCG.
2.3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif
dalam pengelolaan perusahaan.
2.4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan
dan sanksi (reward and punishment system).
2.5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan
dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku
(code of conduct) yang telah disepakati.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai
good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
3.1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by-laws).
3.2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan
dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi (Independency)
Prinsip Dasar
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
4.1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh
pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
4.2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya
sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak
saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan
yang lain.
6
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip Dasar
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan
asas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
5.1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan
untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
5.2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan
kepada perusahaan.
5.3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
7
BAB III
ETIKA BISNIS DAN PEDOMAN PERILAKU
Prinsip Dasar
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu
dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku
yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam
menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya
perusahaan. Prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
1. Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan yang menggambarkan sikap
moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
2. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan
harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan
semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk
budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
3. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan
lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Nilai-Nilai Perusahaan
1.1. Nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan
misi perusahaan. Oleh karena itu, sebelum merumuskan nilai-nilai perusahaan,
perlu dirumuskan visi dan misi perusahaan.
1.2. Walaupun nilai-nilai perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam
merumuskannya perlu disesuaikan dengan sektor usaha serta karakter dan
letak geografis dari masing-masing perusahaan.
1.3. Nilai-nilai perusahaan yang universal antara lain adalah terpercaya, adil dan
jujur.
2. Etika Bisnis
2.1. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan
usaha termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan.
2.2. Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan
mendukung terciptanya budaya perusahaan.
2.3. Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati
bersama dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku.
3. Pedoman Perilaku
3.1. Fungsi Pedoman Perilaku
a. Pedoman perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika
bisnis dalam melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ
perusahaan dan semua karyawan perusahaan;
b. Pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan,
pemberian dan penerimaan hadiah dan donasi, kepatuhan terhadap
peraturan, kerahasiaan informasi, dan pelaporan terhadap perilaku
yang tidak etis.
8
3.2. Benturan Kepentingan
a. Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara
kepentingan ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi
pemegang saham, angggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta
karyawan perusahaan;
b. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan
Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan harus senantiasa
mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan
ekonomis pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya;
c. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan
dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan atau keuntungan
pribadi, keluarga dan pihak-pihak lain;
d. Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung
unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak
diperkenankan ikut serta;
e. Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus
mengeluarkan suaranya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang saham yang
tidak mempunyai benturan kepentingan;
f. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan yang memiliki wewenang pengambilan keputusan
diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memiliki benturan
kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya
dan telah melaksanakan pedoman perilaku yang ditetapkan oleh
perusahaan.
3.3. Pemberian dan Penerimaan Hadiah dan Donasi
a. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan
dilarang memberikan atau menawarkan sesuatu, baik langsung ataupun
tidak langsung, kepada pejabat negara dan atau individu yang mewakili
mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan;
b. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan dilarang menerima sesuatu untuk kepentingannya, baik
langsung ataupun tidak langsung, dari mitra bisnis, yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan;
c. Donasi oleh perusahaan ataupun pemberian suatu aset perusahaan
kepada partai politik atau seorang atau lebih calon anggota badan
legislatif maupun eksekutif, hanya boleh dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dalam batas kepatutan sebagaimana
ditetapkan oleh perusahaan, donasi untuk amal dapat dibenarkan;
d. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan
diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memberikan sesuatu
dan atau menerima sesuatu yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan.
9
3.4. Kepatuhan terhadap Peraturan
a. Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan;
b. Dewan Komisaris harus memastikan bahwa Direksi dan karyawan
perusahaan melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan
perusahaan;
c. Perusahaan harus melakukan pencatatan atas harta, utang dan modal
secara benar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3.5. Kerahasiaan Informasi
a. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan
perusahaan harus menjaga kerahasiaan informasi perusahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaan dan
kelaziman dalam dunia usaha;
b. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta
karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang
berkaitan dengan perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada
informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan usaha dan pembelian
kembali saham;
c. Setiap mantan anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan, serta pemegang saham yang telah mengalihkan sahamnya,
dilarang mengungkapkan informasi yang menjadi rahasia perusahaan
yang diperolehnya selama menjabat atau menjadi pemegang saham di
perusahaan, kecuali informasi tersebut diperlukan untuk pemeriksaan dan
penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau tidak
lagi menjadi rahasia milik perusahaan.
3.6. Pelaporan atas pelanggaran dan perlindungan bagi pelapor
a. Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa
pengaduan tentang pelanggaran terhadap etika bisnis, pedoman
perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan,
diproses secara wajar dan tepat waktu;
b. Setiap perusahaan harus menyusun peraturan yang menjamin perlindungan
terhadap individu yang melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap
etika bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan
perundang-undangan. Dalam pelaksanannya, Dewan Komisaris dapat
memberikan tugas kepada komite yang membidangi pengawasan
implementasi GCG.
10
BAB IV
ORGAN PERUSAHAAN
Organ perusahaan, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara
efektif. Organ perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan
perusahaan.
A. Rapat Umum Pemegang Saham
Prinsip Dasar
RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk
mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam
perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada
kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan atau pemegang
saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang
Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk
menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan,
termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota
Dewan Komisaris dan atau Direksi.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Pengambilan keputusan RUPS harus dilakukan secara wajar dan transparan
dengan memperhatikan hal-hal yang diperlukan untuk menjaga kepentingan
usaha perusahaan dalam jangka panjang, termasuk tetapi tidak terbatas
pada:
1.1. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang diangkat dalam RUPS harus
terdiri dari orang-orang yang patut dan layak (fit and proper) bagi
perusahaan. Bagi perusahaan yang memiliki Komite Nominasi dan
Remunerasi, dalam pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan Direksi
harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut yang disampaikan oleh
Dewan Komisaris kepada mereka yang mempunyai hak untuk mengajukan
calon kepada RUPS.
1.2. Dalam mengambil keputusan menerima atau menolak laporan Dewan
Komisaris dan Direksi, perlu dipertimbangkan kualitas laporan yang
berhubungan dengan GCG.
1.3. Bagi perusahaan yang memiliki Komite Audit, dalam menetapkan auditor
eksternal harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut yang
disampaikan kepada Dewan Komisaris.
1.4. Dalam hal anggaran dasar dan atau peraturan perundang-undangan
mengharuskan adanya keputusan RUPS tentang hal-hal yang berkaitan
dengan usaha perusahaan, keputusan yang diambil harus memperhatikan
kepentingan wajar para pemangku kepentingan.
1.5. Dalam mengambil keputusan pemberian bonus, tantiem dan dividen harus
memperhatikan kondisi kesehatan keuangan perusahaan.
11
2. RUPS harus diselenggarakan sesuai dengan kepentingan perusahaan dan dengan
memperhatikan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, serta dengan
persiapan yang memadai, sehingga dapat mengambil keputusan yang sah. Untuk
itu:
2.1. Pemegang saham diberikan kesempatan untuk mengajukan usul mata acara
RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2.2. Panggilan RUPS harus mencakup informasi mengenai mata acara, tanggal,
waktu dan tempat RUPS;
2.3. Bahan mengenai setiap mata acara yang tercantum dalam panggilan
RUPS harus tersedia di kantor perusahaan sejak tanggal panggilan RUPS,
sehingga memungkinkan pemegang saham berpartisipasi aktif dalam RUPS
dan memberikan suara secara bertanggung jawab. Jika bahan tersebut
belum tersedia saat dilakukan panggilan untuk RUPS, maka bahan itu harus
disediakan sebelum RUPS diselenggarakan;
2.4. Penjelasan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan mata acara RUPS
dapat diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung;
2.5. Risalah RUPS harus tersedia di kantor perusahaan, dan perusahaan
menyediakan fasilitas agar pemegang saham dapat membaca risalah
tersebut.
3. Penyelenggaraan RUPS merupakan tanggung jawab Direksi. Untuk itu, Direksi
harus mempersiapkan dan menyelenggarakan RUPS dengan baik dan dengan
berpedoman pada butir 1 dan 2 diatas. Dalam hal Direksi berhalangan, maka
penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh Dewan Komisaris atau pemegang
saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar
perusahaan.
B. Dewan Komisaris dan Direksi
Prinsip Dasar
Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (twoboard
system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan
tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana
diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan (fiduciary
responsibility). Namun demikian, keduanya mempunyai tanggung jawab untuk
memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena
itu, Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi,
dan nilai-nilai perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Tanggung jawab bersama Dewan Komisaris dan Direksi dalam menjaga kelangsungan
usaha perusahaan dalam jangka panjang tercermin pada:
1.1. Terlaksananya dengan baik kontrol internal dan manajemen risiko;
1.2. Tercapainya imbal hasil (return) yang optimal bagi pemegang saham;
1.3. Terlindunginya kepentingan pemangku kepentingan secara wajar;
1.4. Terlaksananya suksesi kepemimpinan yang wajar demi kesinambungan
manajemen di semua lini organisasi.
2. Sesuai dengan visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan, Dewan Komisaris dan Direksi
12
perlu bersama-sama menyepakati hal-hal tersebut di bawah ini:
2.1. Rencana jangka panjang, strategi, maupun rencana kerja dan anggaran
tahunan;
2.2. Kebijakan dalam memastikan pemenuhan peraturan perundang-undangan
dan anggaran dasar perusahaan serta dalam menghindari segala bentuk
benturan kepentingan;
2.3. Kebijakan dan metode penilaian perusahaan, unit dalam perusahaan dan
personalianya;
2.4. Struktur organisasi sampai satu tingkat di bawah Direksi yang dapat
mendukung tercapainya visi, misi dan nilai-nilai perusahaan.
C. Dewan Komisaris
Prinsip Dasar
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta
memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan
Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan
masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara.
Tugas Komisaris Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan
Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara
efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara
efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki
kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk
memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku
kepentingan.
3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup tindakan
pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris
1.1. Jumlah anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan
keputusan.
1.2. Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris Independen dan Komisaris yang
terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai
hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali,
anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu
sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta
karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori
terafiliasi.
1.3. Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme
pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Salah satu dari Komisaris Independen harus mempunyai latar
belakang akuntansi atau keuangan.
13
1.4. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses
yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek,
badan usaha milik negara dan atau daerah, perusahaan yang menghimpun
dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak
luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Dewan
Komisaris dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan
Remunerasi. Pemilihan Komisaris Independen harus memperhatikan pendapat
pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui Komite Nominasi
dan Remunerasi.
1.5. Pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS berdasarkan
alasan yang wajar dan setelah kepada anggota Dewan Komisaris diberi
kesempatan untuk membela diri.
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris
2.1. Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas
sehingga pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat untuk
kepentingan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik.
2.2. Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan perusahaan untuk
kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
2.3. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan mematuhi anggaran dasar
dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya.
2.4. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan melaksanakan Pedoman GCG
ini.
3. Fungsi Pengawasan Dewan Komisaris
3.1. Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan
operasional. Dalam hal Dewan Komisaris mengambil keputusan mengenai
hal-hal yang ditetapkan dalam anggaran dasar atau peraturan perundangundangan,
pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam fungsinya sebagai
pengawas, sehingga keputusan kegiatan operasional tetap menjadi tanggung
jawab Direksi. Kewenangan yang ada pada Dewan Komisaris tetap dilakukan
dalam fungsinya sebagai pengawas dan penasihat.
3.2. Dalam hal diperlukan untuk kepentingan perusahaan, Dewan Komisaris dapat
mengenakan sanksi kepada anggota Direksi dalam bentuk pemberhentian
sementara, dengan ketentuan harus segera ditindaklanjuti dengan
penyelenggaraan RUPS.
3.3. Dalam hal terjadi kekosongan dalam Direksi atau dalam keadaan tertentu
sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran
dasar, untuk sementara Dewan Komisaris dapat melaksanakan fungsi Direksi.
3.4. Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota Dewan Komisaris baik
secara bersama-sama dan atau sendiri-sendiri berhak mempunyai akses dan
memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan lengkap.
3.5. Dewan Komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga
pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan
sebagai salah satu alat penilaian kinerja mereka.
14
3.6. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi,
dalam rangka memperoleh pembebasan dan pelunasan tanggung jawab (acquit
et decharge) dari RUPS.
3.7. Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris dapat membentuk komite.
Usulan dari komite disampaikan kepada Dewan Komisaris untuk memperoleh
keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola
dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit,
sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
4. Komite Penunjang Dewan Komisaris
4.1. Komite Audit
a. Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan
bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan
dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal
dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak
lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen;
b. Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya
untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris;
c. Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas
Perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan
keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek,
perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun
dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh
Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan
atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki
latar belakang dan kemampuan akuntasi dan atau keuangan.
4.2. Komite Nominasi dan Remunerasi
a. Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris
dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan
Direksi serta sistem remunerasinya;
b. Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris
mempersiapkan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan
mengusulkan besaran remunerasinya:. Dewan Komisaris dapat mengajukan
calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan
cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar;
15
c. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola
dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai oleh
Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan
atau pelaku profesi dari luar perusahaan;
d. Keberadaan Komite Nominasi dan Remunerasi serta tata kerjanya dilaporkan
dalam RUPS.
4.3. Komite Kebijakan Risiko
a. Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji
sistem manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko
yang dapat diambil oleh perusahaan;
b. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Komisaris, namun
bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.
4.4. Komite Kebijakan Corporate Governance
a. Komite Kebijakan Corporate Governance bertugas membantu Dewan
Komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun
oleh Direksi serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang bertalian
dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility);
b. Anggota Komite Kebijakan Corporate Governance terdiri dari anggota Dewan
Komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari
luar perusahaan;
c. Bila dipandang perlu, Komite Kebijakan Corporate Governance dapat
digabung dengan Komite Nominasi dan Remunerasi.
5. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris
5.1. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi.
Laporan pengawasan Dewan Komisaris merupakan bagian dari laporan tahunan
yang disampaikan kepada RUPS untuk memperoleh persetujuan.
5.2. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas
laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan
tanggung jawab kepada masing-masing anggota Dewan Komisaris sejauh halhal
tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung
jawab masing-masing anggota Dewan Komisaris dalam hal terjadi tindak pidana
atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga
yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan.
5.3. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan
akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan dalam rangka
pelaksanaan asas GCG.
16
D. Direksi
Prinsip Dasar
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial
dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan
tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya.
Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan
tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk
Direktur Utama adalah setara. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasikan kegiatan Direksi. Agar pelaksanaan tugas Direksi dapat berjalan
secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta
kecakapan yang
diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
3. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat
menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha
perusahaan.
4. Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Komposisi Direksi
1.1. Jumlah anggota Direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan
dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan.
1.2. Anggota Direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang
transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola
dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Direksi dilakukan
sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan Remunerasi.
1.3. Pemberhentian anggota Direksi dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan
yang wajar dan setelah kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
membela diri.
1.4. Seluruh anggota Direksi harus berdomisili di Indonesia, di tempat yang
memungkinkan pelaksanaan tugas pengelolaan perusahaan sehari-hari.
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Direksi
2.1. Anggota Direksi harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga
pelaksanaan fungsi pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan dengan
baik.
2.2. Anggota Direksi dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan
pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
2.3. Anggota Direksi harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya.
2.4. Anggota Direksi harus memahami dan melaksanakan Pedoman GCG ini.
17
3. Fungsi Direksi
Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi mencakup 5 (lima) tugas utama yaitu
kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung
jawab sosial.
3.1. Kepengurusan
a. Direksi harus menyusun visi, misi, dan nilai-nilai serta program jangka
panjang dan jangka pendek perusahaan untuk dibicarakan dan disetujui
oleh Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar;
b. Direksi harus dapat mengendalikan sumberdaya yang dimiliki oleh
perusahaan secara efektif dan efisien;
c. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku
kepentingan;
d. Direksi dapat memberikan kuasa kepada komite yang dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan tugasnya atau kepada karyawan perusahaan
untuk melaksanakan tugas tertentu, namun tanggung jawab tetap berada
pada Direksi;
e. Direksi harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga
pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan
sebagai salah satu alat penilaian kinerja.
3.2. Manajemen Risiko
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen risiko
perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan perusahaan;
b. Untuk setiap pengambilan keputusan strategis, termasuk penciptaan produk
atau jasa baru, harus diperhitungkan dengan seksama dampak
risikonya, dalam arti adanya keseimbangan antara hasil dan beban
risiko;
c. Untuk memastikan dilaksanakannya manajemen risiko dengan baik,
perusahaan perlu memiliki unit kerja atau penanggungjawab terhadap
pengendalian risiko.
3.3. Pengendalian Internal
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian internal
perusahaan yang handal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja
perusahaan serta memenuhi peraturan perundang-undangan.
b. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, harus memiliki satuan kerja pengawasan internal;
c. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas membantu Direksi
dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan:
(i) melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan;
(ii) memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektifitas proses
pengendalian risiko; (iii) melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan
terhadap peraturan perusahaan, pelaksanaan GCG dan perundangundangan;
dan (iv) memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor
eksternal;
18
19
d. Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal bertanggung jawab
kepada Direktur Utama atau Direktur yang membawahi tugas pengawasan
internal. Satuan kerja pengawasan internal mempunyai hubungan fungsional
dengan Dewan Komisaris melalui Komite Audit.
3.4. Komunikasi
a. Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan
dengan pemangku kepentingan dengan memberdayakan fungsi Sekretaris
Perusahaan;
b. Fungsi Sekretaris Perusahaan adalah: (i) memastikan kelancaran komunikasi
antara perusahaan dengan pemangku kepentingan; dan (ii) menjamin
tersedianya informasi yang boleh diakses oleh pemangku kepentingan
sesuai dengan kebutuhan wajar dari pemangku kepentingan;
c. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap
kelestarian lingkungan, harus memiliki Sekretaris Perusahaan yang fungsinya
dapat mencakup pula hubungan dengan investor (investor relations);
d. Dalam hal perusahaan tidak memiliki satuan kerja kepatuhan (compliance)
tersendiri, fungsi untuk menjamin kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan
dilakukan oleh Sekretaris Perusahaan;
e. Sekretaris Perusahaan atau pelaksana fungsi Sekretaris Perusahaan
bertanggung jawab kepada Direksi. Laporan pelaksanaan tugas Sekretaris
Perusahaan disampaikan pula kepada Dewan Komisaris.
3.5. Tanggung Jawab Sosial
a. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha perusahaan, Direksi
harus dapat memastikan dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan;
b. Direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Pertanggungjawaban Direksi
4.1. Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam
bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan
kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan GCG.
4.2. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk laporan
keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS.
4.3. Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan pemegang
saham melakukan penilaian.
20
4.4. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan
atas laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan
pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing anggota Direksi sejauh
hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi
tanggung jawab masing-masing anggota Direksi dalam hal terjadi tindak
pidana atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi
pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan.
4.5. Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan perwujudan
akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas
GCG.
BAB V
PEMEGANG SAHAM
Prinsip Dasar
Pemegang saham sebagai pemilik modal, memiliki hak dan tanggung jawab atas
perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar
perusahaan. Dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya, perlu diperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung
jawabnya harus memperhatikan juga kelangsungan hidup perusahaan.
2 . Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab pemegang
saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Hak dan Tanggungjawab Pemegang Saham
1.1. Hak pemegang saham harus dilindungi dan dapat dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Hak
pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Hak untuk menghadiri, menyampaikan pendapat, dan memberikan suara
dalam RUPS berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada
pemegangnya untuk mengeluarkan satu suara;
b. Hak untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan secara tepat
waktu, benar dan teratur, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia,
sehingga memungkinkan pemegang saham membuat keputusan mengenai
investasinya dalam perusahaan berdasarkan informasi yang akurat;
c. Hak untuk menerima bagian dari keuntungan perusahaan yang
diperuntukkan bagi pemegang saham dalam bentuk dividen dan
pembagian keuntungan lainnya, sebanding dengan jumlah saham yang
dimilikinya;
d. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang
akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan dengan
penyelenggaraan RUPS agar pemegang saham dapat berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan mengenai hal-hal
yang mempengaruhi eksistensi perusahaan dan hak pemegang saham;
e. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis dan klasifikasi saham dalam
perusahaan, maka: (i) setiap pemegang saham berhak mengeluarkan
suara sesuai dengan jenis, klasifikasi dan jumlah saham yang dimiliki;
dan (ii) setiap pemegang saham berhak untuk diperlakukan setara
berdasarkan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
21
1.2. Pemegang saham harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pemilik modal
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar
perusahaan. Tanggung jawab pemegang saham tersebut pada dasarnya
meliputi:
a. Pemegang saham pengendali harus dapat: (i) memperhatikan kepentingan
pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya sesuai
peraturan perundang-undangan; dan (ii) mengungkapkan kepada instansi
penegak hukum tentang pemegang saham pengendali yang sebenarnya
(ultimate shareholders) dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan, atau dalam hal diminta oleh
otoritas terkait;
b. Pemegang saham minoritas bertanggung jawab untuk menggunakan haknya
dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran
dasar;
c. Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan kepemilikan harta perusahaan
dengan kepemilikan harta pribadi; dan (ii) memisahkan fungsinya sebagai
pemegang saham dengan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris
atau Direksi dalam hal pemegang saham menjabat pada salah satu dari
kedua organ tersebut;
d. Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham pengendali pada
beberapa perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan
antar-perusahaan dapat dilakukan secara jelas.
2. Tanggungjawab Perusahaan terhadap Hak dan Kewajiban Pemegang Saham
2.1. Perusahaan harus melindungi hak pemegang saham sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
2.2. Perusahaan harus menyelenggarakan daftar pemegang saham secara tertib
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
2.3. Perusahaan harus menyediakan informasi mengenai perusahaan secara tepat
waktu, benar dan teratur bagi pemegang saham, kecuali hal-hal yang bersifat
rahasia.
2.4. Perusahaan tidak boleh memihak pada pemegang saham tertentu dengan
memberikan informasi yang tidak diungkapkan kepada pemegang saham
lainnya. Informasi harus diberikan kepada semua pemegang saham tanpa
menghiraukan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
2.5. Perusahaan harus dapat memberikan penjelasan lengkap dan informasi yang
akurat mengenai penyelenggaraan RUPS.
22
BAB VI
PEMANGKU KEPENTINGAN
Prinsip Dasar
Pemangku kepentingan -selain pemegang saham- adalah mereka yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung
oleh keputusan strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari
karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan.
Antara perusahaan dengan pemangku kepentingan harus terjalin hubungan yang
sesuai dengan asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) berdasarkan ketentuan
yang berlaku bagi masing-masing pihak. Agar hubungan antara perusahaan dengan
pemangku kepentingan berjalan dengan baik, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Perusahaan menjamin tidak terjadinya diskriminasi berdasarkan suku, agama,
ras, golongan, dan gender serta terciptanya perlakuan yang adil dan jujur
dalam mendorong perkembangan karyawan sesuai dengan potensi, kemampuan,
pengalaman dan keterampilan masing-masing.
2. Perusahaan dan mitra bisnis harus bekerja sama untuk kepentingan kedua belah
pihak atas dasar prinsip saling menguntungkan.
3. Perusahaan harus memperhatikan kepentingan umum, terutama masyarakat sekitar
perusahaan, serta pengguna produk dan jasa perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Karyawan
1.1. Perusahaan harus menggunakan kemampuan bekerja dan kriteria yang terkait
dengan sifat pekerjaan secara taat asas dalam mengambil keputusan mengenai
penerimaan karyawan.
1.2. Penetapan besarnya gaji, keikutsertaan dalam pelatihan, penetapan jenjang
karir dan penentuan persyaratan kerja lainnya harus dilakukan secara
obyektif, tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi
fisik seseorang, atau keadaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan.
1.3. Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas pola
rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan.
1.4. Perusahaan harus menjamin terciptanya lingkungan kerja yang kondusif,
termasuk kesehatan dan keselamatan kerja agar setiap karyawan dapat
bekerja secara kreatif dan produktif.
1.5. Perusahaan harus memastikan tersedianya informasi yang perlu diketahui oleh
karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat waktu.
1.6. Perusahaan harus memastikan agar karyawan tidak menggunakan nama,
fasilitas, atau hubungan baik perusahaan dengan pihak eksternal untuk
kepentingan pribadi. Untuk itu perusahaan harus mempunyai sistem yang dapat
menjaga agar setiap karyawan menjunjung tinggi standar etika dan nilai-nilai
perusahaan serta mematuhi kebijakan, peraturan dan prosedur internal yang
berlaku.
23
1.7. Karyawan serta serikat pekerja yang ada di perusahaan berhak untuk
menyampaikan pendapat dan usul mengenai lingkungan kerja dan kesejahteraan
karyawan.
1.8. Karyawan berhak melaporkan pelanggaran atas etika bisnis dan pedoman perilaku,
serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perusahaan.
2. Mitra Bisnis
2.1. Mitra Bisnis adalah pemasok, distributor, kreditur, debitur, dan pihak lainnya yang
melakukan transaksi usaha dengan perusahaan.
2.2. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin dilaksanakannya hak
dan kewajiban mitra bisnis sesuai dengan perjanjian dan peraturan perundangundangan.
2.3. Mitra bisnis berhak memperoleh informasi yang relevan sesuai hubungan bisnis
dengan perusahaan sehingga masing-masing pihak dapat membuat keputusan
atas dasar pertimbangan yang adil dan wajar.
2.4. Kecuali dipersyaratkan lain oleh peraturan perundang-undangan, perusahaan
dan mitra bisnis berkewajiban untuk merahasiakan informasi dan melindungi
kepentingan masing-masing pihak.
3. Masyarakat serta Pengguna Produk dan Jasa
3.1. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin terjaganya keselarasan
hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar, termasuk penerapan
program kemitraan dan bina lingkungan.
3.2. Perusahaan bertanggungjawab atas kualitas produk dan jasa yang dihasilkan
serta dampak negatif terhadap dan keselamatan pengguna.
3.3. Perusahaan bertanggungjawab atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan usaha perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan dimana
perusahaan beroperasi. Oleh karena itu, perusahaan harus menyampaikan informasi
kepada masyarakat yang dapat terkena dampak kegiatan perusahaan.
24
BAB VII
PERNYATAAN TENTANG PENERAPAN PEDOMAN GCG
Prinsip Dasar
Setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan GCG
dengan Pedoman GCG ini dalam laporan tahunannya. Pernyataan tersebut harus disertai
laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ perusahaan serta informasi penting
lain yang berkaitan dengan penerapan GCG. Dengan demikian, pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk regulator, dapat menilai sejauh mana
Pedoman GCG pada perusahaan tersebut telah diterapkan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Pernyataan tentang penerapan GCG beserta laporannya, merupakan bagian dari
laporan tahunan perusahaan. Pernyataan dan laporan tersebut dapat sekaligus
digunakan untuk memenuhi ketentuan pelaporan dari otoritas terkait.
2. Dalam hal belum seluruh aspek Pedoman GCG ini dapat dilaksanakan, perusahaan
harus mengungkapkan aspek yang belum dilaksanakan tersebut beserta
alasannya.
3. Laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ perusahaan meliputi:
3.1. Struktur dan mekanisme kerja Dewan Komisaris, yang antara lain mencakup:
a. Nama anggota Dewan Komisaris dengan menyebutkan statusnya yaitu
Komisaris Independen atau Komisaris bukan Independen;
b. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris, serta jumlah kehadiran
setiap anggota Dewan Komisaris dalam rapat;
c. Mekanisme dan kriteria penilaian sendiri (self assessment) tentang kinerja
masing-masing para anggota Dewan Komisaris;
d. Penjelasan mengenai komite-komite penunjang Dewan Komisaris yang meliputi:
(i) nama anggota dari masing-masing komite; (ii) uraian mengenai fungsi dan
mekanisme kerja dari setiap komite; (iii) jumlah rapat yang dilakukan oleh
setiap komite serta jumlah kehadiran setiap anggota; dan (iv) mekanisme
dan kriteria penilaian kinerja komite.
3.2. Struktur dan mekanisme kerja Direksi, yang antara lain mencakup:
a. Nama anggota Direksi dengan jabatan dan fungsinya masing-masing;
b. Penjelasan ringkas mengenai mekanisme kerja Direksi, termasuk didalamnya
mekanisme pengambilan keputusan serta mekanisme pendelegasian
wewenang;
c. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Direksi, serta jumlah kehadiran setiap
anggota Direksi dalam rapat;
d. Mekanisme dan kriteria penilaian terhadap kinerja para anggota Direksi;
e. Pernyataan mengenai efektivitas pelaksanaan sistem pengendalian internal
yang meliputi pengendalian risiko serta sistem pengawasan dan audit
internal.
25
4. Informasi penting lainnya yang berkaitan dengan penerapan GCG dan perlu
diungkapkan dalam laporan penerapan GCG antara lain mencakup:
4.1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;
4.2. Pemegang saham pengendali;
4.3. Kebijakan dan jumlah remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi;
4.4. Transaksi dengan pihak yang memiliki benturan kepentingan;
4.5. Hasil penilaian penerapan GCG yang dilaporkan dalam RUPS tahunan; dan
4.6. Kejadian luar biasa yang telah dialami perusahaan dan dapat berpengaruh
pada kinerja perusahaan.
26
BAB VIII
PEDOMAN PRAKTIS PENERAPAN GCG
Prinsip Dasar
Pelaksanaan GCG perlu dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk
itu diperlukan pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan oleh perusahaan dalam
melaksanakan penerapan GCG.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Dalam rangka penerapan GCG, masing-masing perusahaan harus menyusun pedoman
GCG perusahaan dengan mengacu pada Pedoman GCG ini dan Pedoman Sektoral
(bila ada). Pedoman GCG perusahaan tersebut mencakup sekurang-kurangnya halhal
sebagai berikut:
1.1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;
1.2. Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, komite penunjang Dewan
Komisaris, dan pengawasan internal;
1.3. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya fungsi setiap organ perusahaan
secara efektif;
1.4. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya akuntabilitas, pengendalian internal
yang efektif dan pelaporan keuangan yang benar;
1.5. Pedoman perilaku yang didasarkan pada nilai-nilai perusahaan dan etika
bisnis;
1.6. Sarana pengungkapan informasi untuk pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya;
1.7. Kebijakan penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka
memenuhi prinsip GCG.
2. Agar pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif, diperlukan proses keikutsertaan
semua pihak dalam perusahaan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut:
2.1. Membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk melaksanakan GCG
oleh semua anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta Pemegang Saham
Pengendali, dan semua karyawan;
2.2. Melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan GCG dan tindakan korektif yang diperlukan;
2.3. Menyusun program dan pedoman pelaksanaan GCG perusahaan;
2.4. Melakukan internalisasi pelaksanaan GCG sehingga terbentuk rasa memiliki
dari semua pihak dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan
pedoman GCG dalam kegiatan sehari-hari;
2.5. Melakukan penilaian sendiri atau dengan menggunakan jasa pihak eksternal
yang independen untuk memastikan penerapan GCG secara berkesinambungan.
Hasil penilaian tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan dilaporkan
dalam RUPS tahunan.
27
28
1. Binhadi Ketua
2. Yunus Husein Wakil Ketua
3. Irwan Habsjah Anggota
4. Fred B G Tumbuan Anggota
5. Hotbonar Sinaga Anggota
6. A Partomuan Pohan Anggota
7. Rusli Simanjuntak Anggota
8. Anwar Isham Anggota
9. Azis Sanuri Anggota
10. Mas Achmad Daniri Anggota
11. Hoesein Wiriadinata Anggota
12. Jos F Luhukay Anggota
13. Suwartini Anggota
14. Heri Yana Sutisna Anggota
15. Agus Sugiarto Anggota
16. Angela Indirawati Simatupang Anggota
17. Ratna Januarita Anggota
18. Dadi Krismatono Sekretariat
19. Ni Nyoman Puspani Sekretariat
20. Yogie Maharesi Sekretariat
TIM PENYUSUN
29
NARA SUMBER
1. Kartini Muljadi Kartini Muljadi & Rekan
2. Amir Abadi Jusuf RSM AAJ Associates
3. Ratnawati Prasodjo Pelita Harapan Law Firm
4. Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz Universitas Gadjah Mada
5. Prof. Dr. Akhmad Syakhroza Universitas Indonesia
6. Dr. Krishna Nur Pribadi Institut Teknologi Bandung
7. Dr. Niki Lukviarman Universitas Andalas
8. Dr. Tri Gunarsih Universitas Teknologi Yogyakarta
9. Prof. Dr. Mariam Darus, SH Forum for Corporate Governance in Indonesia
10. Dr. Gendut Suprayitno Indonesian Institute for Corporate Governance
11. Dr. Khomsiyah Indonesian Institute for Corporate Governance
12. Dr. Sidharta Utama Indonesian Institute for Corporate Directorship
13. Dr. Seto Anggoro Dewo Indonesian Institute for Corporate Directorship
14. Gunawan Tjokro Asosiasi Emiten Indonesia
15. Achmad Baraba Asosiasi Emiten Indonesia
16. Ali Darwin Ikatan Akuntan Indonesia
17. Muljohardjoko Indonesian Senior Executives Association
18. Gunarni Soeworo PT Bank Niaga Tbk
19. M Haryoko PT Bank Syariah Mandiri
20. Hanawijaya PT Bank Syariah Mandiri
21. Ashur Wasif PT Aneka Tambang Tbk
30
ANGGOTA KOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE
Sub-Komite Korporasi :
Dr. Jos Luhukay (Ketua)
Suwartini, MBA (Wakil Ketua)
Anis Baridwan, MBA
Fred B.G. Tumbuan, SH, L.Ph.
Drs. Binhadi
Hotbonar Sinaga, SE
Rusli Simandjuntak, SE, Akt, M.Sc.
Drs. Irwan Habsjah, MA
Drs. Noke Kiroyan
Ratna Januarita, SH, LLM, MH
Prof. Dr. Roy Sembel
Drs. Subarto Zaini
Drs. Harry Wiguna
Antonius Alijoyo, MBA
Drs. John A. Prasetio
Sub-Komite Publik :
Dr. Yunus Husein, SH, LLM (Plt Ketua)
Dr. Anwar Supriyadi
Sudirman Said, MBA
Bambang Widjojanto, SH, LLM
Dr. Djisman Simandjuntak
Prof. Dr. Ir. Gede Raka
Prof. Dr. J.B. Kristiadi
Maulana Ibrahim, SE, Akt, MA
Prof. Dr. Safri Nugraha
Prof. Dr. Tedi Pawitra
Drs. Komaruddin, MBA
Kemal Stamboel, MBA
Penasihat : Drs. Mar’ie Muhammad
Dr. Jusuf Anwar, SH, MA
Ir. Burhanuddin Abdullah, MA
Sugiharto, SE, MBA
Ketua : Drs. Mas Achmad Daniri, M.Ec.
Wakil Ketua/Sekretaris : Hoesein Wiriadinata, SH, LLM
Catatan :

Likuidasi dan Tanggung Jawab Pemilik Bank

by Zulkarnain Sitompul
April 2004 lalu merupakan hari kelabu bagi industri perbankan nasional.
Setidaknya ada dua peristiwa penting. Pertama, Bank Indonesia (BI) mencabut
ijin usaha PT. Bank Dagang Bali (BDB) dan PT. Bank Asiatic. Kedua, pencabutan
ijin usaha 50 bank beku operasi (BBO)/bank beku kegiatan usaha (/BBKU). Sebenarnya
jumlah BBO/BBKU adalah 52 bank, namun ada dua bank belum dicabut ijin usahanya
karena masih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) berkaitan gugatan pemilik atas
perintah beku operasi yang dikeluarkan pemerintah waktu itu.
Ada yang menarik dari kacamata hukum perbankan mengenai penyelesaian bank
bermasalah. Mekanisme exit policy tidak melalui proses pencabutan ijin usaha terlebih
dahulu tetapi diserahkan BI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk
disehatkan. Apabila penyehatan mengalami kegagalan, BPPN membekukan kegiatan
usaha bank tersebut, membayar kewajiban bank dan mengambil alih aset bank. Setelah
semua hak dan kewajiban diselesaikan barulah dilakukan pencabutan ijin usaha dan
likuidasi. Prosedur inilah yang ditempuh lima puluh BBO/BBKU.
Sedangkan mekanisme exit yang dilakukan untuk BDB dan Asiatic mengikuti
ketentuan likuidasi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No.25 Tahun 1999. Menurut PP ini
bank yang sudah tidak dapat diselamatkan dicabut ijin usahanya dan kemudian
memerintahkan direksi mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk
membentuk Tim Likuidasi dan membubarkan badan hukum bank paling lambat 60 hari
sejak pencabutan ijin usaha.
Apabila RUPS gagal membentuk Tim Likuidasi dan membubarkan badan hukum atau
RUPS tidak dapat diselenggarakan maka BI akan meminta pengadilan mengeluarkan
penetapan yang berisi antara lain pembentukan Tim Likuidasi dan pembubaran badan
hukum bank. Tim Likuidasi bertanggung jawab melakukan pengurusan seluruh harta
kekayaan bank. Selanjutnya hasil pencairan digunakan membayar kewajiban bank
kepada kreditur dengan urutan: gaji pegawai terutang; biaya perkara di pengadilan;
biaya lelang yang terutang; pajak terutang berupa pajak bank dan pajak yang dipungut
bank dan biaya kantor.
Apabila masih ada dana tersisa barulah dilakukan pembayaran kepada nasabah
penyimpan dana. Harus diingat bahwa kreditur pemegang hak gadai dan hak tanggungan
memiliki hak didahulukan terhadap harta bank yang dibebani hak gadai atau hak
tanggungan. Ketentuan pembayaran kepada kreditur ini untuk sementara tidak
diberlakukan karena adanya Keputusan Presiden No.26 Tahun 1998 yang menjamin
seluruh kewajiban bank(blanket guarantee).
A

Berdasarkan Keppres ini maka seluruh kreditur bank akan mendapat pembayaran dari
pemerintah. Pelaksanaan program penjaminan ini dilakukan BPPN untuk 50 BBO/BBKU
dan Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah (UP3) yang menggantikan fungsi penjaminan
BPPN untuk BDB dan Asiatic. Dua lembaga ini kemudian menggantikan kedudukan
kreditur yang telah menerima pembayaran tersebut.
Artinya BPPN dan UP3 akan menerima hasil penjualan aset dan tagihan piutang bank
sepanjang masih tersisa dana dari hasil penjualan aset. Namun, dalam melakukan
pembayaran kewajiban BDB dan Asiatic perlu dilakukan dengan ekstra hati-hati
mengingat keterkaitan bank dengan keluarga sangat erat. Kondisi ini sangat
memungkinkan terjadinya kreditur bank adalah pihak keluarga. Sesuai ketentuan
kreditur yang semacam ini tidak dicakup dalam penjaminan pemerintah.
Permasalahan akan muncul bilamana dana yang digunakan untuk membayar
kewajiban kepada kreditur lebih besar dari kekayaan bank. Pertanyaannya, apakah
pemilik bank bertanggung jawab dan wajib membayar kekurangannya?
Ada dua pendekatan hukum dapat digunakan, pertama, menggunakan hukum
perusahaan. Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang memiliki hak dan
tanggung jawab terpisah dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum PT memiliki
utang dan kewajiban lainnya atas namanya sendiri. Artinya utang dan kewajiabn
tersebut bukan tanggung jawab pemegang saham.
Demikian pula sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan
kewajiban para pemegang sahamnya. Akan tetapi ketentuan ini dapat dikecualikan
apabila terdapat kondisi yang dalam hukum perusahaan disebut pierce the corporate
veil. Kondisi tersebut secara teoretis adalah pertama, terjadi penipuan (fraud) atau
ketidakadilan (unfairness) bagi pihak ketiga (misalnya kreditur) dalam pengurusan
perseroan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perseroan sebagai badan yang
terpisah akan tetapi menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Ketiga, perseroan
kekurangan modal. Keempat, kondisi lainnya yang dapat menciptakan ketidakadilan
(fairness) apabila perseroan tetap diakui sebagai badan hukum. Piercing the corporate
dapat pula dinyatakan telah terjadi apabila diperlukan untuk mencegah terjadinya
penipuan atau untuk menciptakan keseimbangan (equity).
Sementara itu teori hukum perusahaan mengajarkan bahwa PT harus dikelola sesuai
dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan dan peratutan perundang-undangan
yang berlaku. Anggaran dasar adalah kontrak antara pendiri perseroan dengan
pemerintah. Terkait erat dan masalah tujuan adalah masalah kewenangan. Direksi wajib
menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk mencapai tujuan tersebut. Direksi
memiliki resonable discretion yang harus dijalankan dengan iktikad baik untuk mencapai
tujuan perusahaan. Kewenangan tersebut tidak dapat diganggu kecuali mereka bersalah
karena melakukan penipuan (fraud) dan misappropriation Jika Direksi melakukan
kegiatan tidak sesuai dengan tujuan atau kewenangannya maka secara hukum direksi
telah melakukan ultra vires (diluar kewenangan). Konsekwensinya membayar ganti rugi
dan ancaman pidana serta keterkaitannya dengan keabsahan perjanjian.
Kedua, menggunakan hukum perbankan yang secara tegas mengatur pemilik bank
bertanggung jawab penuh atas kewajiban bank apabila mereka ikut menyebabkan
terjadinya kebangkrutan.
3
Bahkan Undang-undang Perbankan mengancam pemegang saham dengan pidana
penjara minimal 7 tahun ditambah denda paling sedikit 10 milyar, apabila pemegang
saham menyuruh dewan komisaris, direksi atau pegawai bank lainnya untuk melakukan
atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkahlangkah
yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap hukum perbankan.
Ancaman pidana yang sama juga berlaku bagi komisaris, direksi, pegawai bank dan pihak
terafiliasi dengan bank.
Berdasarkan fakta-fakta yang diberikan BI dalam keterangan pers terindikasi bahwa
kedua bank tidak mentaati rambu-rambu hukum yang telah ditetapkan. Dikatakan
misalnya bank melakukan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit dan melakukan
transaksi fiktif.
Dengan kondisi seperti itu dan ketentuan hukum perusahaan dan perbankan
sebagaimana dikemukakan di atas konsekwensi hukumnya jelas. Pertama, bahwa
terbatasnya tanggung jawab pemegang saham telah hilang sehingga mereka bertanggung
jawab secara pribadi. Harta kekayaan milik mereka harus diambil untuk membayar
seluruh kewajiban bank. Kedua, komisaris, direksi atau pejabat eksekutif lainnya yang
bukan pemegang saham juga bertanggung jawab secara pribadi karena tidak mengurus
bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Harta benda mereka juga dapat diambil
untuk membayar kewajiban bank. Sedangkan ancaman pidana juga perlu diterapkan.
BI dan BPPN tentunya mengetahui persis perbuatan yang dilakukan komisaris, direksi
dan pejabat eksekutif serta pemegang saham bank. Ancaman pidana ini perlu diterapkan
satu dan lain untuk memberikan rasa jera kepada pelaku dan penting untuk peringatan
kepada pemilik dan pengurus bank lainnya.
Secara lebih makro, DPR perlu segera membahas RUU Pendirian Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) telah telah diajukan pemerintah. Pendirian lembaga ini mendesak
dilakukan agar setiap kali terjadi likuidasi bank, pemerintah tidak perlu selalu menjadi
sinterklas, membayari seluruh kewajiban bankir busuk.
Apalagi, mempertahankan lebih lama program penjaminan yang berlaku saat ini
(blanket guarantee) dapat meningkatkan moral hazard (aji mumpung) pemilik dan
pengurus bank. Keberadaan LPS juga akan memudahlan regulator mengambil tindakan
tegas terhadap bank bermasalah karena dampak tindakan tegas tersebut bagi
masyarakat luas terutama masyarakat kecil dapat diminimalkan.**
• Pilars No.19/Th. VII/10-16 Mei 2004

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA BUKU KESATU TENTANG ORANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
BUKU KESATU TENTANG ORANG

Bab I Menikmati dan Kehilangan Hak-Hak Kewargaan
Bab II Akta-akta Catatan Sipil
Bab III Tempat Tinggal atau Domisili
Bab IV Perkawinan
Bab V Hak dan Kewajiban Suami-Istri
Bab VI Harta Bersama Menurut Undang-Undang dan Pengurusannya
Bab VII Perjanjian Kawin
Bab VIII Gabungan Harta Bersama atau Perjanjian Kawin pada Perkawinan Kedua atau Selanjutnya
Bab IX Pemisahan Harta Benda
Bab X Pembubaran Perkawinan
Bab XI Pisah Meja dan Ranjang
Bab XII Kebapakan dan Asal Keturunan Anak-anak
Bab XIII Kekeluargaan Sedarah dan Semenda
Bab XIV Kekuasaan Orang Tua
Bab XIVA Penentuan, Perubahan dan Pencabutan Tunjangan Nafkah
Bab XV Kebelumdewasaan dan Perwalian
Bab XVI Pendewasaan
Bab XVII Pengampuan
Bab XVIII Ketidakhadiran



BUKU KESATU ORANG

BAB I

MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK KEWARGAAN
(Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 1
Menikmati hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan.
Pasal 2
Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap kali kepentingan si anak menghendakinya. Bila telah mati sewaktu dilahirkan, dia dianggap tidak pernah ada.
Pasal 3
Tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian perdata, atau hilangnya segala hak-hak kewargaan.
BAB II

AKTA-AKTA CATATAN SIPIL
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)

BAGIAN 1
Daftar Catatan Sipil Pada Umumnya
Pasal 4
Tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal 10 Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan di Indonesia, maka bagi golongan Eropa di seluruh Indonesia ada daftar kelahiran, daftar lapor kawin, daftar izin kawin, daftar perkawinan dan perceraian, dan daftar kematian. Pegawal yang ditugaskan menyelenggarakan daftar-daftar tersebut, dinamakan Pegawai Catatan Sipil.
Pasal 5
Presiden, setelah mendengar Mahkamah Agung menentukan dengan peraturan tersendiri, tempat dan cara menyelenggarakan daftar-daftar tersebut, demikian pula cara menyusun akta-akta dan syarat-syarat yang harus diperhatikan. Dalam peraturan itu harus dicantumkan juga hukuman-hukuman terhadap pelanggaran-pelanggaran oleh Pegawal Catatan Sipil, sejauh hal itu belum atau tidak akan diatur dengan ketentuan undang-undang hukum pidana.

BAGIAN 2
Nama, Perubahan Nama, dan Perubahan Nama Depan
Pasal 5a
Anak sah, dan juga anak tidak sah namun yang diakui oleh bapaknya, memakai nama keturunan bapaknya; anak-anak tidak sah yang tidak diakui oleh bapaknya, memakai nama keturunan ibunya.
Pasal 6
Tak seorang pun diperbolehkan mengganti nama keturunannya, atau menambahkan nama lain pada namanya tanpa izin Presiden. Barangsiapa nama tidak dikenal keturunan atau nama depannya, diperbolehkan mengambil suatu nama keturunan atau nama depan, asalkan dengan izin Presiden.
Pasal 7
Permohonan izin untuk itu tidak dapat dikabulkan sebelum habis jangka waktu empat bulan, terhitung mulai hari pemberitaan permohonan itu dalam Berita Negara.
Pasal 8
Selama jangka waktu tersebut dalam pasal yang lalu, pihak-pihak yang berkepentingan diperbolehkan mengemukakan kepada Presiden, dengan surat permohonan, dasar-dasar yang mereka anggap menjadi keberatan untuk menentang permohonan tersebut.
Pasal 9
Bila dalam hal yang dimaksud dalam alinea pertama Pasal 6 permohonan itu dikabulkan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal si pemohon, pegawai mana harus menuliskannya dalam buku daftar yang sedang berjalan, dan membuat catatan tentang hal itu pada margin akta kelahiran si pemohon.
Surat penetapan yang diberikan berkenaan dengan dikabulkannya permohonan yang diajukan menurut alinea kedua Pasal 6, dibukukan dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat tinggal yang bersangkutan dan dalam ha! termaksud Pasal 43 alinea pertama Reglemen tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa, dicatat pula pada margin akta kelahiran.
Jika suatu permohonan tidak dikabulkan seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu, maka Presiden dapat memberikan suatu nama keturunan atau nama depan kepada yang berkepentingan. Surat penetapan mi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal yang laIu.
Pasal 10
Diperolehnya suatu nama sesuai dengan ketentuanketentuan dalam keempat pasal yang lalu, sekali-kali tidak boleh diajukan sebagal bukti adanya hubungan sanak saudara.
Pasal 11
Tiada seorang pun diperbolehkan mengubah nama depan atau menambahkan nama depan pada namanya, tanpa izin Pengadilan Negeri tempat tinggalnya atas permohonan untuk itu, setelah mendengar jawaban Kejaksaan.
Pasal 12
Bila Pengadilan Negeri mengizinkan penggantian atau penambahan nama depan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada Pegawai Catatan Sipil tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus membukukannya dalam daftar yang sedang berjalan, dan mencatatnya pula pada margin akta kelahiran.

BAGIAN 3
Pembetulan Akta Catatan Sipil dan Penambahannya
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 13
Bila daftar tidak pernah ada, atau telah hilang dipalsu, diubah, robek, dimusnahkan, digelapkan atau dirusak, bila ada akta yang tidak terdapat dalam daftar itu atau bila dalam akta yang dibukukan terdapat kesesatan, kekeliruan atau kesalahan lain maka hal-hal itu dapat menjadi dasar untuk mengadakan penambahan atau perbaikan dalam daftar itu.
Pasal 14
Permohonan untuk itu hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri, yang di daerah hukumnya daftar-daftar itu diselenggarakan atau seharusnya diselenggarakan dan untuk itu Pengadilan Negeri akan mengambil keputusan setelah mendengar kejaksaan dan pihak-pihak yang berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan tidak mengurangi kesempatan banding.
Pasal 15
Keputusan ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang telah memohon atau yang pernah dipanggil.
Pasal 16
Semua keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada akta, yang telah memperoleh kekuatan tetap, harus dibuktikan oleh Pegawai Catatan Sipil dalam daftar-daftar yang sedang berjalan segera setelah diterbitkan dan bila ada perbaikan hal itu harus diberitakan pada margin akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen tentang Catatan Sipil.
BAB III

TEMPAT TINGGAL ATAU DOMISILI
(Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 17
Setiap orang dianggap bertempat tinggal di tempat yang dijadikan pusat kediamannya. Bila tidak ada tempat kediaman yang demikian, maka tempat kediaman yang sesungguhnya dianggap sebagai tempat tinggalnya.
Pasal 18
Perubahan tempat tinggal terjadi dengan pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai niat untuk menempatkan pusat kediamannya di sana.
Pasal 19
Niat itu dibuktikan dengan menyampaikan pernyataan kepada Kepala Pemerintahan, baik di tempat yang ditinggalkan, maupun di tempat tujuan pindah rumah kediaman. Bila tidak ada pernyataan, maka bukti tentang adanya niat itu harus disimpulkan dari keadaan-keadaanya.
Pasal 20
Mereka yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di tempat mereka melaksanakan dinas.
Pasal 21
Seorang perempuan yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal salah satu dan kedua orang tua mereka yang melakukan kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampuan mereka.
Pasal 22
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, buruh mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka bila mereka tinggal serumah dengannya.
Pasal 23
Yang dianggap sebagai rumah kematian seseorang yang meninggal dunia adalah rumah tempat tinggalnya yang terakhir.
Pasal 24
Dalam suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu, kedua pihak atau salah satu pihak bebas untuk memilih tempat tinggal yang lain daripada tempat tinggal yang sebenarnya. Pemilihan itu dapat dilakukan secara mutlak, bahkan sampai meliputi pelaksanaan putusan Hakim, atau dapat dibatasi sedemikian rupa sebagaimana dikehendaki oleh kedua pihak atau salah satu pihak. Dalam hal ini surat-surat juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan yang tercantum atau termaksud dalam akta itu boleh dilakukan di tempat tinggal yang dipilih dan dimuka Hakim tempat tinggal itu.
Pasal 25
Bila hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat tinggal yang dipilih untuk dirinya, asalkan tempat tinggal yang baru tidak lebih dan sepuluh pal jauhnya dari tempat tinggal yang lama dan perubahan itu diberitahukan kepada pihak yang lain / pihak lawan.

BAB IV

PERKAWINAN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Ketentuan Umum
Pasal 26
Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata.

BAGIAN 1
Syarat-syarat dan Segala Sesuatu yang Harus dipenuhi untuk Dapat Melakukan Perkawinan
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing, Tetapi Berlaku bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 27
Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja.
Pasal 28
Asas perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dan calon suami dan calon istri.
Pasal 29
Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur lima belas tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting, Presiden dapat menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi.
Pasal 30
Perkawinan dilarang antara mereka yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam garis ke atas maupun garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun karena kelahiran yang tidak sah, atau karena perkawinan; dalam garis ke samping, antara kakak beradik laki perempuan, sah atau tidak sah.
Pasal 31
Juga dilarang perkawinan:
1°. antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas dasar ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh Hakim kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain;
2° antara paman dan atau paman orang tua dengan kemenakan perempuan kemenakan, demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dengan kemenakan laki-laki kemenakan, yang sah atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, Presiden dengan memberikan dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini.
Pasal 32
Seseorang yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zina, sekali-kali tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinanya itu.
Pasal 33
Antara orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan Pasal 199 nomor 3° atau 4°, tidak diperbolehkan untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan dalam daftar Catatan Sipil. Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang yang sama dilarang.
Pasal 34
Seorang perempuan tidak diperbolehkan melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau jangka waktu tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang terakhir.
Pasal 35
Untuk melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua orang tuanya. Akan tetapi bila hanya salah seorang dan mereka memberi izin dan yang lainnya telah dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu, maka Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya, berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat beserta keluarga keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang tua telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dan orangtua yang lain.
Pasal 36
Selain izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak sah yang belum dewasa memerlukan juga izin dan wali mereka, bila yang melakukan perwalian adalah orang lain daripada bapak atau ibu mereka; bila izin itu diperbolehkan untuk kawin dengan wali itu atau dengan salah satu dan keluarga sedarahnya dalam garis lurus, diperlukan izin dan wali pengawas.
Bila wali atau wali pengawas atau bapak atau ibu yang telah dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya, maka berlakulah alinea kedua pasal yang lalu, asalkan orangtua yang tidak dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwaliannya atas anaknya telah memberikan izin itu.
Pasal 37
Bila bapak atau ibu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak mereka, maka mereka masing-masing harus digantikan oleh orang tua mereka, sejauh mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan yang sama.
Bila orang lain daripada orang-orang yang disebut di atas melakukan perwalian atas anak-anak di bawah umur itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu, si anak memerlukan lagi izin dari wali atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau wali pengawas, sesuai dengan perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua Pasal 35 berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau lebih tidak menyatakan pendiriannya.
Pasal 38
Bila bapak dan ibu serta kakek dan nenek si anak tidak ada, atau bila mereka semua berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka, anak sah yang masih di bawah umur tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali pengawasnya.
Bila baik wali maupun wali pengawas, atau salah seorang dari mereka, menolak untuk memberi izin atau tidak menyatakan pendirian, maka Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak yang masih di bawah umur, atas permohonannya berwenang memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali, wali pengawas dan keluarga sedarah atau keluarga semenda.
Pasal 39
Anak luar kawin yang diakui sah, selama masih di bawah umur, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin bapak dan ibu yang mengakuinya, sejauh kedua-duanya atau salah seorang masih hidup dan tidak berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka.
Bila semasa hidup bapak atau ibu yang mengakuinya orang lain yang melakukan perwalian atas anak itu, maka harus pula diperoleh izin dari wali itu atau dan wali pengawas bila izin itu diperlukan untuk perkawinan dengan wali itu sendiri atau dengan salah seorang dan keluarga sedarah dalam garis lurus.
Bila terjadi perselisihan pendapat antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea pertama dan kedua, dan salah seorang atau lebih menolak memberi izin itu, maka Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang di bawah umur itu, atas permohonan si anak, berkuasa memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya diperlukan. Bila baik bapak ataupun ibu yang mengakui anak di bawah umur itu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, diperlukan izin dari wali dan wali pengawas.
Bila kedua-duanya atau salah seorang menolak untuk memberi izin, atau tidak menyatakan pendirian, maka berlaku Pasal 38 alinea kedua, kecuali apa yang ditentukan di situ mengenai keluarga sedarah atau keluarga semenda.
Pasal 40
Anak tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali atau wali pengawas, selama ia masih di bawah umur. Bila kedua-keduanya, atau salah seorang, menolak untuk memberikan izin atau untuk menyatakan pendirian, Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di bawah umur itu, atas permohonannya, berkuasa memberikan izin untuk itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali atau wali pengawas si anak.
Pasal 41
Penetapan-penetapan Pengadilan Negeri dalam hal-hal yang termaksud dalam enam pasal yang lalu, diberikan tanpa bentuk hukum acara. Penetapan-penetapan itu, baik yang mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat dimohonkan banding.
Mendengar mereka yang izinnya diperlukan seperti yang termaksud dalam enam pasal yang lalu. bila mereka bertempat tinggal di luar kabupaten tempat kedudukan pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal atau tempat kedudukan mereka, Pengadilan Negeri mi akan menyampaikan berita acaranya kepada Pengadilan Negeri yang disebut pertama. Pemanggilan mereka yang izinnya diperlukan. dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 tentang keluarga sedarah dan keluarga semenda. Mereka yang disebut pertama, ataupun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan din dengan cara seperti yang tercantum dalam Pasal 334.
Pasal 42
Anak sah yang telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh tahun, juga wajib untuk memohon izin bapak dan ibunya untuk melakukan perkawinan. Bila ia tidak memperoleh izin itu, Ia boleh memohon perantaraan Pengadilan Negeri tempat tinggalnya dan dalam hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
Pasal 43
Dalam waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang lain jika dianggap perlu oleh Pengadilan Negeri, terhitung dari hari pengajuan surat permohonan itu, Pengadilan harus berusaha menghadapkan bapak dan ibu, beserta anak itu, agar dalam suatu sidang tertutup kepada mereka diberi penjelasan-penjelasan yang dianggap berguna oleh pengadilan demi kepentingan masing-masing. Mengenai pertemuan pihak-pihak tersebut harus dibuat berita acara tanpa mencantumkan alasan-alasan yang mereka kemukakan.
Pasal 44
Bila baik pihaknya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan dapat dilangsungkan dengan penunjukan akta yang memperlihatkan ketidakhadiran itu.
Pasal 45
Bila anak itu tidak hadir, maka perkawinannya tidak dapat dilaksanakan, kecuali sesudah permohonan diajukan sekali lagi untuk perantaraan pengadilan.
Pasal 46
Bila, sesudah anak itu dan kedua orang tuanya atau salah satu orang tua hadir, kedua orang tua itu atau salah seorang tetap menolak, maka perkawinan tidak boleh dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan terhitung dari hari pertemuan itu.
Pasal 47
Ketentuan-ketentuan dalam lima pasal terakhir ini juga berlaku untuk anak tak sah terhadap bapak dan ibu yang mengakuinya.
Pasal 48
Sekiranya kedua orang tua atau salah satu tidak berada di Indonesia, Presiden berkuasa memberi dispensasi dan kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 47.
Pasal 49
Dalam pengertian ketidakmungkinan bagi para orangtua atau para kakek nenek untuk memberi izin kepada anak di bawah umur untuk melakukan perkawinan, dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal 35,37 dan 39, sekali-kali tidak termasuk ketidakhadiran terus-menerus atau sementara di Indonesia.

BAGIAN 2
Acara yang Harus Mendahulul Perkawinan
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Tiniur Asing. Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 50
Semua orang yang hendak melangsungkan perkawinan, harus memberitahukan hal itu kepada Pegawai Catatan Sipil di tempat tinggal salah satu pihak.
Pasal 51
Pemberitahuan ini harus dilakukan, baik secara langsung, maupun dengan surat yang dengan cukup jelas memperlihatkan niat kedua calon suami-istri, dan tentang pemberitahuan itu harus dibuat sebuah akta oleh Pegawai Catatan Sipil.
Pasal 52
Sebelum pelaksanaan perkawinan itu, Pegawai Catatan Sipil harus mengumumkan hal itu dan menempel surat pengumuman pada pintu utama gedung tempat penyimpanan daftar-daftar Catatan Sipil itu. Surat itu harus tetap tertempel selama sepuluh hari. Pengumuman itu tidak boleh dilangsungkan pada hari Minggu yang disamakan dengan hari Minggu dalam hal ini ialah hari Tahun Baru, hari Paskah kedua dan Pantekosta, hari Natal, hari Kenaikan Isa Almasih, dan hari Mi'raj Nabi Muhamad s. a. w.
Surat pengumuman ini harus memuat :
1. nama, nama depan, umur, pekerjaan dan tempat tinggal calon suami istri, dan, bila mereka sebelumnya pernah kawin, nama suami atau isteri mereka yang dulu.
2. hari, tempat dan jam terjadinya pengumuman. Surat itu ditandatangani oleh Pegawai Catatan Sipil itu.
Pasal 53
Bila kedua calon suami isteri tidak bertempat tinggal dalam wilayah Catatan Sipil yang sama, maka pengumuman itu akan dilakukan oleh Pegawai Catatan Sipil di tempat tinggal masing-masing pihak.
Pasal 54
Bila calon suami isteri belum sampai enam bulan penuh bertempat tinggal dalam daerah suatu Catatan Sipil, pengumumannya harus juga dilakukan oleh Pegawai Catatan Sipil di tempat tinggal mereka yang terakhir. Bila ada alasan-alasan yang penting dan kewajiban membuat pengumuman tersebut di atas boleh diberikan dispensasi oleh Kepala Pemerintahan Daerah yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin.
Pasal 55 dan 56
Dihapus dengan S. 916 - 338 jo. 1917- 18.
Pasal 57
Bila perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu satu tahun, terhitung dari waktu pengumuman, perkawinan itu tidak boleh dilangsungkan, kecuali bila sebelumnya diadakan pengumuman lagi.
Pasal 58
Janji kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka Hakim berlangsungnya perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu, semua persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal.
Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin ini telah diikuti oleh suatu pengumuman,, maka ha! itu dapat menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang-barangnya sebagai akibat dan penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal kehilangan keuntungan. Tuntutan ini lewat waktu dengan lampaunya waktu delapan belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu.

BAGIAN 3
Pencegahan Perkawinan
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 59
Hak untuk mencegah berlangsungnya perkawinan hanya ada pada orang-orang dari dalam hal-hal yang disebut dalam pasal-pasal berikut.
Pasal 60
Barangsiapa masih terikat perkawinan dengan salah satu pihak, termasuk jüga anak-anak yang lahir dari perkawinan ini, berhak mencegah perkawinan baru yang dilaksanakan, tetapi hanya berdasarkan perkawinan yang masih ada.
Pasal 61
Bapak dan ibu dapat mencegah perkawinan dalam hal-hal:
1°. bila anak mereka yang masih di bawah umur, belum mendapat izin
2°. bila anak mereka, yang sudah dewasa tetapi belum genap tiga puluh. tahun, lalai meminta izin mereka, dan dalam hal permohonan izin itu ditolak, lalai untuk meminta perantaraan Pengadilan Negeri seperti yang diwajibkan menurut Pasal 42.
3°. bila salah satu pihak, yang karena cacat mental berada dalam pengampuan, atau dengan alasan yang sama telah dimohonkan pengampuan, tetapi atas permohonan itu belum diambil keputusan;
4°. bila salah satu pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk mengadakan perkawinan dengan ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini;
5°. bila pengumuman perkawinan yang menjadi syarat tidak diadakan;
6°. bila salah satu pihak, karena sifat pemboros ditaruh di bawah pengampuan, dan perkawinan yang hendak dilangsungkan tampaknya akan membawa ketidakbahagiaan bagi anak mereka.
Bila yang menjalankan perwalian atas anak itu orang lain daripada bapak atau ibunya, maka wali atau wali pengawasnya, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali, mempunyai hak yang sama dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor-nomor 1°, 3°, 4, 5 dan 6°.
Pasal 62
Dalam hal kedua orang tua tidak ada, maka kakek nenek dan wali atau wall pengawas, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali, berhak untuk mencegah perkawinan dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor 3, 4, 5 dan 6° pasal yang lalu.
Kakek nenek dan wali atau wali pengawas, bila yang disebut terakhir ini menggantikan si wali, berhak untuk mencegah perkawinan dalam hal-hal yang tercantum pada nomor 1°, jika izin mereka menjadi syarat.
Pasal 63
Dalam hal kakek nenek tidak ada, maka saudara laki-laki dan perempuan, paman dan bibi, demikian pula wali dan wali pengawas, pengampu dan pengampu pengawas, berhak mencegah perkawinan:
1° bila ketentuan-ketentuan Pasal 38 dan Pasal 40 mengenai memperoleh izm kawin tidak diindahkan;
2° karena alasan-alsaan seperti yang tercantum dalam nomor 3°,4°,5°, dan 6° Pasal 61.
Pasal 64
Suami yang perkawinannya telah bubar karena perceraian, boleh mencegah perkawinan bekas isterinya, bila dia hendak kawin lagi sebelum lampau tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang dulu.
Pasal 65
Kejaksaan wajib mencegah perkawinan yang hendak dilangsungkan dalam hal-hal yang tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan 34.
Pasal 66
Pencegahan perkawinan ditangani oleh Pengadilan Negeri, yang di daerah hukumnya terletak tempat kedudukan Pegawai Catatan Sipil yang harus melangsungkan perkawinan itu.
Pasal 67
Dalam akta pencegahan harus disebutkan segala alasan yang dijadikan dasar pencegahan itu, dan tidak diperkenakan mengajukan alasan baru, sejauh hal itu tidak timbul setelah pencegahan.
Pasal 68
Dihapus dengan S. 1937-595.
Pasal 69
Bila pencegahan itu ditolak, para penentang boleh dikenakan kewajiban mengganti biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika penentang itu adalah keluarga sedarah dalam garis ke atas dan garis ke bawah atau Kejaksaan.
Pasal 70
Bila terjadi pencegahan perkawinan. Pegawai Catatan Sipil tidak diperkenankan untuk melaksanakan perkawinan itu, kecuali setelah kepadanya disampaikan suatu putusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan hukum tetapi atau suatu akta otentik dengan mana pencegahan itu ditiadakan pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan, maka perkara mengenai pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan boleh dinyatakan batal sekiranya gugatan penentang dikabulkan.

BAGIAN 4
Pelaksanaan Perkawinan
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa, Kecuali KUHP. 71-6°, 74,75)
Pasal 71
Sebelum melangsungkan perkawinan, Pegawai Catatan Sipil harus meminta agar kepadanya diperlihatkan :
1° akta kelahiran masing-masing calon suami istri
2°. akta yang dibuat oleh Pegawal Catatan Sipil dan didaftarkan dalam daftar izin kawin, atau akta otentik lain yang berisi izin bapak, ibu, kakek, nenek, wali atau wali pengawas, ataupun izin yang diperoleh dan Hakim, dalam hal-hal di mana izin itu diperlukan; Izin itu juga dapat diberikan pada akta perkawinan sendiri;
3° dalam hal perkawinan kedua atau perkawinan berikutnya akta perkawinan suami istri yang dulu, atau akta perceraian, atau salinan surat izin dari Hakim yang diberikan dalam hal pihak lain dan suami atau istri tidak ada;}
4°. akta yang menunjukkan adanya perantaraan Pengadilan Negeri;
5°. akta kematian dan mereka yang seharusnya memberikan izin kawin;
6°. bukti, bahwa pengumuman perkawinan itu telah berlangsung tanpa pencegahan di tempat yang disyaratkan menurut Pasal 52 dan berikutnya, ataupun bukti bahwa pencegahan yang dilakukan telah dihentikan;
7°. dispensasi yang telah diberikan;
8°. izin untuk para perwira dan tentara bawahan yang menjadi syarat untuk melakukan perkawinan.
Pasal 72
Jika di antara calon suami istri yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahiran seperti yang disyaratkan pada nomor 1° pasal yang lalu, maka hal im dapat diganti dengan akta tanda kenal lahir yang dikeluarkan oleh Kepala Pemerintahan Daerah tempat lahir atau tempat tinggal calon suami atau istri atas keterangan dua saksi laki-laki atau perempuan, keluarga atau bukan keluarga. Keterangan ini harus menyebutkan tempat dan waktu kelahirannya secermat mungkin, serta sebab-sebab yang menghalangmya untuk menunjukkan akta kelahiran.
Tidak adanya akta kelahiran dapat juga diganti dengan keterangan semacam itu dibawah sumpah yang diberikan oleh saksi-saksi yang harus hadir pada pelaksanaan perkawinan itu, ataupun dengan keterangan yang diberikan di bawah sumpah di hadapan pegawai Catatan Sipil oleh calon suami atau istri, dan sumpah itu beriisi, bahwa dia tidak dapat memperoleh akta kelahiran atau akta tanda kenal lahir. Dalam akta perkawinannya, keterangan yang satu dan yang lainnya harus dicantumkan.
Pasal 73
Bila para pihak tidak dapat memperlihatkan akta kematian yang disebut dalam Pasal 71 nomor 5°, maka kekurangan itu dapat diperbaiki dengan cara yang sama seperti yang tercantum dalam pasal yang lalu.
Pasal 74
Bila Pegawai Catatan Sipil menolak untuk melangsungkan perkawinan atas dasar tidak lengkapnya surat-surat dan keterangan-keterangan yang diharuskan oleh pasal-pasal yang lalu, maka pihak-pihak yang berkepentingan berhak mengajukan surat permohonan kepada Pengadilan Negeri; setelah mendengar Kejaksaan,bila ada alasan untuk itu,dan mendengar Pegawai Catatan Sipil,Pengadilan negeri itu secara singkat dan tanpa kemungkinan untuk banding,akan mengambil keputusan tentang lengkap atau tidak lengkapnya surat-surat.
Pasal 75
Perkawinan tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari kesepuluh setelah hari pengumuman, di mana hari itu sendirii tidak termasuk. Jika ada alasan penting Kepala Pamerintahan Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin, berkuasa memberikan dispensasi dan pengumuman dan waktu tunggu yang diharuskan. Jika dispensasi telah diberikan, berita tentang hal itu harus ditempel secepat-cepatnya pada pintu utama gedung yang dimaksud pada alinea pertama Pasal 52. Dalam berita tempel itu harus disebutkan kapan perkawinan itu akan atau dilaksanakan.
Pasal 76
Perkawinan harus dilaksanakan di muka umum, dalam gedung tempat membuat akta Catatat Sipil, di hadapan Pegawal Catatan Sipil tempat tinggal salah satu pihak dan dihadapan dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan keluarga, yang telah mencapai umur dua puluh satu tahun dan berdiam di Indonesia.
Pasal 77
Bila salah satu pihak karena halangan yang terbukti cukup sah, tidak dapat pergi ke gedung tersebut, perkawinan boleh dilangsungkan dalam sebuah rumah khusus di daerah Pegawai Catatan Sipil yang bersangkutan. Jika terjadi hal yang demikian, maka dalam akta perkawinan harus dicantumkan sebab-sebab terjadinya. Penilaian tentang sah tidaknya halangan tersebut dalam pasal ini, diserahkan kepada Pegawai Catatan Sipil itu.
Pasal 78
Kedua calon suami istri harus datang secara pribadi menghadap Pegawai Catatan Sipil itu.
Pasal 79
Jika ada alasan-alasan penting. Presiden berkuasa untuk mengizinkan pihak-pihak yang bersangkutan melangsungkan perkawinan mereka dengan menggunakan seorang wakil yang khusus diberi kuasa penuh dengan akta otentik. Bila pemberi kuasa itu, sebelum perkawinan dilaksanakan, telah kawin dengan orang lain secara sah, maka perkawinan yang telah berlangsung dengan wakil khusus dianggap tidak pernah terjadi.
Pasal 80
Kedua calon suami istri, di hadapan Pegawai Catatan Sipil dan dengan kahadiran para saksi, harus menerangkan bahwa yang satu menerima yang lain sebagai suami atau istrinya, dan bahwa dengan ketulusan hati mereka akan memenuhi kewajiban mereka, yang oleh undang-undang ditugaskan kepada mereka sebagai suami istri.
Pasal 81
Tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat agama mereka bahwa perkawinan di hadapan Pegawai Catatan Sipil telah berlangsung.
Pasal 82
Jika terjadi pelanggaran oleh Pegawai Catatan Sipil atas ketentuan-ketentuan dalam bab ini, maka selama hal itu tidak diatur dalam aturan undang-undang hukum pidana, para Pegawai itu boleh dihukum oleh Pengadilan Negeri dengan denda uang yang tidak melebihi seratus rupiah, tanpa mengurangi hak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menuntut ganti rugi, bila ada alasan untuk itu.

BAGIAN 5
Perkawinan-perkawinan yang Dilaksanakan di Luar Negeri Negeri
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing BukanTionghoa, tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 83
Perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, baik antara sesama warga negara Indonesia, maupun antara warga negara Indonesia dengan warga negara lain, adalah sah apabila perkawinan itu dilangsungkan menurut cara yang biasa di negara tempat berlangsungnya perkawinan itu, dan suami istri yang warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam bagian 1 Bab ini.
Pasal 84
Dalam waktu satu tahun setelah kembalinya suami istri ke wilayah Indonesia, akta tentang perkawinan mereka di luar negeri harus didaftarkan dalam daftar umum perkawinan di tempat tinggal mereka.

BAGIAN 6
Batalnya Perkawinan
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Golongan Tionghoa, tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 85
Batalnya suatu perkawinan hanya dapat dinyatakan oleh Hakim.
Pasal 86
Batalnya suatu perkawinan yang dilakukan bertentangan dengan Pasal 27, dapat dituntut oleh orang yang karena perkawinan sebelumnya terikat dengan salah seorang dan suami istri itu, oleh suami istri itu sendiri, oleh keluarga sedarah dalam garis ke atas, oleh siapa pun yang mempunyal kepentingan dengan batalnya perkawinan itu, dan, oleh Kejaksaan. Bila batalnya perkawinan yang terdahulu dipertanyakan, maka terlebih dahulu harus diputuskan ada tidaknya perkawinan terdahulu itu.
Pasal 87
Keabsahan suatu perkawinan yang berlangsung tanpa persetujuan bekas kedua suami istri atau salah seorang dari mereka, hanya dapat dibantah oleh suami istri itu, atau oleh salah seorang dari mereka yang memberikan persetujuan secara tidak bebas.
Bila telah terjadi kekhilafan tentang diri orang yang dikawini, keabsahan perkawinan itu hanya dapat dibantah oleh suami atau istri yang telah khilaf itu. Dalam hal-hal tersebut dalam pasal ini, tuntutan akan pembatalan suatu perkawinan tidak boleh diterima, bila telah terjadi tinggal serumah terus-menerus selama tiga bulan sejak si suami atau istri mendapat kebebasan, atau sejak mengetahui kebebasannya.
Pasal 88
Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang karena cacat mental ditaruh di bawah pengampuan, keabsahan perkawinan itu hanya boleh dibantah oleh bapaknya, ibunya dan keluarga sedarah dalam garis ke atas, saudara laki-laki dan perempuan, paman dan bibinya, demikian pula oleh pengampuannya, dan akhirnya oleh Kejaksaan.
Setelah pengampuan itu dicabut, pembatalan perkawinan hanya boleh dituntut oleh suami atau istri yang telah ditaruh di bawah pengampuan itu, tetapi tuntutan ini pun tidak dapat diterima bila kedua suami istri telah tinggal bersama selama enam bulan, terhitung dari pencabutan pengampuan itu.
Pasal 89
Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur yang disyaratkan dalam Pasal 29, maka pembatalan perkawinan itu boleh dituntut, baik oleh orang yang belum cukup umur itu, maupun oleh Kejaksaan. Namun keabsahan perkawinan itu tidak dapat dibantah:
1° bila pada hari tuntutan akan pembatalan itu diajukan, salah seorang atau kedua suami istri telah mencapai umur yang disyaratkan;
2°. bila listri, kendati belum mencapai umur yang disyaratkan. telah hamil sebelum tuntutan diajukan.
Pasal 90
Semua perkawinan yang dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 30, 31, 32 dan 33, boleh dimintakan pembatalan, baik oleh suami istri itu sendiri, maupun oleh orang tua mereka atau keluarga sedarah mereka dalam garis ke atas, atau oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu, ataupun oleh Kejaksaan.
Pasal 91
Bila suatu perkawinan dilaksanakan tanpa izin bapak, ibu, kakek, nenek, wali atau wali pengawas, maka dalam hal izin harus diperoleh ataupun wali harus didengar menurut pasal-pasal 36, 37, 38, 39 dan 40, pembatalan perkawinan hanya boleh dituntut oleh orang yang harus diperoleh izinnya atau harus didengar menurut undang-undang.
Para keluarga sedarah yang izinnya disyaratkan tidak lagi boleh menuntut pembatalan perkawinan, bila secara diam-diam, atau perkawinan itu teiah berlangsung enam bulan tanpa bantahan apa pun dan mereka terhitung sejak saat mereka mengetahui perkawinan itu.
Mengenai perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, pengetahuan tentang berlangsungnya perkawinan itu tidak boleh dianggap ada, selama suami istri itu tetap Ialai untuk mendaftarkan akta pelaksanaan perkawinan sesuai dengan ketentuan Pasal 84.
Pasal 92
Perkawinan yang dilangsungkan tidak dihadapan Pegawai Catatan Sipil yang berwenang dan tanpa kehadiran sejumlah saksi yang disyaratkan, dapat dimintakan pembatalannya oleh suami istri itu, oleh bapak, ibu, dan keluarga sedarah lainnya dalam garis ke atas, dan juga oleh wali, wali pengawas, dan oleh siapa pun yang berkepentingan dalam hal itu, dan akhirnya oleh Kejaksaan.
Jika terjadi pelanggaran terhadap Pasal 76, sejauh mengenai keadaan saksi-saksi, maka perkawinan itu tidak mutlak harus batal; Hakimlah yang akan mengambil keputusan menurut keadaan.
Bila tampak jelas adanya hubungan selaku suami istri, dan dapat pula diperlihatkan akta perkawinan yang dibuat di hadapan Pegawal Catatan Sipil, maka suami istri itu tidak dapat diterima untuk minta pembatalan perkawinan mereka menurut pasal ini.
Pasal 93
Dalam segala hal di mana sesuai dengan pasal-pasal 85,90 dan 92 suatu tuntutan hukum pernyataan batal dapat dimulai oleh orang yang mempunyai kepentingan dalam ha! itu, yang demikian tidak dapat dilakukan oleh kerabat sedarah dalam garis ke samping oleh anak dari perkawinan lain, atau oleh orang-orang luar, selama suami istri itu kedua-duanya masih hidup, dan tuntutan boleh diajukan hanya bila mereka dalam hal itu telah memperoleh atau akan segera memperoleh kepentingan.
Pasal 94
Setelah perkawinan dibubarkan, Kejaksaan tidak boleh menuntut pembatalannya.
Pasal 95
Suatu perkawinan, walaupun telah dinyatakan batal, mempunyai segala akibat perdatanya, baik terhadap suami isteri, maupun terhadap anak-anak mereka, bila perkawinan itu dilangsungkan dengan itikad baik oleh kedua suami isteri itu.
Pasal 96
Bila itikad baik hanya ada pada salah seorang dan suami isteri, maka perkawinan itu hanya mempunyai akibat-akibat perdata yang menguntungkan pihak yang beritikad baik itu dan bagi anak-anak yang lahir dan perkawinan itu. Suami atau isteri yang beritikad buruk boleh dijatuhi hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga terhadap pihak yang lain.
Pasal 97
Dalam hal tersebut dalam dua pasal yang lalu, perkawinan itu berhenti mempunyai akibat-akibat perdata, terhitung sejak hari perkawinan itu dinyatakan batal.
Pasal 98
Batalnya suatu perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga, bila dia telah berbuat dengan itikad baik dengan suami istri itu.
Pasal 99
Tiada suatu perkawinan pun yang harus batal bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pasal-pasal 34,42,46,52, dan 75, atau, kecuali apa yang diatur dalam Pasal 77, bila perkawinan itu dilangsungkan tidak di muka umum dalam gedung tempat akta-akta Catatan Sipil dibuat. Dalam hal-hal itu berlakulah ketentuan Pasal 82 bagi Pegawai-pegawai Catatan Sipil.
Pasal 99a
Pembatalan suatu perkawinan oleh Pengadilan atas tuntutan Kejaksaan di Pengadilan tersebut harus didaftar dalam daftar perkawinan yang sedang berjalan oleh Pegawai Catatan Sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan, dengan cara yang sesuai dengan alinea pertama Pasal 64 Reglemen tentang Catatan Sipil untuk golongan Eropa atau alinea pertama Pasal 72 Reglemen yang sama untuk golongan Tionghoa. Tentang pendaftaran itu harus dibuat catatan pada margin akta perkawinan.
Bila perkawinan itu berlangsung di luar Indonesia, maka pendaftarannya dilakukan di Jakarta.

BAGIAN 7
Bukti Adanya Suatu Perkawinan
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa)
Pasal 100
Adanya suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan akta pelaksanaan perkawinan itu yang didaftarkan dalam daftar-daftar Catatan Sipil, kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal berikut.
Pasal 101
Bila ternyata bahwa daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah hilang, atau akta perkawinan itu tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian tentang cukup tidaknya bukti-bukti tentang adanya perkawinan diserahkan kepada Hakim, asalkan kelihatan jetas adanya hubungan selaku suami isteri.
Pasal 102
Keabsahan seorang anak yang tidak dapat memperlihatkan akta perkawinan orang tuanya yang sudah meninggal, tidak dapat dibantah, bila dia telah memperlihatkan kedudukannya sebagai anak sesuai dengan akta kelahirannya, dan orang tuanya telah hidup secara jelas sebagai suami-isteri.

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 103
Suami isteri wajib setia satu sama lain, saling menolong dan saling membantu.
Pasal 104
Suami isteri, dengan hanya melakukan perkawinan, telah saling mengikatkan diri untuk memelihara dan mendidik anak mereka.
Pasal 105
Setiap suami adalah menjadi kepala persatuan perkawinan. Sebagai kepala, ia wajib memberi bantuan kepada isterinya atau tampil untuknya di muka Hakim, dengan mengingat pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah ini. Dia harus mengurus harta kekayaan pribadi si isteri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya. Dia harus mengurus harta kekayaan itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik, dan karenanya bertanggung jawab atas segala kelalaian dalam pengurusan itu. Dia tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan tak bergerak isterinya tanpa persetujuan si isteri.
Pasal 106
Setiap isteri harus patuh kepada suaminya. Dia wajib tinggal serumah dengan suaminya dan mengikutinya, di mana pun dianggapnya perlu untuk bertempat tinggal.
Pasal 107
Setiap suami wajib menerima isterinya di rumah yang ditempatinya. Dia wajib melindungi isterinya, dan memberinya apa saja yang perlu, sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya.
Pasal 108
Seorang isteri, sekalipun ia kawin di luar harta bersama, atau dengan harta benda terpisah, tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan, menggadaikan, memperoleh apa pun, baik secara cuma-cuma maupun dengan beban, tanpa bantuan suami dalam akta atau izin tertulis. Sekalipun suami telah memberi kuasa kepada isterinya untuk membuat akta atau perjanjian tertentu, si isteri tidaklah berwenang untuk menerima pembayaran apa pun, atau memberi pembebasan untuk itu tanpa izin tegas dari suami.
Pasal 109
Mengenai perbuatan atau perjanjian, yang dibuat oleh seorang isteri karena apa saja yang menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa dan sehari-hari, juga mengenai perjanjian perburuhan yang diadakan olehnya sebagai majikan untuk keperluan rumah tangga, undang-undang menganggap bahwa ia telah mendapat persetujuan dan suaminya.
Pasal 110
Isteri tidak boleh tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya, meskipun dia kawin tidak dengan harta bersama, atau dengan harta terpisah, atau meskipun dia secara mandiri menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal 111
Bantuan suami tidak diperlukan: 1°. bila si isteri dituntut dalam perkara pidana; 2°. dalam perkara perceraian, pisah meja dan ranjang, atau pemisahan harta.
Pasal 112
Bila suami menolak memberi kuasa kepada isterinya untuk membuat akta, atau menolak tampil di Pengadilan, maka si isteri boleh memohon kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggi mereka bersama supaya dikuasakan untuk itu.
Pasal 113
Seorang isteri yang atas usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan dengan izin suaminya, secara tegas atau secara diam-diam, boleh mengadakan perjanjian apa pun yang berkenaan dengan usaha itu tanpa bantuan suaminya. Bila ia kawin dengan suaminya dengan penggabungan harta, maka si suami juga terikat pada perjanjian itu. Bila si suami menarik kembali izinnya, dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu.
Pasal 114
Bila si suami, karena sedang tidak ada atau karena alasan-alasan lain, terhalang untuk membantu isterinya atau memberinya kuasa, atau bila ia mempunyai kepentingan yang berlawanan, maka Pengadilan Negeri di tempat tinggal suami isteri itu boleh memberikan wewenang kepada si isteri untuk tampil di muka Pengadilan, mengadakan perjanjian, melakukan pengurusan, dan membuat akta-akta lain.
Pasal 115
Pemberian kuasa umum, pun jika dicantumkan pada perjanjian perkawinan, berlaku tidak lebih daripada yang berkenaan dengan pengurusan harta kekayaan si isteri itu sendiri.
Pasal 116
Batalnya suatu perbuatan berdasarkan tidak adanya kuasa, hanya dapat dituntut oleh si isteri, suaminya atau oleh para ahli waris mereka.
Pasal 117
Bila seorang isteri, setelah pembubaran perkawinan melaksanakan perjanjian atau akta, seluruhnya atau sebagian, yang telah dia adakan tanpa kuasa yang disyaratkan, maka dia tidak berwenang untuk meminta pembatalan perjanjian atau akta itu.
Pasal 118
Isteri dapat membuat wasiat tanpa izin suami.

BAB VI

HARTA BERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG DAN PENGURUSANNYA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

BAGIAN 1
Harta Bersama Menurut Undang-Undang

Pasal 119
Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antarà suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri.
Pasal 120
Berkenaan dengan soal keuntungan, maka harta bersama itu meliputi barang-barang bergerak dan barangbarang tak bergerak suami isteri itu, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, juga barang-barang yang mereka peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal terakhir ini yang mewariskan atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya dengan tegas.
Pasal 121
Berkenaan dengan beban-beban, maka harta bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masmg suami isteri, baik sebelum perkawinan mupun setelah perkawinan maupun selama perkawinan.
Pasal 122
Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian yang diperoleh selama perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian harta bersama itu.
Pasal 123
Semua utang kematian, yang terjadi setelah seorang meninggal dunia, hanya menjadi beban para ahli waris dan yang meninggal itu.

BAGIAN 2
Pengurusan Harta Bersama
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa)

Pasal 124
Hanya suami saja yang boleh mengurus harta bersama itu. Dia boleh menjualnya, memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan isterinya, kecuali dalam hal yang diatur dalam Pasal 140. Dia tidak boleh memberikan harta bersama sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup, baik barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya atau suatu bagian atau jumlah yang tertentu dan barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir dan perkawinan mereka, untuk memberi suatu kedudukan. Bahkan dia tidak boleh menetapkan ketentuan dengan cara hibah mengenai sesuatu barang yang khusus, bila dia memperuntukkan untuk dirinya hak pakai hasil dari barang itu.
Pasal 125
Bila si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan tidak mungkin untuk menyatakan kehendaknya, sedangkan hal ini dibutuhkan segera, maka si isteri boleh mengikatkan atau memindahtangankan barang-barang dan harta bersama itu, setelah dikuasakan untuk itu oleh Pengadilan Negeri.

BAGIAN 3
Pembubaran Gabungan Harta Bersama dan Hak untuk Melepaskan Diri Padanya
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa)

Pasal 126
Harta bersama bubar demi hukum: 1°. karena kematian; 2°. karena perkawinan atas izin hakim setelah suami atau isteri tidak ada; 3°. karena perceraian; 4°. karena pisah meja dan ranjang; 5°. karena pemisahan harta. Akibat-akibat khusus dan pembubaran dalam hal-hal tersebut pada nomor 2°, 3°, 4°, dan 5°pasal ini, diatur dalam bab-bab yang membicarakan soal ini.
Pasal 127
Setelah salah seorang dan suami isteri meninggal, maka bila ada meninggalkan anak yang masih di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan pendaftaran harta benda yang merupakan harta bersama dalam waktu empat bulan. Pendaftaran harta bersama itu boleh dilakukan di bawah tangan, tetapi harus dihadiri oleh wali pengawas. Bila pendaftaran harta bersama itu tidak diadakan, gabungan harta bersama berlangsung terus untuk keuntungan si anak yang masih di bawah umur dan sekali-kali tidak boleh merugikannya.
Pasal 128
Setelah bubarnya harta bersama,. kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu. Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta penginggalan, berlaku terhadap pembagian harta bersama menurut undang-undang.
Pasal 129
Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata pencaharian salah seorang dari suami isteri itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhirnya surat-surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal usul keturunan salah seorang dari suami isteri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli.
Pasal 130
Setelah pembubaran harta bersama, suami boleh ditagih atas utang dan harta bersama seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk minta penggantian setengah dan utang itu kepada isterinya atau kepada para ahli waris si isteri.
Pasal 131
Suami atau isteri, setelah pemisahan dan pembagian seluruh harta bersama, tidak boleh dituntut oleh para kreditur untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak lain dari suami atau isteri itu sebelum perkawinan, dan utang-utang itu tetap menjadi tanggungan suami atau isteri yang telah membuatnya atau para ahil warisnya; hal ini tidak mengurangi hak pihak yang satu untuk minta ganti rugi kepada pihak yang lain atau ahli warisnya.
Pasal 132
Isteri berhak melepaskan haknya atas harta bersama; segala perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini batal; sekali melepaskan haknya, dia tidak boleh menuntut kembali apa pun dari harta bersama, kecuali kain seprai dan pakaian pribadinya. Dengan pelepasan ini dia dibebaskan dan kewajiban untuk ikut membayar utang-utang harta bersama. Tanpa mengurangi hak para kreditur atas harta bersama, si isteri tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari pihaknya telah jatuh ke dalam harta bersama; hal ini tidak mengurangi haknya untuk minta penggantian seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya.
Pasal 133
Isteri yang hendak menggunakan hak tersebut dalam pasal yang lalu, wajib untuk menyampaikan akta pelepasan, dalam waktu satu bulan setelah pembubaran harta bersama itu, kepada paniteria Pengadilan Negeri di tempat tinggal bersama yang terakhir, dengan ancaman akan kehilangan hak itu (bila lalai). Bila gabungan itu bubar akibat kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan berlaku sejak si isteri mengetahui kematian itu.
Pasal 134
Bila dalam jangka waktu tersebut di atas isteri meninggal dunia, sebelum menyampaikan akta pelepasan. para ahli warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta bersama itu dalam waktu satu bulan setelah kematian itu, atau setelah mereka mengetahui kematian itu, dan dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak isteri untuk menuntut kembali kain seprai dan pakaiannya dan harta bersama itu, tidak dapat diperjuangkan oleh para ahli wanisnya.
Pasal 135
Bila para ahli waris tidak sepakat dalam tindakan, sehingga sebagian menerima dan yang lain melepaskan diri dari harta bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat memperoleh lebih dari bagian warisan yang menjadi haknya atas barang-barang yang sedianya menjadi bagian isteri itu seandainya terjadi pemisahan harta. Sisanya dibiarkan tetap pada si suami, atau para ahli warisnya, yang sebaliknya berkewajiban terhadap ahli waris yang melakukan pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan dituntut oleh si isteri dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar bagian warisan yang menjadi hak ahli waris yang melakukan pelepasan.
Pasal 136
Isteri yang telah menarik pada dirinya tidak berhak melepaskan diri dari harta bersama itu. Tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan, tidak membawa akibat seperti itu.
Pasal 137
Isteri yang telah menghilangkan atau menggelapkan barang-barang dan harta bersama, tetap berada dalam penggabungan meskipun telah melepaskan dirinya; hal yang sama berlaku bagi para ahli warisnya.
Pasal 138
Dalam hal gabungan harta bersama berakhir karena kematian si isteri para ahli warisnya dapat melepaskan diri dari harta bersama itu, dalam waktu dan dengan cara seperti yang diatur mengenai si isteri sendiri.

BAB VII

PERJANJIAN KAWIN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

BAGIAN 1
Perjanjian Kawin pada Umumnya

Pasal 139
Para calon suami isteri dengan peranjian kawin dapat menyimpang dan peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut.
Pasal 140
Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan sebagai bapak, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang dibenikan kepada yang masih hidup paling lama. Demikian pula perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami sebagai kepala persatuan suami isteri; namun hal ini tidak mengurangi wewenang isteri untuk mensyaratkañ bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi, baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak di samping penikmatan penghasilannya pnbadi secara bebas. Mereka juga berhak untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada golongan harta bersama, barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku besar pinjaman-pinjaman negara, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh atas nama isteri, atau yang selama perkawinan dan pihak isteri jatuh ke dalam harta bersama, tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani oleh suaminya tanpa persetujuan si isteri.
Pasal 141
Para calon suami isteri, dengan mengadakan perjanjian perkawinan, tidak boleh melepaskan hak yang diberikan oleh undang-undang kepada mereka atas wanisan keturunan mereka, pun tidak boleh mengatur warisan itu.
Pasal 142
Mereka tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar dalam utang-utang daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.
Pasal 143
Mereka tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lalu, bahwa ikatan perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang, kitab undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan, undangundang, kitab undang-undang atau peraturan daerah, yang pemah berlaku di Indonesia.
Pasal 144
Tidak adanya gabungan harta bersama tidak berarti tidak adanya keuntungan dan kerugian bersama, kecuali jika hal mi ditiadakan secara tegas. Penggabungan keuntungan dan kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini.
Pasal 145
Juga dalam hal tidak digunakannya atau dibatasinya gabungan harta bersama, boleh ditetapkan dalani jumlah yang harus disumbangkan oleh si isteri setiap tahun dan hartanya untuk biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak.
Pasal 146
Bila tidak ada perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil dan pendapatan dan harta isteri masuk penguasaan suami.
Pasal 147
Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian. Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan, tidak boleh ditentukan saat lain untuk itu.
Pasal 148
Perubahan-perubahan dalam hal itu, yang sedianya boleh diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan, tidak dapat diadakan selain dengan akta, dalarn bentuk yang sama seperi akta perjanjian yang dulu dibuat. Lagi pula tiada perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa kehadiran dan izin orang-orang yang telah menghadiri dan dan menyetujui perjanjian kawin itu.
Pasal 149
Setelah perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak boleh diubah dengan cara apa pun.
Pasal 150
Jika tidak ada gabungan harta bersama, maka masuknya barang-barang bergerak, terkecuali surat-surat pendaftaran pinjaman-pinjaman negara dan efek-efek dan surat-surat piutang atas nama, tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan cara mencantunikannya dalam perjanjian kawin, atau dengan pertelaan yang ditandatangi oleh notaris dan pihak-pihak yang bersangkutan, dan dilekatkan pada surat ash perjanjian kawin, yang didalamnya hal itu harus tercantum.
Pasal 151
Anak di bawah umur yang memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perkawinan, juga cakap untuk memberi persetujuan atas segala peranjian yang boleh ada dalam perjanjian kawin, asalkan dalam pembuatan perjanjian itu, anak yang masih dibawah umur itu dibantu oleh orang yang persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan. Bila perkawinan itu harus berlangsung dengan izin tersebut dalam Pasal 38 dan Pasal 41, maka rencana perjanjian kawm itu harus dilampirkan pada permohonan izin itu, agar tentang hal itu dapat sekalian diambil ketetapan.
Pasal 152
Ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang menyimpang dan harta bersarna menurut undang-undang, seluruhnya atau sebagian, tidak akan benlaku bagi pihak ketiga sebelum han pendaftaran ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang harus diselenggarakan di kepaniteraan pada Pengadilan Negeni, yang di daerah hukumnya perkawinan itu dilangsungkan. atau kepaniteraan di mana akta perkawinan itu didaf tarkan, jika perkawinan berlangsung di luar negeri.
Pasal 153
Segala ketentuan mengenai gabungan harta bersama selalu benlaku selama tidak ada penyimpangan daripadanya, baik yang dibuat secara tertulis, maupun secara tersirat, dalam perjanjian kawin. Bagaimanapun sifat dan cara gabungan harta bersama diperjanjikan, isteri atau para ahli warisnya berhak untuk melepaskan din daripadanya, dengan cara dan dalam hal-hal seperti yang diatur dalam bab yang lalu.
Pasal 154
Perjanjian kawin, demikian pula hibah-hibah yang berkenaan dengan perkawinan, tidak berlaku bila tidak diikuti oleh perkawinan.

BAGIAN 2
Gabungan Keuntungan dan Kerugian dan Gabungan Hasil dari Pendapatan
(Tidak Berlaku Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa)

Pasal 155
Bila para calon suami isteri hanya memperjanjikan, bahwa harus ada gabungan keuntungan dan kerugian, maka persyaratan mi menutup jalan untuk mengadakan gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut undang-undang dan segala keuntungan yang diperoleh suami isteri selama perkawinan harus dibagi antara mereka, sedangkan segala kerugian harus dipikul bersama, bila gabungan harta bersama bubar.
Pasal 156
Masing-masmg dan suami isteri mendapat separuh keuntungan dan memikul separuh kerugian, bila mengenai hal itu dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain.
Pasal 157
Yang dianggap sebagai keuntungan pada harta bersama suami isteri ialah bertambahnya harta kekayaan mereka, berdua, yang selama perkawinan timbul dan hasil harta kekayaan mereka dan pendapatan masing-masing, dan usaha dan kerajinan masing-masing dan dan penabungan pendapatan yang tidak dihabiskan, yang dianggap sebagai kerugian ialah berkurangnya harta benda itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dan pendapatan.
Pasal 158
Apa saja yang diperoleh seorang suami atau isten selama perkawinan dan warisan, wasiat atau hibah, entah berasal dan keluarga entah dan orang lain, tidak termasuk keuntungan, dengan tidak mengurangi ketentutan Pasal 167.
Pasal 159
Barang-barang tetap dan efek-efek yang dibeli selama perkawinan, atas nama siapa pun juga dianggap sebagai keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya.
Pasal 160
Naik atau turunnya harga barang salah seorang dan suami isteri itu, tidak dihitung sebagai keuntungan atau kerugian bersama.
Pasal 161
Perbaikan barang-barang tetap, yang terjadi karena pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur, penanganan oleh tukang kayu atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai keuntungan bersama, melainkan hanya menguntungkan pemiik barang-barang itu.
Pasal 162
Kerusakan atau pengurangan karena kebakaran, kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya, tidak termasuk kerugian bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang rusak atau berkurang itu.
Pasal 163
Semua utang kedua suami isteri itu bersama-sama, yang dibuat selama perkawinan, harus dihitung sebagai kerugian bersama. Apa yang dirampas akibat kejahatan salah seorang dan suami isteri itu, tidak termasuk kerugian bersama itu.
Pasal 164
Perjanjian, bahwa antara suami isteri hanya akan ada gabungan penghasilan dan pendapatan saja, mengandung arti secara diam-diam bahwa tiada gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut undangundang dan tiada pula gabungan keuntungan dan kerugian.
Pasal 165
Barang-barang bergerak kepunyaan masing-masing suami isteri sewaktu melakukan perkawinan, harus dinyatakan dengan tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam surat pertelaan yang ditandatangani oleh Notaris dan para pihak yang berjanji, dan dilekatkan pada akta asli perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum hal itu, baik jika gabungan keuntungan dan kerugian saja yang dipersyaratkan, maupun jika dipersyaratkan gabungan penghasilan dan pendapatan seperti yang diuraikan dalam Pasal 155 dan Pasal 164; tanpa bukti ini barang-barang bergerak itu dianggap sebagai keuntungan.
Pasal 166
Adanya barang-barang bergerak yang diperoleh masing-masing pihak dan suami isteri dengan pewarisan, hibah wasiat atau hibah biasa selama perkawinan harus diperlthatkan dengan surat pertelaan. Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si suami selama perkawinan atau bila tidak ada surat yang memperlihatkan apa saja barang-barang itu dan berapa harga masing-masing, istri itu atau para ahli warisnya berwenang untuk membuktikan adanya dan harga barang-barang itu dengan saksi-saksi, dan jika perlu, dengan menunjukkan bahwa umum mengetahuinya.
Pasal 167
Yang termasuk penghasilan dan pendapatan ialah segala hibah wasiat atau hibah penerimaan uang tahunan, bulanan, mingguan dan sebagainya seperti juga cagak hidup, dan dengan demikian tercakup kedua jenis golongan yang dibicarakan dalam bagian ini.
BAGIAN 3
Hibah-Hibah Antara Kedua Calon Suami Isteri
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 168
Dalam mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami isteri, secara timbal balik atau secara sepihak, boleh memberikan hibah yang menurut pertimbangan mereka pantas diberikan, tanpa mengurangi pemotongan hibah itu sejauh penghibahan itu kiranya akan merugikan mereka yang berhak atas suatu bagian menurut undang-undang.
Pasal 169
Hibah-hibah itu dapat berkenaan dengan banang-barang yang telah ada seperti yang dirinci dalam akta hibahnya, dapat pula dengan seluruh atau sebagian harta wanisan si penghibah.
Pasal 170
Pemberian hibah-hibah demikian itu berlaku biar pun disambut tanpa pernyataan setuju secara tegas oleh pihak yang diberi hibah.
Pasal 171
Hibah-hibah itu dapat diberikan dengan persyaratanpersyaratan, yang pelaksanaannya tergantung pada kehendak si penghibah.
Pasal 172
Hibah yang terdiri dan barang-barang yang telah ada dan tertentu tidak dapat ditarik kembali, kecuali jika tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan Hibah itu.
Pasal 173
Hibah yang mencakup seluruh atau sebagian warisan si penghibah tidak dapat ditarik kembali, dengan pengertian, bahwa dia tidak lagi menguasai barang-barang yang termasuk dalam hibah itu, kecuali uang dalam jumlah-jumlah kecil untuk upah, atau untuk soal-soal lain menurut pertimbangan hakim. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi, hibah-hibah itu dapat ditank kembali.
Pasal 174
Hibah yang terdirii dari barang-barang yang telah ada dan terinci secara tertentu, dan diberikan antara suami isteri dalam perjanjian kawin, tak dapat diangap diberikan dengan syarat, bahwa penerimaan hibah harus hidup lebih lama danipada pemberinya, kecuali bila syarat yang dibuat secara tegas dalam perjanjian.
Pasal 175
Tiada hibah seluruh atau sebagian dan warisan si penghibah, yang diberikan dalam perjanjian kawin, baik yang diberikan oleh yang seorang dan suami isteri kepada yang lain, maupun yang diberikan secara timbal balik, akan beralih kepada anak-anak yang lahir dan perkawinan mereka, bila yang diberi hibah meninggal sebelum si penghibah.

BAGIAN 4
Hibah-Hibah yang Diberikan Kepada Kedua Calon Suami Isteri atau Kepada Anak-anak dan Perkawinan Mereka
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 176
Baik dalam penjanjian kawin, maupun dengan akta Notaris tersendiri, yang dibuat sebelum pelaksanaan perkawinan, pihak ketiga boleh memberikan hibah, yang menurut pendapat mereka pantas diberikan kepada kedua calon suami isteri atau kepada salah seorang dan mereka, dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk mengurangi hibah itu bila dengan hibah itu orang yang mempunyai hak atas suatu bagian menurut undang-undang dirugikan.
Pasal 177
Bila hibah-hibah itu dibenkan dalam perjanjian kawin, maka untuk berlakunya secara sah tidak perlu ada persetujuan tegas dan yang diberi hibah; sebaliknya bila hibah itu diberikan dengan akta tersendiri, maka hal itu tidak mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan tegas untuk menerima.
Pasal 178
Suatu hibah yang terdiri dan seluruh atau sebagian warisan si penghibah, meskipun diberikan hanya untuk kedua suami isteni atau untuk salah seorang dan mereka, selalu dianggap diberikan untuk anak-anak dan keturunan mereka, bila si penghibah hidup lebih lama daripada yang diberi hibah, dan bila dalam akta tidak ditentukan lain. Hibah seperti itu hapus, bila si penghibah hidup lebih lama daripada anak-anak dan keturunan mereka selanjutnya yang diberi hibah.
Pasal 179
Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 169, 171, 172, dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang dibicarakan dalam bagian ini.

BAB VIII

GABUNGAN HARTA BERSAMA ATAU PERJANJIAN KAWIN PADA PERKAWINAN KEDUA ATAU SELANJUTNYA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 180
Juga dalam perkawinan kedua dan berikutnya,menurut hukum ada gabungan harta benda menyeluruh antara suami isteri, bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain.
Pasal 181
Akan tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan dan perkawinan yang sebelumnya, suami atau isteri yang baru, oleh percampuran harta dan utang-utang pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada jumlah bagian terkecil yang diperoleh seorang anak atau bila anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh turunannya dalam penggantian ahli waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan ini sekali-kali tidak boleh melebihi seperempat bagian dan harta benda suami atau isteri yang kawin lagi itu. Anak-anak dan perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu terbukanya warisan dan suami atau isteni yang kawm lagi berhak menuntut pemotongan atau pengurangan; dan apa yang melebihi bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam warisan itu.
Pasal 182
Suami atau isteri, yang mempunyai anak-anak dan perkawinan yang terdahulu dan melakukan perkawinan berikutnya, tidak boleh menyediakan kepada suami atau isteri yang baru, dengan perjanjian kawin itu, keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal sebelum ini.
Pasal 183
Suami isteri tidak diperkenankan dengan cara yang berliku-liku saling memberi hibah lebih daripada yang diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas. Semua hibah yang diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang perantara, adalah batal.
Pasal 184
Yang dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara ialah hibah yang diberikan oleh seorang suami atau isteri kepada semua anak atau salah seorang anak dan perkawinan terdahulu isteri atau suaminya, demikian pula hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan pada waktu penghibahan diperkirakan akan menjadi warisan isteri atau suami penghibah itu, meskipun suami atau isteri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama dan penerima hibah.
Pasal 184a
Pasal-pasal 181-184, dalam hal suami isteri yang kawin kembali satu sama lain, tidak berlaku bagi anakanak atau keturunan dan perkawinan mereka yang terdahulu.
Pasal 185
Juga jika ada anak-anak dan perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian harus dibagi rata antara suami isteri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan atau diubah oleh perjanjian kawin.
BAB IX

PEMISAHAN HARTA BENDA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 186
Selama perkawinan, si isteri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta benda kepada Hakim, tetapi hanya dalam hal-hal:

1º. bila suami, dengan kelakuan buruk memboroskan barang-barang dan gabungan harta bersama, dan membiarkan rumah tangga terancam bahaya kehancuran.

2°. bila karena kekacaubalauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan untuk harta perkawinan isteri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak isteri akan hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam pengurusan harta perkawinan si isteri, harta itu berada dalam keadaan bahaya. Pemisahan harta benda yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama adalah batal.
Pasal 187
Tuntutan akan pemisahan harta benda harus diumumkan secara terbuka.
Pasal 188
Orang yang berpiutang kepada si suami dapat ikut campur dalam penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta benda itu.
Pasal 189
Putusan Hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta benda itu, sebelum pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta benda itu, dalam hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan diajukan.
Pasal 190
Selama penyidangan, isteri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin Hakim, untuk menjaga agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan si suami.
Pasal 191
Keputusan di mana pemisahan harta benda diizinkan, hapus menurut ukum, bila hal itu tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti yang ternyata dan akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si isteri tidak mengajukan tuntutan untuk pelaksanaannya kepada Hakim dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur .
Pasal 192
Para kreditur si suami yang tidak turut campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka dengan adanya pelaksanaan itu, secara sengaja dirugikan.
Pasal 193
Meskipun ada pemisahan harta benda, si isteri wajib memberi sokongan untuk biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si suami, menurut perbandingan antara harta si isteri dan harta si suami. Bila si suami ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si isteri saja.
Pasal 194
Isteri yang berpisah harta benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya, dan meskipun ada ketentuan-ketentuan Pasal 108, dia dapat memperoleh izin umum dan hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya.
Pasal 195
Suami tidak bertanggung jawab kepada isterinya, bila si isteri setelah berpisah harta bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang diperolehnya dan Hakim, kecuali bila si suami ikut membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami.
Pasal 196
Gabungan harta benda yang tetah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua suami isteri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta otentik.
Pasal 197
Bila gabungan harta bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si isteri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu. Segala perjanjian yang oleh suami isteri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan harta bersama itu dengan syarat-syarat yang semula, adalah batal.
Pasal 198
Suami isteri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu secara terbuka. Selama pengumuman seperti itu seperti itu belum dilaksanakan, suami isteri itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan gabungan harta bersama itu dengan pihak-pihak ketiga.
BAB X

PEMBUBARAN PERKAWINAN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN 1
Pembubaran Perkawinan pada Umumnya

Pasal 199
Perkawinan bubar:

1°. oleh kematian;

2°. oleh tidak hadirnya si suami atau si isteri selama sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan baru isteri atau suaminya. sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab 18;

3°. oleh keputusan Hakim setelah pisah meja dan ranjang dan pendaftaran Catatan Sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini;

4°. oleh perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 3 bab ini.

BAGIAN 2

Pembubaran Perkawinan Setelah Pisah Meja dan Ranjang
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 200
Bila suami isteri pisah meja dan ranjang, baik karena salah satu alasan dan alasan-alasan yang tercantum dalam pasal 233, maupun atas permohonan kedua belah pihak, dan perpisahan itu tetap berlangsung selama lima tahun penuh tanpa perdamaian antara kedua belah pihak. maka mereka masing-masing bebas untuk menghadapkan pihak lam ke pengadilan, dan menuntut agar perkawinan mereka dibubarkan.
Pasal 201
Tuntutan itu harus segera ditolak, bila pihak tergugat, setelah tiga kali dan bulan ke bulan dipanggil ke Pengadilan tidak muncul-muncul, atau datang dengan mengadakan perlawanan terhadap tuntutan itu, atau menyatakan bersedia untuk berdamai dengan pihak lawan.
Pasal 202
Bila pihak tergugat menyetujui tuntutan, Pengadilan Negeri harus memerintahkan, agar suami isteri itu secara pribadi bersama-sama menghadap seorang atau lebih hakim anggota, yang akan berusaha mendamaikan mereka. Bila usaha itu tidak berhasil, Hakim harus memerintahkan untuk kembali lagi, paling cepat tiga bulan dan paling lambat enam bulan setelah pertama kali menghadap. Bila ada alasan yang sah untuk tidak menghadap maka anggota atau para anggota yang ditunjuk itu harus pergi ke rumah suami isteri itu. Bila salah seorang dari suami isteri, atau kedua-duanya, bertempat tinggal di luar daerah hukum Pengadilan Negeri yang kepadanya permohonan diajukan, maka Pengadilan Negeri itu boleh meminta Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya kedua suami isteri itu bertempat tinggal untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam tiga alinea terdahulu. Pengadilan Negeri ini akan membuat berita acara tentang tindakan-tindakan yang dilakukannya dan segera mengirimkannya kepada Pengadilan Negeri tersebut pertama. Bila salah seorang dan suami isteri, atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar Indonesia, Pengadilan Negeri boleh meminta kepada seorang pejabat Pengadilan di negara tempat mereka berdiam, untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam alinea satu dan dua, atau memerintahkannya kepada Pegawai Perwakilan Indonesia di tempat tinggal suami isteri itu. Berita Acara mengenai hal itu dikirimkan kepada Pengadilan Negeri itu.
Pasal 203
Bila pertemuan yang kedua ternyata tidak berhasil juga, maka setelah mendengar penuntut umum, Pengadilan Negeri harus mengambil keputusan dan menerima tuntutan itu, jika segala persyaratan acara telah dipenuhi seperti yang dikemukakan di atas. Namun demikian, setelah mengadakan pemeriksaan Pengadilan Negeri bebas untuk menangguhkan putusan selama enam bulan, bila ternyata baginya masih ada kemungkinan untuk berdamai.
Pasal 204
Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini boleh dimintakan banding kepada Hakim yang lebih tinggi selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan.
Pasal 205
Perkawinan itu dibubarkan oleh putusan tersebut dan pendaftarannya dalam daftar-daftar Catatan Sipil. Pendaftarannya harus dilakukan dengan cara, dalam jangka waktu dan dengan ancaman hukuman seperti yang ditentukan dalam Pasal 221 tentang perceraian.
Pasal 206
Pembubaran perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat yang diatur dalam Pasal 222 sampai dengan Pasal 228 dan Pasal 231 yang berdasarkan Pasal 246 juga berlaku terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga tidak mengurangi syarat-syarat, yang berdasarkan permufakatan berkenaan dengan pasal 237, telah ditetapkan oleh suami isteri itu, baik terhadap diri mereka maupun terhadap pemeliharaan dan pendidikan anak-anak. Pada waktu memutuskan pisah meja dan ranjang itu, Hakim mengangkat salah seorang dan antara orangtua yang telah melakukan kekuasaan orang tua sebagai wali. Atas permohonan kedua orangtua atau salah seorang dan mereka, Pengadilan Negeri berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pembubaran perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang pasti, boleh mengubah penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea yang lalu, dan persyaratan-persyaratan terhadap anak-anak seperti yang termaksud dalam alinea pertama, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orangtua, wali pengawasnya dan keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak yang masih dibawah umur. Boleh dinyatakan, bahwa penetapan ini dapat segera dilaksanakan, meskipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan. Pemeriksaan terhadap orangtua dan wali pengawas yang bertempat tinggal di luar daerah hukum Pengadilan Negeri itu, boleh dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, yang akan menyampaikan berita acara tentang hal itu kepada Pengadilan Negeri tersebut pertama. Pemanggilan para orangtua dan wali pengawas dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Mereka dapat mewakilkan diri dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 334. Salah satu dari kedua orangtua yang tidak mengajukan permohonan dan yang tidak menghadap atas panggilan boleh mengadakan perlawanan dalam waktu tiga puluh han setelah suatu penetapan atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaan penetapan itu, disampaikan kepada orangtua itu sendiri, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa dia telah mengerti tentang penetapan itu atau tentang pelaksanaannya yang dimulai. Orangtua yang permohonannya telah ditolak, dan orangtua yang kendati melakukan perlawanan telah dinyatakan salah, demikian pula yang perlawanannya telah ditolak, boleh mohon banding dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. Bila anak yang belum dewasa belum benar-benar berada dalam kekuasaan orang yang berdasarkan salah satu ketentuan pasal ini ditugaskan menjadi wali, maka dalam putusan itu atau dalam penetapan harus diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h berlaku terhadap hal ini.
Pasal 206a
Dalam kenyataan pemutusan atau pada pengubahan seperti yang dimaksud dalam alinea ketiga Pasal 206b, bila ada ketakutan yang beralasan, jangan-jangan orangtua yang tidak diserahi tugas perwalian tidak akan memberi cukup bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan anakanak yang belum dewasa, Pengadilan Negeri dapat pula memberi perintah tersebut dalam Pasal 230b, dengan cara dan dengan akibat-akibat seperti yang yang ditentukan dalam pasal itu. Dalam hal tidak ada perintah ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran itu kepada pengadilan, setelah penetapan pembubaran perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar Catatan Sipil.
Pasal 206b
Ketentuan Pasal 232a berlaku juga bagi orang-orang yang kawin kembali satu sama lain, setelah perkawinan mereka yang dahulu dibubarkan sesuai dengan pasal-pasal sebelum ini.

BAGIAN 3

Perceraian Perkawinan
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 207
Gugatan perceraian perkawinan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya si suami mempunyai tempat tinggal pokok, pada waktu memajukan permohonan termaksud dalam Pasal 831 Reglemen Acara Perdata atau tempat tinggal yang sebenarnya bila tidak mempunyai tempat tinggal pokok. Jika pada waktu mengajukan surat permohonan tersebut di atas si suami tidak mempunyai tempat tinggal pokok atau tempat tinggal yang sesungguhnya di Indonesia, maka gugatan itu hams diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat kediaman si isteri yang sebenarnya.
Pasal 208
Perceraian perkawman sekali-kali tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama.
Pasal 209
Dasar-dasar yang dapat berakibat perceraian perkawinan hanya sebagai berikut:
1°. zina;
2°. meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk;

3°. dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkan perkawinan;

4°. pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dan suami isteri itu terhadap yang lainnya sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa, atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya.
Pasal 210
Bila salah seorang dan suami isteri itu dengan keputusan Hakim dikenakan hukuman karena telah berzina, maka untuk mendapatkan perceraian perkawinan, cukuplah salinan surat putusan itu disampaikan kepada Pengadilan Negeri dengan surat keterangan, bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Ketentuan ini berlaku juga, bila perceraian perkawinan ini dituntut karena si suami atau si isteri dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat.
Pasal 211
Dalam hal perbuatan meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, demikian pula dalam hal perubahan tempat tinggal pokok atau tempat tinggal sebenarnya, yang terjadi setelah timbulnya sebab perceraian perkawinan, tuntutan perceraian perkawinan itu boleh juga diajukan kepada Pengadilan di tempat tinggal bersama yang terakhir. Tuntutan akan perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk hanya dapat dikabulkan, bila yang meninggalkan tempat tinggal bersama tanpa alasan sah, tetap menolak untuk kembali kepada suami atau isterinya. Tuntutan itu tidak boleh dimulai sebelum lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau isteri itu meniitggalkan tempat tinggal bersama mereka. Bila kepergian itu mempunyai alasan yang sah, jangka waktu lima tahun itu akan dihitung sejak berakhirnya alasan itu.
Pasal 212
Isteri itu, baik sebagai penggugat untuk perceraian maupun sebagai tergugat, dengan izin Hakim boleh meninggalkan rumah suaminya selama berlangsungnya persidangan. Pengadilan Negeri akan menunjuk rumah di mana isteri itu harus tinggal.
Pasal 213
Isteri itu tidak berhak untuk menuntut tunjangan nafkah, yang setelah ditentukan Hakim harus dibayar oleh si suami kepada isterinya selama berlangsungnya perkara itu. Bila isteri itu, tanpa izin Hakim, meninggalkan tempat tinggal yang ditunjuk baginya, maka tergantung pada keadaan, dia boleh diberi hak lagi untuk menuntut tunjangan, bahkan bila dia adalah penggugat, dia dapat dinyatakan tidak dapat diterima untuk melanjutkan tuntutan hukumnya.
Pasal 214
Pengadilan Negeri, selama persidangan masih berjalan, bebas untuk mencabut pelaksanaan kekuasaan orangtua untuk sementara seluruhnya atau sebagaian, dan sejauh dianggap perlu, memberikan wewenang-wewenang yang demikian atas din dan barang-barang anak-anak kepada pihak lain antara orangtua itu, atau kepada orang yang ditunjuk Pengadilan Negeri, atau kepada dewan perwalian. Terhadap penetapan-penetapan mi tidak diperkenankan memohon banding. Penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai putusan yang menolak gugatan perceraian mernperoleh kekuatan hukum yang pasti; dalam hal gugatan diterima, penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai satu bulan berlalu, setelah penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk mengatur soal perwalian memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan sesuai dengan alinea pertama, berlaku alinea ketujuh dan kedelapan Pasal 319f.
Pasal 215
Hak-hak si suami mengenai pengurusan harta si isten tidak terhenti selama perkara berjalan, hal ini tidak mengurangi wewenang si isteri untuk melindungi haknya, dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang ditunjukkan dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata. Semua akta si suami yang sengaja mengurangi hak-hak si isteri adalah batal.
Pasal 216
Hak untuk menuntut perceraian perkawinan gugur jika terjadi perdamaian suami isteri, entah perdamaian itu terjadi setelah si suami atau si isteri mengetahui perbuatan-perbuatan yang sedianya boleh dipakai sebagai alasan untuk menggugat, entah setelah gugatan untuk perceraian dilakukan. Undang-undang menganggap telah ada perdamaian, bila si suami dan si isteri tinggal bersama lagi setelah isteri dengan izin Hakim meninggalkan runiah kediaman mereka bersama.
Pasal 217
Suami atau isteri, yang mengajukan gugatan baru atas dasar suatu sebab baru yang timbul setelah perdamaian, boleh mepergunakan alasan-alasan yang lama untuk mendukung gugatannya.
Pasal 218
Gugatan untuk perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, gugur bila suami atau isteri, sebelum diputuskan perceraian, kembali ke rumah kediaman bersama. Namun bila setelah sebab yang sah, pihak lain oleh memulai gugatan baru untuk perceraian perkawinan enam bulan setelah kepergian itu, dan boleh menggunakan alasanalasan lama untuk mendukung gugatannya. Dalam hal itu, gugatan perceraian perkawinan tidak akan gugur bila pihak yang meninggalkan tempat tinggal bersama itu kembali sekali lagi.
Pasal 219
Dalam kedua hal yang diatur dalam Pasal 210, suanu atau isteri yang membiarkan lampau waktu enam bulan terhitung dari hari putusan Hakim mendapatkan kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat diterima lagi untuk memulai gugatan perceraian perkawinan. Bila salah seorang dan suami isteri itu berada di luar negeri pada waktu pihak yang lain mendapat putusan hukuman, maka jangka waktu yang ditetapkan adalah enam bulan dihitung mulai dari hari kembalinya ke Indonesia.
Pasal 220
Gugatan untuk perceraian gugur, bila salah seorang dan kedua suami isteri meninggal sebelum ada putusan.
Pasal 221
Perkawinan dibubarkan oleh keputusan hakim dan pendaftaran perceraian yang ditetapkan dengan putusan itu dalam daftar-daftar Catatan Sipil. Pendaftaran itu harus dilakukan atas permohonan kedua suami isteri atau salah seorang dan mereka di tempat pendaltaran perkawinan itu. Jika perkawinan itu dilaksanakan di luar Indonesia, maka pendaftaran harus dilakukan dalam daftar-daftar Catatan Sipil di Jakarta. Pendaftaran itu harus dilakukan dalam jangka waktu enam bulan, terhitung dari hari putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Bila pendaftaran itu tidak dilakukan dalam jangka waktu itu, kekuatan putusan perceraian itu hapus, dan perceraian tidak dapat dituntut sekali lagi atas dasar dan alasan yang sama.
Pasal 222
Suami atau isteri yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, boleh menikmati keuntungan-keuntungan yang dijanjikan kepadanya oleh pihak lain berkenaan dengan perkawinan mereka, sekalipun keuntungan-keuntungan itu dijanjikan secara timbal balik.
Pasal 223
Sebaliknya, suami atau isteni yang dinyatakan kalah dalam putusan perceraian itu, kehilangan semua keuntungan yang dijanjikan oleh pihak lain kepadanya berkenaan dengan perkawinan mereka.
Pasal 224
Dengan berlakunya perceraian perkawinan, keuntungan-keuntungan yang dijanjikan akan keluar setelah kematian salah seorang dan suami isteni itu, tidak segera dapat dituntut, pihak yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, baru boleh mempergunakan haknya akan keuntungan-keuntungan itu setelah pihak lawannya meninggal.
Pasal 225
Bila suami atau isteri, yang atas permohonannya dinyatakan perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka Pengadilan Negeri akan menetapkan pembayaran tunjangan hidup baginya dan harta pihak yang lain.
Pasal 226
Dihapus dengan 5. 1938-622.
Pasal 227
Kewajiban untuk memberi tunjangan hidup terhenti dengan kematian si suami atau si isteri.
Pasal 228
Tunjangan-tunjangan yang dijanjikan oleh pihak ketiga dalam perjanjian perkawinan, tetap harus dibayar kepada si suami atau si isteri yang mendapat janji untuk kepentingannya.
Pasal 229
Setelah memutuskan perceraian, dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orangtua atau keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak yang dibawah umur, Pengadilan Negeri akan menetapkan siapa dan kedua orangtua akan melakukan perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orangtua itu dipecat atau dilepaskan dan kekuasaan orangtua, dengan mengindahkan putusan-putusan Hakim terdahulu yang mungkin memecat atau elepas mereka dan kekuasaan orangtua. Penetapan ini tidak berlaku sebelum hari putusan perceraian perkawinan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan tidak boleh dilakukan perlawanan atau banding. Terhadap penetapan ini, bapak atau ibu yang tidak diangkat menjadi wali boleh melakukan perlawanan, bila dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud dalam alinea pertama. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. Bapak atau ibu yang setelah hadir atas panggilan tidak diangkat menjadi wali,atau yang perlawanannya ditolak, dalam tiga puluh hari setelah hari termasuk dalam alinea kedua, dapat naik banding mengenai penetapan itu. Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan para orangtua.
Pasal 230
Atas dasar hal-hal yang terjadi setelah putusan perceraian perkawinan memperoleh kekuatan hukum yang pasti, maka Pengadilan Negeni berkuasa untuk mengubah penetapan-penetapan yang telah diberikan menurut alinea pertama pasal yang lalu atas permohonan kedua orangtua atau salah seorang setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orangtua, para wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda anak-anak yang di bawah umur. Penetapan-penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan dengan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. Ketentuan alinea keempat dan kelima Pasal 206 berlaku terhadap hal ini.
Pasal 230a
Bila anak-anak yang di bawah umur belum berada dalam kekuatan nyata seseorang berdasarkan Pasal 230 atau 229 ditugaskan menjadi wali, atau dalam kekuasaan bapak ibu atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan Pasal 214 alinea pertama, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal 230b
Pada penetapan dalam alinea pertama Pasal 229, setelah mendengar atau memanggil dengan sah seperti yang dimaksud dalam alinea itu dan setelah mendengar dewan perwalian, bila ada kekhawatiran yang beralasan, bahwa orangtua yang diserahi tugas perwalian, tidak akan memberikan tunjangan secukupnya untuk biaya hidup dan pendidikan anak-anak yang masih di bawah umur, Pengadilan Negeri boleh memerintahkan juga, bahwa orangtua itu untuk biaya hidup dan pendidikan anak tiap-tiap tiga bulan akan membayarkan kepada dewan perwalian suatu jumlah yang dalam pada itu ditentukan. Ketentuan-ketentuan ahnea kedua, ketiga dan keempat Pasal 229 berlaku juga terhadap perintah ini.
Pasal 230c
Bila tidak ada perintah seperti yang dimaksud dalam alinea pertama pasal sebelum ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran tunjangan itu lewat Pengadilan, setelah putusan tentang perceraian perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil. 230d. Dihapus dengan S. S. 1938-622.
Pasal 231
Bubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan menyebabkan anak-anak yang lahir dan perkawinan itu kehilangan keuntungan-keuntungan yang telah dijaminkan bagi mereka oleh undang-undang, atau oleh perjanjian perkawinan orangtua mereka. Akan tetapi anak-anak itu tidak boleh menuntutnya, selain dengan cara yang sama dan dalam keadaan yang sama seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian perkawinan.
Pasal 232
Bila suami isteri yang bercerai itu dahulu kawin dengan gabungan harta bersama, pembagian harta harus dilakukan berdasarkan dan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Bab VI.
Pasal 232a
Bila suami isteri itu kawin kembali satu sama lain, semua akibat perkawinan itu menurut hukum dengan sendirinya timbul kembali, seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian. Namun hal ini tidak mengurangi kelanjutan berlakunya perbuatan-perbuatan yang sekiranya telah dilakukan terhadap pihak-pihak ketiga selama waktu antara perceraian itu dengan perkawinan baru, dan tidak mengurangi kelanjutan berlakunya penetapan-penetapan Hakim, yang sekiranya telah memecat atau melepaskan suami isteri itu dan perwalian atas anak-anak mereka sendiri, penetapan-penetapan mana harus dipandang sebagai pemecatan atau pelepasan dan kekuasaan orangtua. Segala persetujuan antara suami isteri yang bertentangan dengan ini adalah batal.

BAB XI

PISAH MEJA DAN RANJANG
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 233
Jika ada hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk menuntut perceraian perkawinan, suami atau isteri berhak untuk menuntut pisah meja dan ranjang. Gugatan untuk itu dapat juga diajukan atas dasar perbuatan-perbuatan yang melampaui batas kewajaran, penganiayaan dan penghinaan kasar yang dilakukan oleh salah seorang dan suami isteri itu terhadap yang Iainnya.
Pasal 234
Gugatan itu diajukan, diperiksa dan diselesaikan dengan cara yang sama seperti gugatan untuk perceraian perkawinan.
Pasal 235
Suami atau isteri yang telah mengajukan gugatan untuk pisah meja dan ranjang, tidak dapat diterima untuk menuntut perceraian perkawinan.
Pasal 236
Pisah meja dan ranjang juga boleh ditetapkan oleh hakim atas permohonan kedua suami isteri bersama-sama, yang boleh diajukan tanpa kewajiban untuk mengajukan alasan tertentu. Pisah meja dan ranjang tidak boleh diizinkan, kecuali bila suami isteri itu telah kawin selama dua tahun.
Pasal 237
Sebelum meminta pisah meja dan ranjang, suami isteri itu wajib mengatur dengan akta otentik semua persyaratan untuk itu, baik yang bercerai pelaksanaan kekuasaan orangtua dan urusan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Tindakan-tindakan yang telah mereka rancang untuk dilaksanakan selama pemeriksaan Pengadilan, harus dikemukakan supaya dikuatkan oieh Pengaditan Negeri, dan jika pertu, supaya diatur olehnya.
Pasal 238
Permintaan kedua suami isteri harus diajukan dengan surat permohonan kepada Pengadilan Negeri tempat tinggal mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang lalu.
Pasal 239
Berkenaan dengan itu Pengadilan Negeri akan memerintahkan kedua suami isteri untuk bersama-sama secara pribadi menghadap seorang atau Iebih anggota yang akan memberi wejangan-wejangan seperlunya kepada mereka.

Bila suami isteri itu bertahan dengan niat mereka, Hakim akan memerintahkan mereka untuk menghadap lagi setelah lewat enam bulan. Bila temyata ada alasan sah yang menghalangi mereka untuk menghadap, maka Hakim yang ditunjukkan harus pergi ke rumah suami isteri itu.

Bila suami isteri itu bertempat tinggal di luar daerah di mana Pengadilan Negeri itu bertempat kedudukan, Pengadilan Negeri dapat menunjuk kepada kepala daerah setempat untuk melakukan tindakan-tindakan yang dimaksud dalam tiga alinea yang lalu. Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat berita acara tentang apa yang telah dilakukannya dan mengirimkannya ke Pengadilan Negeri.

Bila salah seorang dan suami isteri atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar Indonesia, Pengadilan Negeri itu boleh memohon kepada seorang Hakim di negara tempat suami isteri itu berdiam, untuk memanggil kedua suami isteri atau satah seorang menghadap kepadanya dengan tujuan melakukan ikhtiar perdamaian, atau menugaskan hal itu kepada pejabat perwakilan Indonesia di wilayah tempat suami isteri itu berdiam. Berita acara yang dibuat mengenai hal itu harus dikirimkan kepada Pengadilan Negeri itu.
Pasal 240
Pengadilan Negeri harus mengambil keputusan enam bulan setelah berlangsungnya pertemuan kedua. Ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 230b dan 230c berlaku sama terhadap ibu dan bapak, yang tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orangtua.
Pasal 241
Bila permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat satu bulan setelah diberikan keputusan, suami isteri itu bersama-sama boleh mengajukan permohonan banding dengan surat permohonan.
Pasal 242
Dengan pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu suami isteri tidak lagi wajib untuk tinggal bersama.
Pasal 243
Pisah meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan dasar untuk pembagian harta bersama, seakan-akan perkawinan itu dibubarkan.
Pasal 244
Karena pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas harta isterinya ditangguhkan. Si isteri mendapat kembali kekuasaan untuk mengurus hartanya, dan dapat memperoleh kuasa umum dan Hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang bergerak.
Pasal 245
Putusan-putusan mengenai pisah meja dan ranjang harus diumumkan secara tenang-terangan. Selama pengumuman terang-terangan ini belum berlangsung, putusan tentang pisah meja dan ranjang tidak berlaku bagi pihak ketiga.
Pasal 246
Ketentuan - ketentuan Pasal 210 sampai dengan 220, Pasal 222 sampai dengan 228, dan Pasal 231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang diminta oleh salah seorang dan suami isteri terhadap yang lain. Setelah mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang, Pengadilan Negeri setelah mendengar dan memanggil dengan sah orangtua dan keluarga sedarah dan semenda anak-anak yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa dan kedua orangtua itu yang akan melakukan kekuasaan orang tua atas drin tiap-tiap anak, kecuali bila kedua orangtua itu telah dipecat atau dilepaskan dan kekuasaan orangtua, dengan mengindahkan putusan-putusan Hakim yang terdahulu yang mungkin telah memecat atau melepaskan mereka dan kekuasaan orangtua.

Ketetapan ini berlaku setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum han itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan perlawanan serta banding pun tidak diperbolehkan. Terhadap penetapan ini, pihak orangtua yang tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orangtua, boleh melakukan perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea kedua dia tidak menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. Pihak orangtua yang telah menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orangtua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding terhadap penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea ketiga. Ketentuan Pasal 230b dan Pasal 230c berlaku sama terhadap bapak dan ibu yang tidak diserahi tugas melakukan kekuasaan orangtua. Terhadap pemeriksaan para orangtua berlaku alinea keempat Pasal 206.
Pasal 246a
Bila anak-anak yang masih di bawah umur itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan Pasal 246 dan Pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan orangtua, atau dalarn kekuasaan bapak, ibu atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan alinea pertama Pasal 246 dan sesuai dengan Pasal 214, maka dalam penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat serta kelima Pasat 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal 246b
Berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan hukum yang pasti, Pengadilan Negeri boleh mengadakan perubahan pada penetapan-penetapan, yang telah diberikan berdasarkan alinea kedua pasal yang lalu, atas permohonan kedua orangtua atau salah seorang dan mereka, setelah mendengar dan memanggil dengan sah kedua orangtua dan para keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak yang masih di bawah umur. Penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. Ketentuan alinea keempat dan kelima Pasal 206 dalam hal ini berlaku.
Pasal 247
Blta setelah mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama Pasal 237, Hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan ranjang atas permohonan kedua suami isteri, maka pisah meja dam ranjang itu memperoleh segala akibat yang dijanjikan dalam perjanjian itu.
Pasal 248
Pisah meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya batal karena perdamian suami isteri, dan perdamaian ini menghidupkan kembali segala akibat dan perkawinan mereka, tanpa mengurangi berlangsungnya terus kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah dilakukan dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua persetujuan suami isteri yang bertentangan dengan ini adalah batal.
Pasal 249
Bila putusan yang menyatakan suami isteni pisah meja dan ranjang sudah diumumkan secara jelas, suami isteri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat perdamaian mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu telah tiada.

BAB XII

KEBAPAKAN DAN ASAL KETURUNAN ANAK-ANAK
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Bagian 1
Anak-anak Sah

Pasal 250
Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagai bapaknya.
Pasal 251
Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut:

1°. bila sebelum perkawinan suami telah mengetahui kehamilan itu;

2°. bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya;

3°. bila anak itu dilahirkan mati.
Pasal 252
Suami tidak dapat mengingkari keabsahan anak, hanya bila dia dapat membuktikan bahwa sejak hari ketiga ratus dan keseratus delapan puluh hari sebelum lahirnya anak itu, dia telah berada dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan isterinya, baik karena keadaan terpisah maupun karena sesuatu yang kebetulan saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai anaknya.
Pasal 253
Suami tidak dapat mengingkari keabsahan anak atas dasar perzinaan, kecuali bila kelahiran anak telah dirahasiakan terhadapnya, dalam hal itu, dia harus diperankan untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak itu.
Pasal 254
Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak isterinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadikan bukti bahwa suaminya adalah bapak anak itu. Bila pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian antara suami isteri itu tidak menyebabkan si anak memperoleh kedudukan sebagai anak yang sah.
Pasal 255
Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. Bila kedua orangtua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.
Pasal 256
Dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal-pasal 251,252,253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak harus dilakukan suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak itu, atau di sekitar itu; dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ; dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah disembunyikan terhadapnya. Semua akta yang dibuat di luar Pengadilan, yang berisi pengingkaran suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka Hakim. Bila suami, setelah melakukan pengingkaran dengan akta dibuat di luar Pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka.
Pasal 257
Tuntutan hukum yang diajukan oleh suami itu gugur bila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya suami.
Pasal 258
Bila suami meninggal dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain dalam hal tersebut Pasal 252. Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta benda suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh anak.
Pasal 259
Dalam hal-hal di mana para ahli warisnya, berkenaan dengan pasal-pasal 256,257,dan 258 mempunyai wewenagn untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang atau lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu itu dilipatduakan. Dengan S.1946-67 yang berlaku 13 Juli 1946, ditentukan:

(1) Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau memungkinkan dilakukan untuk mengingkari keabsahan anak, berwenang sampai pada waktu yang akan ditentukan oleh Presiden, untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam Pasal 256 sampai 259 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari keabsahan seorang anak dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu, ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan.

(2) Perpanjangan waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan oleh Hakim karena jabatan.
Pasal 260
Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali yang secara khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk sidang itu.
Pasal 261
Asal keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam daftar-daftar Catatan Sipil. Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu sebagai anak sah.
Pasal 262
Pemilikan kedudukandemikian dapat dibuktikandengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena perkawinan antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasukdi dalamnya. Yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah: bahwa orang itu selalu memakai nama bapak yang dikatakannya telah menurunkannya; bahwa bapak itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus dalam hal pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak bapaknya; bahwa sanak saudaranya mengakui dia sebagai anak bapaknya.
Pasal 263
Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya tiada seorang pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seorang anak sesuai dengan akta kelahirannya.
Pasal 264
Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar Catatan Sipil atau seakan-akan dilahirkan dari bapak ibu yang tidak dikenal, maka asal keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi. Namun pembuktian dengan cara demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis, atau bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk memperkenankan pembuktian demikian.
Pasal 265
Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat ke luar, daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga bapak atau ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu.
Pasal 266
Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukkan, bahwa orang yang menyandarkan diri pada asal keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya, atau juga bila soal ibu telah dibuktikan bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu.
Pasal 267
Hanya Hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan.
Pasal 268
Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan sebelum keputusan akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu diucapkan. Akan tetapi kejaksaan bebas untuk melancarkan suatutuntutan pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai dengan ketentuan Pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan.
Pasal 269
Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap anak, tidak terkena ketentuan lewat waktu.
Pasal 270
Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti itu, kecuali bila anak meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga tahun setelah menjadi dewasa.
Pasal 271
Namun para ahli waris dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hal itu telah dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutannya selama tiga tahun sejak tindakan acara yang terakhir dilakukan.
Pasal 271a
Orang yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan perdata atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus menyeluruh melakukan pendaftaran putusan itu dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini harus diterangkan pula pada margin akta kelahiran itu.

Bagian 2
Pengesahan Anak-anak Luar Kawin
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 272
Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinaan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari bapak dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri.
Pasal 273
Anak yang dilahirkan dari orangtua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari Pemerintah tidak boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu dalam akta kelahiran.
Pasal 274
Bila orangtua, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan telah lalai untuk mengakui anak di luar kawin, kelalaian mereka ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari Presiden, yang diberikan setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung.
Pasal 275
Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lalu, dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang;

1°. bila anak itu lahir dari orangtua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan;

2°. bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia atau bila ada keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan orangtua itu, menurut pertimbangan Presiden.
Pasal 276
Dalam hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir, Mahkamah Agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat memerintahkan bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara.
Pasal 277
Pengesahan anak, baik dengan menyusulnya perkawinan orangtuanya maupun dengan surat pengesahan menurut Pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan itu.
Pasal 278
Dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai dari diberikannya surat pengesahan Presiden; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu.
Pasal 279
Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu berakibat menguntungkan keturunan itu.

Bagian 3
Pengakuan Anak-anak Luar Kawin
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 280
Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya.
Pasal 281
Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan. Pengakuan demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pegawai Catatan Sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatanganan. Pengakuan itu harus dicantumkan pada margin akta kelahirannya, bila akta itu ada. Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain tiap-tiap orang yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada margin akta kelahirannya. Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada margin akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui itu.
Pasal 282
Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan. Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun.
Pasal 283
Anak yang dilahirkan karena perzinaan atau penodaan darah (incest, sumbang), tidak boleh diakui tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273 mengenai anak penodaan darah.
Pasal 284
Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya masih hidup, meskipun ibu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila ibu tidak menyetujui pengakuan itu. Bila anak demikian itu diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat laindaripada terhadap bapaknya. Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan perdata yang berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan pengakuan oleh ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin dengan bapak.
Pasal 285
Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami isteri selama perkawinan untuk kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari isteri atau suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau isteri maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan itu. Walaupun demikian, pengakuan yang dilakukan oleh bapak ibunya, demikian juga semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak, dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu.
Pasal 286
Setiap pengakuan yang dilakukan oleh bapak atau ibu, begitupun setiap tuntutan yang dilancarkan oleh pihak anak, boleh ditentang oleh semua mereka yang berkepentingan dalam hal itu.
Pasal 287
Dilarang menyelidiki siapa bapak seorang anak. Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam Pasal 285 sampai dengan 288, 294, dan 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan itu bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya dilakukan kejahatan itu, maka atas gugatan pihak yang berkepentingan orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai bapak anak itu.
Pasal 288
Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan. Namun dalam hal itu, anak wajib melakukan pembuktian dengan saksi-saksi kecuali bila telah ada bukti permulaan tertulis.
Pasal 289
Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa bapak atau ibunya, dalam hal-hal di mana menurut Pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.

BAB XIII

KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 290
Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang dimana yang seorang adalah keturunan dan yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama. Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran, setiap kelahiran disebut derajat.
Pasal 291
Urusan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan yang lain, garis menyimpang ialah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak asal yang sama.
Pasal 292
Dalam garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas. Yang pertama merupakan hubungan antara bapak asal dan keturunannya dan yang terakhir adalah hubungan antara seorang dan mereka yang menurunkannya.
Pasal 293
Dalam garis lurus derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian dengan bapaknya ada dalam derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah seterusnya; sebaliknya dalam garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek, sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah seterusnya.
Pasal 294
Dalam garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran, mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak asal yang sama dan terdekat dan selanjutnya antara yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang bersaudara ada dalam derajat kedua paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada dalam derajat keempat, dan demikian seterusnya.
Pasal 295
Kekeluargaan semenda adalah satu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami isteri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Antara keluarga sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak isteri dan sebaliknya tidak ada kekeluargaan semenda.
Pasal 296
Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah.
Pasal 297
Dengan terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu dari suami isteri dan para keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan.

BAB XIV

KEKUASAAN ORANGTUA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

BAGIAN 1
Akibat-akibat Kekuasaan Orangtua Terhadap Pribadi Anak

Pasal 298
Setiap anak, berapa pun juga umurnya, wajib menghormati dan menghargai orangtuanya. Orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih di bawah umur. Kehilangan kekuasaan orangtua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapat mereka guna membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka itu. Bagi yang sudah dewasa berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Bagian 3 bab ini.
Pasal 299
Selama perkawinan orangtuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan kedua orangtuanya, sejauh kedua orangtua tersebut tidak dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu.
Pasal 300
Kecuali jika terjadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pisah meja dan ranjang, bapak sendiri yang melakukan kekuasaan itu. Bila bapak berada dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orangtua, kekuasaan orangtua, kekuasaan itu dilakukan oleh ibu, kecuali dalam hal adanya pisah meja dan ranjang. Bila ibu juga tidak dapat atau tidak berwenang, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat seorang wali sesuai dengan Pasal 359.
Pasal 301
Tanpa mengurangi ketentuan dalam hal pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang, perceraian perkawinan, serta pisah meja dan ranjang, orangtua itu wajib untuk tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan dan tiap-tiap tiga bulan, membayar kepada dewan wali sebanyak yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri atas tuntutan dewan itu, untuk kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak mereka yang di bawah umur, pun sekiranya mereka tidak mempunyai kekuasaan orangtua atau perwalian atas anak itu dan tidak dibebaskan atau dipecat dari itu.
Pasal 302
Bila bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orangtua mempunyai alasan-alasan yang sungguh-sungguh untuk merasa tidak puas akan kelakuan anaknya, maka Pengadilan Negeri, atas permohonannya atau atas permohonan dewan wali, asal dewan ini diminta olehnya untuk itu dan melakukannya untuk kepentingannya, boleh memerintahkan penampungan anak itu selama waktu tertentu dalam suatu lembaga negara atau swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penampungan ini dibiayai oleh anak itu; penampungan itu tidak boleh diperintahkan untuk lebih lama dari enam bulan berturut-turut, bila pada waktu penetapan itu anak belum mencapai umur empat belas tahun, atau bila pada waktu penetapan itu dicapai umur tersebut, paling lama satu tahun dan sekali-kali tidak boleh melewati saat dia mencapai kedewasaan. Pengadilan Negeri tidak boleh memerintahkan penampungan sebelum mendengar dewan perwalian dan dengan tidak mengurangi ketentuan alinea pertama Pasal 303, sebelum mendengar anak itu; bila orangtua yang satu lagi tidak kehilangan kekuasaan orangtua, maka dia pun harus didengar lebih dahulu setidak-tidaknya dipanggil dengan sah. Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan tersebut terakhir.
Pasal 303
Bila anak itu tidak menghadap untuk didengar pada hari yang ditentukan, Pengadilan Negeri harus menunda pemeriksaan itu sampai hari yang kemudian ditentukan, dan harus memerintahkan agar hari itu anak dibawa kehadapannya oleh juru sita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah kejaksaan; bila ternyata hari itu anak tidak menghadap, maka Pengadilan Negeri tanpa mendengar anak, boleh memerintahkan penampungan atau menolaknya. Dalam hal ini tidak usah diindahkan tertib acara selanjutnya, kecuali perintah untuk penampungan yang tidak usah dinyatakan alasan-alasannya. Apabila Pengadilan dalam penetapannya memutuskan, bahwa orang yang melakukan kekuasaan orangtua dan anak itu tidak mampu membiayai penampungan itu, maka segala biaya dibebankan kepada negara. Penetapan yang memerintahkan penampungan itu harus dilaksanakan atas perintah kejaksaan atas permohonan orang yang melakukan kekuasaan orangtua.
Pasal 304
Dengan penetapan Menteri Kehakiman, anak itu sewaktu-waktu boleh dilepaskan dan lembaga seperti yang dimaksud Pasal 302, bila alasan penampungan itu tidak ada lagi atau bila keadaan jasmaninya atau keadaan rohaninya tidak mengizinkan untuk tinggal lebih lama lagi di situ. Orang yang menjalankan kekuasaan orangtua tetap bebas untuk memperpendek waktu penampungan yang ditentukan dalam perintah. Untuk perpanjangan, harus diindahkan lagi apa yang ditentukan dalam Pasal 302 dan 303. Pengadilan Negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan itu setiap kali untuk jangka waktu yang lebih dan enam bulan berturut-turut, perintah itu tidak boleh diberikan sebelum kepala lembaga tempat anak tinggal waktu permohonan untuk perpanjangan diajukan, atau orang yang menggantikannya didengar atas permohonan itu, jika perlu secara tertulis.
Pasal 305
Dihapus dengan S. 1927- 31 jis. 390,421.
Pasal 306
Anak di luar kawin yang diakui sebagai sah sama sekali berada di bawah perwalian. Pasal 298 berlaku baginya. Ketentuan Pasal 301 berlaku bagi orang yang telah mengakui anak luar kawin yang belum dewasa, bila ía tidak melakukan kekuasaan perwalian atas anak itu tanpa dibebaskan atau dipecat dari itu.

BAGIAN 2
Akibat-akibat Kekuasaan Orangtua Terhadap Barang-barang Anak
Pasal 307
Orang yang melakukan kekuasaan orangtua terhadap seorang anak yang masih di bawah umur, harus mengurus barang-barang kepunyaan anak tersebut, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 237 dan alinea terakhir Pasal 319e. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap barang-barang yang dihibahkan atau diwasiatkan kepada anak-anak, baik dengan akta antar yang sama-sama masih hidup maupun dengan surat wasiat, dengan ketentuan bahwa pengurusan atas barang-barang itu akan dilakukan oleh seorang pengurus atau lebih yang ditunjuk untuk itu di luar orang yang melakukan kekuasaan orangtua. Bila pengurusan yang diatur demikian, karena alasan apa pun juga sekiranya hapus, maka barang-barang termaksud beralih pengelolaannya kepada orang yang melakukan kekuasaan orangtua. Meskipun ada pengakatan pengurus-pengurus khusus seperti di atas, orang yang melakukan kekuasaan orangtua mempunyai hak untuk minta perhitungan dan pertanggungjawaban dari orang-orang tersebut selama anaknya belum dewasa.
Pasal 308
Orang yang berdasarkan kekuasaan orangtua wajib mengurus barang-barang anak-anaknya, harus bertanggung jawab, baik atas hak milik barang-barang itu maupun atas pendapatan dari barang-barang demikian yang tidak boleh dinikmatinya. Mengenai barang-barang yang hasilnya menurut undang-undang boleh dinikmatinya, ia hanya bertanggung jawab atas hak miliknya.
Pasal 309
Dia tidak boleh memindahtangankan barang-barang anak-anaknya yang masih di bawah umur, kecuali dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang diatur dalam Bab XV Buku Pertama mengenai pemindahtanganan barang-barang kepunyaan anak-anak di bawah umur.
Pasal 310
Dalam hal-hal di mana dia mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan anak-anaknya yang masih di bawah umur, maka anak-anak ini harus diwakili oleh pengampu khusus yang diangkat untuk itu oleh Pengadilan Negeri.
Pasal 311
Bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orangtua atau perwalian, berhak menikmati hasil dan barang-barang anak-anaknya yang belum dewasa. Dalam hal orangtua itu, baik bapak maupun ibu, dilepaskan dari kekuasaan orangtua atau perwalian, kedua orangtua itu berhak untuk menikmati hasil dan kekayaan anak-anak mereka yang masih di bawah umur. Pembebasan bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orangtua atau perwalian, sedang orangtua yang lainnya telah meninggal atau dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orangtua atau perwalian tidak berakibat terhadap hak menikmati hasil.
Pasal 312
Dengan hak menikmati hasil itu, terkait kewajiban-kewajiban:

1º. hal-hal yang diwajibkan bagi pemegang hak pakai hasil.

2º. pemeliharaan dan pendidikan anak-anak itu, sesuai dengan harta kekayaan mereka yang disebut terakhir;

3º. pembayaran semua angsuran dan bunga atas uang pokok;

4º. biaya penguburan anak.
Pasal 313
Hak menikmati hasil tidak terjadi:

1º. terhadap barang-barang yang diperoleh anak-anak itu sendiri dari pekerjaan dan usaha sendiri:

2º. terhadap barang-barang yang dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau dihibahkan dengan wasiat kepada mereka, dengan persyaratan tegas, bahwa kedua orangtua mereka tidak berhak menikmati hasilnya.
Pasal 314
Hak menikmati hasil terhenti dengan kematian anak-anak itu.
Pasal 315
Bapak atau ibu yang hidup terlama, sekiranya telah lalai untuk menyelenggarakan pendaftaran sesuai dengan Pasal 127, oleh kelalaian itu kehilangan hak menikmati hasil atas seluruh barang-barang kepunyaan anak-anaknya yang masih di bawah umur.
Pasal 316. 317
Dihapus dengan S. 1927 - 31 jis. 390,421.
Pasal 318
Bila hak menikmati hasil itu hilang berdasarkan Pasal 315, Pengadilan Negeri menetapkan pembayaran kepada orangtua yang hidup terlama suatu tunjangan tahunan dan pendapatan anak-anaknya agar dipergunakan untuk mengajukan pendidikan mereka selama mereka masih di bawah umur.
Pasal 319
Bapak atau ibu anak-anak di luar kawin yang diakui secara sah, tidak mempunyai hak menikmati hasil atas barang-barang kepunyaan anak-anak itu.

BAGIAN 2 A
Pembebasan dan Pemecatan dan Kekuasaan Orangtua
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 319a
Bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orangtua dapat dibebaskan dan kekuasaan orangtua, baik terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan kejaksaan, bila ternyata bahwa dia tidak cakap atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya dan kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan dengan pembebasan inini berdasarkan hal lain. Bila Hakim menganggap perlu untuk kepentingan anak-anak, masing-masing dan orangtua, sejauh belum kehilangan kekuasaan orangtua, boleh dipecat dan kekuasaan orangtua, baik terhadap semua anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan orangtua yang lainnya atau salah seorang keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak itu, sampai dengan derajat keturunan keempat, atau dewan perwalian, atau Kejaksaan atas dasar:

1º. menyalahgunakan kekuasaan orangtua atau terlalu mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih;

2º. berkelakuan buruk;

3º. dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena sengaja ikut serta dalam suatu kejahatan dengan seorang anak yang masih di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya;

4º. dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena melakukan kejahatan yang tercantum dalam Bab 13, 14, 15, 18, 19, dan 20, Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap seorang di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya;

5º. dijatuhi hukuman badan yang tidak dapat ditarik kembali untuk dua tahun atau lebih. Dalam pasal ini pengertian kejahatan meliputi juga keikutsertaan membantu dan percobaan melakukan kejahatan.
Pasal 319b
Permohonan atau tuntutan yang dimaksud dalam pasal yang lalu, harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang menjadi dasarnya, dan diajukan bersama dengan surat-surat yang diperlukan sebagai bukti kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal orangtua yang dimintakan pembebasannya atau pemecatannya, atau bila tidak ada tempat tinggal yang demikian, kepada pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir, atau bila permohonan atau tuntutan itu mengenai pembebasan atau pemecatan salah seorang dan orangtua yang diserahi tugas melakukan kekuasaan orangtua setelah pisah meja dan ranjang.

Dalam permohonan atau tuntutan itu oleh Panitera Pengadilan harus dicatat terlebih dahulu pengajuannya. Kemudian salinan permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di atas harus disampaikan secepatnya oleh panitera Pengadilan Negeri kepada dewan perwalian, kecuali bila permohonan atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan itu diajukan oleh dewan perwalian sendiri.

Dalam permohonan atau tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya diberitahukan juga dengan cara bagaimana kekuasaan orangtua atau perwaliannya harus diatur, dan dalam setiap permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal yang lalu, harus disebut juga nanta kedua orangtua, tampat tinggal dan tempat kediaman mereka sejauh hal ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau semenda, yang menurut Pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal para saksi yang sekiranya dapat membuktikan peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan tersebut.

Pembebasan tidak boleh diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orangtua menentangnya.
Pasal 319c
Pengadilan Negeri mengambil keputusan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orangtua dan keluarga sedarah atau semenda anak itu dan setelah mendengar dewan perwalian. Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya saksi-saksi yang ditunjuk dan dipiih olehnya, baik dari keluarga sedarah atau semenda maupun dan luar mereka, dipanggil untuk didengar di bawah sumpah. Bila kedua orangtua atau saksi-saksi yang harus didengar bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh dilimpahkan dengan cara seperti yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau semenda dalam Pasal 333. Anak kalimat terakhir alinea keempat Pasal 206 berlaku juga bagi kedua orangtua.
Pasal 319d
Semua panggilan dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 bagi keluarga sedarah dan semenda, tetapi bila harus dilakukan panggilan terhadap seseorang yang tempat tinggalnya tidak diketahui, hal itu harus segera dipasang oleh Panitera dalam satu atau beberapa surat kabar yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri itu. Panggilan terhadap orang yang pembebasannya atau pemecatannya dan kekuasaan orangtua dimohon atau dituntut, harus disertai keterangan singkat tentang isi permohonan atau tuntutan itu, kecuali bila tempat tinggalnya tidak diketahui.

Bila perlu Pengadilan Negeri boleh juga mendengar orang-orang selain mereka yang telah ditunjuk, sebagai saksi di bawah sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap pada han yang ditentukan itu, dan boleh pula menetapkan akan memeriksa saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi terakhir ini harus ditunjuk dalam penetapan itu dan harus dipanggil dengan cara yang sama.
Pasal 319e
Selama pemeriksaan, setiap penduduk Indonesia yang berwenang untuk melakukan perwalian itu dan setiap pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga amal boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri supaya ditugaskan memangku perwalian itu. Pengadilan Negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang surat permohonan itu. Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut. Jika permohonan atau tuntutan itu dikabulkan, suami atau isteri orang yang dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orangtua, dengan sendirinya menurut hukum harus melakukan kekuasaan orangtua, kecuali bila dia juga telah dibebaskan atau dipecat. Namun demikian, atas permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan Kejaksaan atau karena jabatan, Pengadilan Negeri boleh membebaskannya juga dan kekuasaan orangtua, bila ada alasan untuk itu. Terhadap pembebasan ini berlaku alinea terakhir Pasal 319b.

Bila terjadi pembebasan seperti itu, demikian pula bila suami atau isterinya juga telah dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orangtua, maka pengadilan negeri harus mengadakan perwalian bagi anak-anak yang terlepas dan kekuasaan orangtua. Dalam penetapan tentang pembebasan atau pemecatan itu, orangtua yang kehilangan kekuasaan orangtua, harus dijatuhi hukuman memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada isterinya atau suaminya, atau kepada dewan perwalian.

Bila anak-anak yang diserahkan kepada kekuasaan orangtua atau perwalian beberapa orang, mempunyai hak milik bersama atas barang-barang maka Pengadilan Negeri boleh menunjuk salah seorang dan mereka atau orang lain untuk mengurus barang-barang itu, dengan jaminan-jaminan yang ditetapkan Pengadilan Negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian menurut Bab 17 Buku Kedua.
Pasal 319f
Pemeriksaan perkara ini berlangsung dalam sidang tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum sesegera mungkin setelah pemeriksaan terakhir; keputusan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, dan semuanya atas naskah aslinya.

Bila orang yang dimohon atau dituntut pembebasannya atau pemecatannya itu atas panggilan tidak datang, maka ia boleh mengajukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan atau akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau yang dibuat untuk malaksanakan hal itu disampaikan kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan bahwa keputusan atau permulaan pelaksanaannya telah diketahui olehnya.

Orang yang permohonannya atau Kejaksaan yang tuntutannya untuk pembebasan atau pemecatan dan kekuasaan orangtua ditolak, dan orang yang dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orangtua kendati telah menghadap setelah dipanggil, demikian pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh naik banding dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan.

Bila tujuan permohonan atau tuntutan itu adalah pembebasan atau pemecatan dan kekuasaan orangtua, maka selama pemeriksaan Pengadilan Negeri bebas untuk menghentikan sementara pelaksanaan, kekuasan orang tua, seluruhnya atau sebagian dan menyerahkan wewenang atas diri dan barang-barang anak-anak itu, sekiranya Pengadilan Negeri menganggap hal itu perlu, kepada suami atau isteri orang yang digugat, atau kepada orang yang ditunjuk oleh dewan perwalian, atau kepada dewan perwalian. Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak diperkenankan mengajukan perlawanan atau naik banding. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan hukum yang pasti.

Biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak di bawah umur, yang menurut alinea kelima harus dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau oleh dewan perwalian, boleh diambil dan harta kekayaan dan pendapatan anak-anak yang masih di bawah umur, dan jika anak-anak itu tidak mampu, dan harta kekayaan dan pendapatan orangtua mereka; kedua orangtua ini bertanggung jawab atas biaya-biaya itu secara tanggung-menanggung.

Orang yang mengajukan tuntutan di muka Hakim untuk perhitungan dan pertanggungjawaban demikian, harus dianggap telah mendapat izin dan Hakim untuk berperkara secara cuma-cuma. Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang yang pernah mengajukan tuntutan demikian tetapi ditolak tuntutannya.
Pasal 319g
Orang yang telah dilepaskan atau dipecat dan kekuasaan orangtua, baik atas permohonan sendiri ataupun atas permohonan mereka yang berwenang untuk memohon pembebasan atau pemecatan menurut Pasal 319a, atau atas tuntutan kejaksaan, bo!eh diberi kekuasaan orangtua kembali atau diangkat menjadi wali atas anak-anaknya yang masih di bawah umur, bila ternyata bahwa peristiwa-peristiwa yang telah mengakibatkan pembebasan atau pemecatan, tidak lagi menjadi halangan untuk pemulihan atau pengangkatan itu.
Demikian pula orang yang telah dibebaskan atau dipecat dan perwalian atas anak-anaknya sendiri dan kemudian kawin kembali dengan suami atau isteri yang dahulu, selama perkawinan itu, boleh diberi kekuasaan orangtua kembali.

Permohonan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang dulu menangani permohonan atau tuntutan untuk pembebasan atau pemecatan, kecuali bila yang dibebaskan atau dipecat itu pisah meja dan ranjang, atau perkawinannya dibubarkan oleh perceraian perkawinan atau setelah pisah meja dan ranjang; dalam hal kekecualian ini, semua permohonan atau tuntutan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang telah menangani permohonan atau tuntutan untuk pisah meja dan ranjang, perceraian atau pembubaran perkawinan. Pengadilan Negeri, sebelum mengambil keputusan, harus mendengar atau memanggil dengan sah, jika mungkin, kedua orangtua, keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak, beserta dewan perwalian; bila anak-anak itu berada di bawah perwalian, yang harus didengar atau dipanggil dengan sah adalah wali atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga amal yang ditugaskan melakukan perwalian, dan wali pengawasannya.

Bila perlu, Pengadilan Negeri boleh memerintahkan agar saksi-saksi yang dipilih, baik dan keluarga sedarah maupun dan keluarga semenda, didengar di bawah sumpah.

Bila saksi-saksi yang harus didengar itu bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum Pengadilan Negeri yang memeriksa permintaan, maka pemeriksaan boleh dilimpahkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Ketentuan dalam anak kalimat terakhir dan alinea keempat Pasal 206 berlaku kecuali bagi para saksi. Pemeriksaan perkara ini dilakukan dalam sidang tertutup. Keputusan beserta alasan-alasannya hanus diucapkan dimuka umum. Keputusan itu boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, semuanya atas naskah aslinya.

Terhadap keputusan yang mengabulkan permohonan atau tuntutan, orangtua yang dengan itu kehilangan kekuasaan orangtua atau perwaliannya, bila ia telah tidak menghadap atas panggilan, boleh melakukan perlawanan dalam tiga puluh han setelah keputusan itu atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pe!aksanaannya telah disampaikan kepadanya secara pribadi, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan bahwa keputusan itu atau pelaksanaannya yang telah dimulai diketahui olehnya. Dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan, permohonan banding boleh diajukan oleh orang yang permohonannya ditolak, atau oleh Kejaksaan yang tuntutannya ditolak, serta oleh orang yang telah didengar dan meskipun menentangnya, terhadapnya permohonan dan tuntutan itu dikabulkan.
Pasal 319h
Bila anak-anak yang masih di bawah umur tidak nyata-nyata berada dalam kekuasaan orang atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga amal, yang mendapat tugas melakukan kekuasaan orangtua atau perwalian berdasarkan keputusan hakim termaksud dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan orangtua atau dewan perwalian yang mungkin kepadanya anak-anak itu dipercayakan berdasarkan penetapan termaksud dalam Pasal 319f, alinea kelima, maka dalam keputusan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu kepada pihak yang berdasarkan keputusan itu mendapat kekuasaan atas anak-anak yang masih di bawah umur itu.

Bila orang yang memegang kekuasaan nyata atas anak-anak yang di bawah umur itu menolak untuk menyerahkan anak-anak itu, maka pihak yang menurut keputusan hakim mendapat kekuasaan atas anak-anak itu, dapat berusaha agar penyerahan dilakukan oleh juru sita yang diserahi tugas olehnya untuk melaksanakan keputusan itu. Keputusan itu tidak boleh dilaksanakan sebelum disampaikan kepada pihak yang kekuasaannya atas anak-anak itu dicabut, serta kepada pihak yang kekuasaannya yang nyata anak-anak di bawah umur itu berada. Keputusan itu tidak boleh dilaksanakan sebelum disampaikan kepada pihak yang kekuasaannya atas anak-anak itu dicabut, serta kepada pihak yang dalam kekuasaannya yang nyata anak-anak di bawah umur itu berada.

Bila terjadi perlawanan secara nyata, juru sita boleh meminta bantuan Polisi. Juru sita boleh memasuki setiap tempat anak-anak yang di bawah umur berada atau diperkirakan berada; tetapi bila anak-anak yang di bawah umur itu berada atau diperkirakan berada dalam rumah, yang dilarang oleh penghuninya dimasuki atau yang pintu-pintunya terkunci, juru sita boleh menghubungi kepala daerah setempat, atau pegawai yang ditunjuk oleh kepala daerah itu, dan dalam kehadirannya masuk ke dalam rumah itu. Kehadiran kepala daerah atau seorang pegawai dan apa yang dilakukan dalam kehadirannya berdasarkan pasal ini, harus dicantumkan dalam berita acara pelaksanaan yang harus ditandatangani juga olehnya.
Pasal 319i
Kejaksaan, baik jika terjadi peristiwa yang dapat menjadi alasan untuk mengadakan pemecatan dan kekuasaan orangtua, maupun jika ada anak di bawah umur yang terlantar atau tanpa pengawasan, berhak mempercayakan anak di bawah umur itu untuk sementara kepada dewan perwalian, sampai pengadilan mengangkat seorang pemangku kekuasaan orangtua atau perwalian, atau sampai pengadilan menetapkan tidak perlu diadakan pengangkatan dan ketetapan ini mendapat kekuatan tetap. Ketentuan alinea ketujuh dan kedelapan Pasal 319f berlaku dalam hal ini.

Bila Kejaksaan mempergunakan wewenang termaksud di atas sebelum mengajukan permohonan atau tuntutan untuk pemecatan itu, kepada Hakim dan wajib mengajukan tuntutan itu sesegera mungkin. Perintah untuk menyerahkan pengawasan anak yang di bawah umur kepada dewan perwalian, menghentikan pelaksanaan kekuasaan orangtua sejauh hal itu mengenai diri anak itu.

Bila pihak yang bersangkutan menolak untuk menyerahkan anak yang masih di bawah umur itu kepada dewan perwalian, maka Kejaksaan berhak memerintahkan juru sita membawa anak itu kepada dewan perwalian atau memerintahkan polisi untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan alinea ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h berlaku juga dalam hal ini.
Pasal 319j
Orang yang dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orangtua, wajib memberi tunjangan kepada dewan perwalian untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang telah ditarik dan kekuasaannya, setiap minggu, setiap bulan, atau setiap tiga bulan, sebesar jumlah yang ditentukan oleh Pengadilan Negeri atas permohonan dewan perwalian.

Bila penentuan tunjangan itu telah dimohon oleh dewan perwalian dalam permohonan untuk pelepasan atau pemecatan dan kekuasaan orangtua kepada Pengadilan Negeri, atau telah dimohon selama berjalan pemeriksaan temaksud dalam Pasal 319e, maka Pengadilan harus menentukan tunjangan itu dalam penetapan yang menyatakan pelepasan atau pemecatan.
Pasal 319k
Setiap keputusan yang mengandung pembebasan atau pemecatan dan kekuasaan orangtua, harus segera diberitahukan oleh panitera berupa salinan kepada pihak yang menerima kekuasaan orangtua itu atau kepada pihak yang ditugaskan untuk melakukan perwalian, demikian pula kepada dewan perwalian.

Pemberitahuan yang sama harus dilakukan oleh panitera tentang penetapan-penetapan Pengadilan termaksud dalam Pasal yang lalu.
Pasal 319l
Dihapus dengan S. 1938 - 622.
Pasal 319m
Segala surat-surat permohonan, tuntutan, penetapan. pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, bebas dan materai. Segala permohonan termaksud dalam bagian ini, yang diajukan oleh dewan perwalian, harus diperiksa oleh Pengadilan Negeri dengan cuma-cuma, dan salinan-salinan yang diminta oleh dewan-dewan itu untuk salinan-salinan yang diperintahkan kepadanya, harus diberikan oleh panitera kepada mereka secara bebas dan segala biaya.

BAGIAN 3
Kewajiban-kewajiban Timbal Balik Antara Kedua Orangtua atau Keluarga Sedarah dalam Garis ke Atas dan Anak-anak Beserta Keturunan
(Tidak Berlaku bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 320
Anak tidak berhak menuntut kedudukan yang tetap dan orangtuanya dengan cara menyediakan segala sesuatu untuk itu sebelum ia kawin, atau dengan cara lain.
Pasal 321
Setiap anak wajib memberi nafkah orangtua dan keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, bila mereka ini dalam keadaan miskin.
Pasal 322
Menantu laki-laki dan perempuan juga dalam hal-hal yang sama wajib memberi nafkah kepada mertua mereka, tetapi kewajiban ini berakhir:

1º. bila ibu mertua melangsungkan perkawinan kedua.

2º. bila suami atau isteri yang menimbulkan hubungan keluarga semenda itu, dan anak-anak dan perkawinan dengan isteri atau suaminya telah meninggal dunia.
Pasal 323
Kewajiban-kewajiban yang timbul dan ketentuan-ketentuan dua pasal yang lalu berlaku timbal balik.
Pasal 324 dan 325
Dihapus dengan S. 1938-622.
Pasal 326
Bila orang yang wajib memberi nafkah itu membuktikan bahwa ia tidak mampu menyediakan uang untuk itu, Pengadilan Negeri dapat memerintahkan, setelah menyelidiki duduknya perkara, agar dia membawa orang yang wajib dipeliharanya ke rumahnya dan menyediakan kebutuhannya di sana.
Pasal 327
Bila bapak atau ibu menawarkan untuk memberi nafkah dan memelihara dirumahnya anak yang wajib diberinya nafkah, maka ia karena itu terbebas dan keharusan untuk memenuhi kewajiban itu dengan cara lain.
Pasal 328
Anak di luar kawin yang diakui menurut undang-undang wajib memelihara orangtuanya. Kewajiban ini berlaku timbal-balik.
Pasal 329
Perjanjian-perjanjian di mana dilepaskan hak untuk menikmati nafkah adalah batal dan tidak berlaku.

BAB XIVA

PENENTUAN, PERUBAHAN DAN PENCABUTAN TUNJANGAN NAFKAH
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 329a
Nafkah yang diwajibkan menurut buku ini, termasuk yang diwajibkan untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang anak di bawah umur, harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan pihak yang berhak atas pemeliharaan itu, dengan pendapatan dan kemampuan pihak yang wajib membayar, dihubungkan dengan jumlah dan keadaan orang-orang yang menurut buku ini menjadi tanggungannya.
Pasal 329b
Penetapan mengenai tunjangan, atas tuntutan pihak yang dihukum untuk membayar nafkah atau atas tuntutan pihak yang harus diberi nafkah, boleh diubah atau dicabut oleh Hakim.

Perubahan atau pencabutan itu harus didasarkan atas pertimbangan, bahwa perbandingan nyata antara kebutuhan orang yang berhak atas nafkah itu di satu pihak dan pendapatan dan kekayaan orang yang dihukum untuk membayar sehubungan dengan beban-beban yang menjadi tanggungannya di lain pihak, sejak saat penetapan itu diberikan telah berubah sedemikian mencolok, sehingga seandainya perbandingan yang berubah ini ada pada saat tersebut, maka penetapan itu sedianya akan lain.

Dengan cara sama, peraturan yang telah dimufakati oleh kedua pihak mengenai nafkah yang diwajibkan berdasarkan buku ini, boleh diubah atau dicabut oleh Hakim.

BAB XV

KEBELUMDEWASAAN DAN PERWALIAN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa;Untuk Kebelumdewasaan, Berlaku Ketentuan-ketentuan Golongan Timur Asing IA sub c, yang Mengandung Ketentuan Yang Sama Seperti Ketentuan Pasal Pasal 330 Alinea Pertama dan Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

BAGIAN 1
Kebelumdewasaan

Pasal 330
Yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orangtua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara seperti yang diatur dalam Bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini.

Penentuan tentang arti istilah "belum dewasa" yang dipergunakan dalam beberapa peraturan undang-undang terhadap penduduk Indonesia. Untuk menghilangkan keraguan-raguan yang disebabkan oleh adanya Ordonansi tanggal 21 Desember 1971 dalam S.1917-738, maka Ordonansi ini dicabut kembali, dan ditentukan sebagai berikut:

(1) Bila peraturan-peraturan menggunakan istilah "belum dewasa", maka sejauh mengenai penduduk Indonesia, dengan istilah ini dimaksudkan semua orang yang belum genap 21 tahun dan yang sebelumnya tidak pernah kawin.

(2) Bila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka berumur 21 tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.

(3) Dalam pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak.

BAGIAN 2
Perwalian Pada Umumnya
(Tidak Berlaku Bagi GolonganTimur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 331
Dalam setiap perwalian, hanya ada seorang wali, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 351 dan 361. Perwalian untuk anak-anak dari bapak dan ibu yang sama, harus dipandang sebagai suatu perwalian, sejauh anak-anak itu mempunyai seorang wali yang sama.
Pasal 331a
Perwalian mulai berlaku:

1°.bila oleh Hakim diangkat seorang wali yang hadir, pada saat pengangkatan itu dilakukan, atau apabila pengangkatan itu dihadirinya, pada waktu pengangkatan diberitahukan kepadanya;

2°.bila seorang wali diangkat oleh salah satu dari orangtua, pada saat pengangkatan itu, karena meninggalnya pihak yang mengangkat, memperoleh kekuatan untuk berlaku dan pihak yang diangkat menyatakan kesanggupannya untuk menerima pengangkatan itu;

3°.bila seorang perempuan bersuami diangkat menjadi wali olèh Hakim atau oleh salah seorang dan kedua orangtua, pada saat ia, dengan bantuan atau kuasa dari suaminya, atau atas kuasa Hakim, menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu;

4°.bila suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, bukan atas permintaan sendiri atau pernyataan bersedia, diangkat menjadi wali, pada saat menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu;

5°. dalam hal termaksud dalam Pasal 358, pada saat Pengesahan;

6°.bila seorang menjadi wali demi hukum, pada saat terjadinya peristiwa yang mengakibatkan perwalian itu. Dalam segala hal, bila pemberitahuan tentang pengakatan wali ditentukan dalam pasal ini atau pasal-pasal yang lain, balai harta peninggalan wajib melaksanakan pemberitahuan ini secepat-cepatnya.
Pasal 331b
Bila bagi anak-anak belum dewasa yang ada di bawah perwalian, diangkat seorang wali lain atau karena hukum orang lain menjadi wali, maka perwalian yang pertama berakhir pada saat perwalian lain mulai berlaku, kecuali jika hakim menentukan saat lain. Perwalian berakhir:

1°.bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian, kembali kekuasaan orangtua, karena bapak atau ibunya mendapat kekuasaan kembali, pada saat penetapan sehubungan dengan itu diberitahukan kepada walinya;

2°.bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian, kembali di bawah kekuasaan orangtua berdasarkan Pasal-pasal 206b atau 323a, pada saat berlangsungnya perkawinan;

3°.bila anak belum dewasa yang lahir di luar perkawinan diakui menurut undang-undang, pada saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan sahnya si anak, atau pada saat pemberian surat pengesahan yang diatur dalam Pasal 274;

4°.bila dalam hal yang diatur dalam Pasal 453 orang yang berada di bawah pengampuan memperoleh kembali kekuasaan orangtuanya, pada saat pengampuan itu berakhir.
Pasal 332
Kecuali apa yang ditentukan dalam pasal berikut, barangsiapa sehubungan dengan Bagian 8 dan 9 dalam bab ini tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian, wajib menerima perwalian tersebut. Bila orang yang diangkat menjadi wali menolak atau lalai menjalankan perwalian itu, balai harta peninggalan sebagai pengganti dan atas tanggung jawab wali, harus melakukan tindakan-tindakan sementara guna mengurus pribadi dan harta benda anak belum dewasa dengan cara seperti yang diatur dalam instruksi untuk balai harta peninggalan. Dalam hal itu wali bertanggung jawab atas tindakan-tindakan balai harta peninggalan, tanpa mengurangi tuntutan terhadapnya.
Pasal 332a
Baik orang yang diangkat menjadi wali oleh salah seorang dari kedua orangtua, maupun wanita bersuami yang diangkat oleh salah seorang dari kedua orangtua, maupun wanita bersuami yang diangkat menjadi wali, tidaklah wajib menerimanya. Pengangkatan itu tidak mengakibatkan suatu apa pun bila mereka tidak menyatakan sanggup menerima. Pernyataan ini harus dilakukan di kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat tinggal anak yang belum dewasa dalam waktu enam puluh hari, setelah pengangkatan itu diberitahukan kepada mereka.

Bila yang diangkat bertempat tinggal sejauh lebih dan lima belas pal dari kepaniteraan Pengadilan Negeri itu, pernyataan tersebut boleh diajukan secara tertulis di atas kertas tanpa materai.

Pemberitahuan ini bila menyangkut wanita bersuami, harus dilakukan baik kepadanya maupun kepada suaminya. Pemberitahuan tidak diwajibkan bila di kepaniteraan Pengadilan Negeri telah dilakukan atau diajukan pernyataan, bahwa pengangkatan itu ditolak. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas berlaku terhadap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam Pasal 365, kecuali jika perwalian itu diperintahkan atas permintaan atau kesanggupan mereka sendiri.
Pasal 332b
Wanita bersuami tidak boleh menjadi wali tanpa bantuan atau izin tertulis dari suami. Bila suami telah memberikan bantuan atau izin atau bila ia kawin dengan wanita tersebut setelah perwalian dimulai, seperti halnya bila wanita tersebut menurut Pasal 112 atau Pasal 114 telah menerima perwalian itu berdasarkan kuasa Hakim, maka wali wanita bersuami itu, seperti tidak bersuami, berhak melakukan segala tindakan perdata berkenaan dengan perwalian itu dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan itu, tanpa pemberian kuasa atau bantuan apa pun juga. Perintah untuk melimpahkan perwalian kepada suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial memberikan kekuatan hukum kepada perjanjian-perjanjian yang dilakukan perempuan bersuami itu selaku pengurus perwalian tersebut tanpa adanya bantuan atau pemberian kuasa suaminya.
Pasal 333
Bila sehubungan dengan ketentuan-ketentuan kitab undang-undang ini ikut sertanya keluarga sedarah atau semenda dan anak belum dewasa diharuskan, maka sedapat-dapatnya harus selalu dipanggil sejumlah empat orang dipilih dari keluarga terdekat dan sedapat-dapatnya dari garis kedua pihak, dengan catatan bahwa yang dipanggil Hakim adalah mereka yang bertempat tinggal atau berkediaman di daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan; sedangkan bila dipandang perlu mendengar anggota sedarah atau semenda yang bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum tersebut maka pemanggilan dan pemeriksaan mereka boleh dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya orang-orang itu bertempat tinggal atau berkediaman atau kepada kepala daerah setempat, yang akan mengirimkan berita acara yang dibuatnya kepada Pengadilan Negeri tersebut pertama. Keluarga sedarah atau semenda yang harus dipanggil adalah mereka yang telah dewasa dan bertempat tinggal atau berkediaman di Indonesia. Semua panggilan termaksud dalam pasal ini dilakukan dengan surat tercatat.
Pasal 334
Setiap kali diperlukan kehadiran para keluarga sedarah atau semenda dari anak belum dewasa, mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa khusus. Surat kuasa bebas dari bea materai. Yang diberi kuasa boleh bertindak atas nama satu orang saja.
Pasal 335
Dalam waktu satu bulan setelah perwalian mulai berjalan atau bila sepanjang perwalian harta anak belum dewasa sangat bertambah, dalam waktu satu bulan setelah mendapat teguran dari Balai Harta Peninggalan, setiap kali, kecuali perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam Pasal 365, atas kerelaan balai harta peninggalan tersebut dan guna menjamin pengurusan mereka, wajib menaruh suatu ikatan jaminan, memberikan hipotek atau gadai atau menambah jaminan yang telah ada. Hipotek itu harus didaftarkan atas permintaan Balai Harta Peninggalan.

Dalam hal perbedaan pendapat tentang cukup tidaknya jaminan yang ditaruh antara wali dan Balai Harta Peninggalan, Pengadilan Negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu siap memintanya.

Bila harta anak belum dewasa dianggap kurang, Balai Harta Peninggalan berwenang untuk membebaskan si wali dari kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal ini, tetapi sewaktu-waktu boleh menuntut penaruhan jaminan menurut alinea pertama dan ketiga.
Pasal 336
Bila wali Ialai dalam waktu yang ditentukan dalam alinea pertama pasal yang lalu untuk menaruh salah satu jaminan tersebut di dalamnya, Balai Harta Peninggalan harus melakukan pendaftaran hipotek atas beban wali tersebut. Bila si wali berkeberatan karena pendaftaran yang baru itu diambil untuk jumlah uang yang terlampau besar atau atas barang-barang yang lebih banyak daripada seperlunya guna menjamin anak belum dewasa, maka persoalan ini harus diputus oleh Pengadilan Negeri.
Pasal 337
Baik wali yang telah menanggung pendaftaran semacam itu maupun wali yang dengan sukarela telah menaruh jaminan, setiap waktu untuk mengakhiri akibatnya dengan meletakkan jaminan lain atas kerelaan Balai Harta Peninggalan atau dalam hal adanya perbedaan pendapat dengan balai harta peninggalan tentang cukup tidaknya jaminan yang ditawarkan, dengan keputusan Pengadilan Negeri menurut ketentuan Pasal 335. Bila soalnya diselesaikan di luar Pengadilan, maka penghapusan hipotek berlangsung berdasarkan tuntutan Balai Harta Peninggalan; dalam hal kebalikannya penghapusan itu dilakukan berdasarkan perintah Hakim yang dilangsungkan oleh penyimpan hipotek karena jabatannya dengan penunjukkan perintah Hakim. Wali itu boleh minta pengurangan jaminan yang telah ditaruhnya, bila sepanjang pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa sangat mengalami kemerosotan di luar kesalahannya.

Bila ada perbedaan pendapat tentang hal itu antara wali dan Balai Harta Peninggalan, Pengadilan Negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu memintanya.
Pasal 338
Bila dalam tenggang waktu yang ditentukan untuk itu, wali lalai menaruh ikatan jaminan atau gadai dan tidak memiliki harta benda tak bergerak yang cukup, maka atas tuntutan Balai Harta Peninggalan pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa harus dicabut oleh Pengadilan Negeri dan diberikan kepada Balai Harta Pernnggalan sampai wali memberikan jaminan secukupnya; yaitu bila atas permintaan wali, Pengadilan Negeri setelah mendengar Balai Harta Peninggalan, menyerahkan tugas tersebut kembali kepada wali. Wali yang telah dicabut pengurusannya, tetap ditugaskan memelihara anak-anak yang belum dewasa dengan dasar dan cara yang jika perlu akan ditentukan oleh Pengadilan Negeri. atas usul Balai Harta Peninggalan. Akan tetapi bila pengurusan harta tak bergerak dan anak belum dewasa memerlukan pengawasan terus menerus, Pengadilan Negeri setelah mendengar Balai Harta Peninggalan, dapat menentukan bahwa tugas pengurusan itu tetap berada si wali asal saja wali itu menyerahkan kepada Balai Harta Peninggalan semua uang tunai, barang-barang berharga dan surat-surat berharga milik anak yang belum dewasa; dalam hal yang demikian Balai Harta Peninggalan akan memberikan uang secukupnya kepada wali untuk pemeliharaan dan pendidikan anak belum dewasa dan untuk keperluan sehari-hari pengurusan barang-barang tak bergerak, dengan kewajiban pula bagi wali supaya setiap tahun memberikan kepada Balai Harta Peninggalan pertanggungjawaban tentang pemakaian uang itu menurut cara yang ditetapkan dalam Pasal 372.
Pasal 338a
Wali yang berminat meninggalkan Indonesia boleh mengajukan surat permohonan kepada Pengadilan Negeri agar memperoleh pencabutan jaminan benda yang telah diberikan olehnya atau yang telah diambil atas tanggungannya. Permohonan itu harus didahului dengan pertanggungjawaban yang lengkap kepada Balai Harta Peninggalan menurut cara yang diatur dalam Pasal 372 dan dalam surat permohonan itu harus dilampirkan surat keterangan dari Balai Harta Peninggalan bahwa Balai Harta Peninggalan itu telah menyetujui pertanggungjawaban yang diserahkan kepadanya. Pengadilan Negeri akan mengeluarkan penetapan setelah mendengar Balai Harta Peninggalan dan keluarga sedarah beserta semenda. Permohonan akan dikabulkan bila ternyata si wali telah memenuhi kewajibannya sebagai wali. Bila karena ini pencabutan jaminan diizinkan, maka jaminan itu harus diganti dengan penyerahan tanggungan; apabila hal ini tidak bisa dijalankan, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan pasal yang lalu.
Pasal 339
Bila wali itu meninggalkan Indonesia bersama si anak yang belum dewasa, maka atas permintaan wali tersebut dan setelah mendengar Balai Harta Peninggalan, tugas pengurusan yang dicabut menurut Pasal 338, oleh Pengadilan Negeri boleh dikembalikan kepadanya, seluruhnya atau sebagian, dengan penentuan sebagaimana dianggap perlu oleh Pengadilan Negeri bagi kepentingan anak belum dewasa.
Pasal 340
Penanggung-penanggung yang diikatkan sedapat-dapatnya bertempat tinggal dalam daerah hukum Pengadilan Negeri, tanpa mengurangi syarat-syarat umum yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan.
Pasal 341
Bila seorang penanggung meninggalkan Indonesia karena pindah atau meninggal dunia, maka Pengadilan Negeri atas permintaan Balai Harta Peninggalan boleh memerintahkan kepada wali, supaya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri, ditunjuk penanggung baru yang setelah penunjukkan diterima, penanggung yang pertama atau ahli warisnya demi hukum bebas dari ikatan. Dalam hal si wali tidak mematuhi perintah itu, maka berlakulah ketentuan Pasal 336 dan 338.
Pasal 342
Penanggung dan hak gadai berakhir, dan hipotek-hipotek yang didaftarkan harus dihapuskan, bila tugas pengurusan wali berakhir dan bila pertanggungan jawab pun berakhir dengan memberi perhitungan, menyerahkan surat-surat dan membayar uang sisa.
Pasal 343
Akta untuk penyelenggaraan pendaftaran hipotek dan penghapusan yang harus dilakukan menurut bagian ini tidak dikenakan biaya dan pajak, . kecuali uang upah bagi penyimpan hipotek yang masuk tanggungan anak yang belum dewasa.
Pasal 344
Segala penetapan Pengadilan Negeri tersebut dalam bagian ini diambil atas surat permintaan, setelah mendengar pertimbangan Kejaksaan, tanpa adanya bentuk acara dan tidak dapat dimintakan banding.

BAGIAN 3
Perwalian Oleh Ayah dan Ibu
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 345
Bila salah satu dari orangtua meninggal dunia, maka perwalian anak belum dewasa dipangku demi hukum oleh orangtua yang masih hidup, sejauh orangtua itu tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orangtua.
Pasal 346, 347
Dicabut dengan S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 348
Jika setelah suami meninggal dunia, isteri menerapkan, atau setelah dipanggil secara sah untuk itu, mengaku bahwa ia sedang mengandung, maka balai harta peninggalan harus jadi pengampu atas buah kandungan itu dan wajib mengadakan segala tindakan yang perlu dan yang mendesak guna menyelamatkan dan mengurus harta kekayaannya, baik demi kebaikan anak bila ia lahir hidup maupun demi kebaikan semua orang yang berkepentingan. Bila anak itu lahir hidup, ketentuan-ketentuan biasa tentang perwalian harus diperhatikan.
Pasal 349, 350
Dicabut dengan S. 1927 -31 jis. 390, 421.
Pasal 351
Bila wali ibu kawin, maka suaminya, kecuali jika ia dikecualikan atau dipecat dari perwalian, selama dalam perkawinan antara suami dan isteri tidak ada pisah meja dan ranjang atau tidak ada pisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta dan di samping isterinya bertanggung jawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perwalian peserta suami berakhir, bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti menjadi wali.
Pasal 352
Wali bapak atau wali ibu yang kawin lagi, bila wali pengawas menghendakinya, sebelum atau sesudah perkawinan itu dilangsungkan, wajib menyampaikan daftar lengkap harta kekayaan anak belum dewasa kepada wali pengawas.

Bila yang dimaksud dalam alinea terdahulu tidak dipenuhi dalam waktu satu bulan, maka wali pengawas, dengan melampirkan bukti tentang permintaannya untuk itu, boleh mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri supaya wali itu dipecat; Pengadilan Negeri harus membuat penetapan sesuai dengan permohonan itu, kecuali bila dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Pengadilan Negeri dan diberitahukan kepadanya, si wali masih menyampaikan daftar yang dikehendakinya kepada Pengadilan Negeri; ketetapan diambil tanpa suatu bentuk acara. Sedapat-dapatnya dalam penetapan yang sama, yang berisi pemecatan itu, oleh Pengadilan Negeri diangkat pula wali yang baru.
Pasal 353
Seorang anak tidak sah, demi hukum berada di bawah perwalian bapaknya atau ibunya yang telah dewasa dan telah mengakui anak itu, kecuali jika bapak atau ibu ini dikecualikan dari perwalian, atau orang lain telah ditugaskan sebagai wali selama ayah atau ibu itu belum dewasa, atau orang tua telah mendapat tugas sebagai wali sebelum anak itu diakui.

Bila pengakuan itu dilakukan oleh kedua orangtua, maka perwalian terhadap anak itu, dengan pengecualian yang sama, dilakukan oleh orangtua yang lebih dulu mengakui dan bila pengakuan itu dilakukan pada waktu yang sama, bapaklah yang memangku perwalian.

Bila orangtua yang melakukan perwalian berdasarkan ketentuan-ketentuan yang lalu meninggal dunia, dipecat dari perwalian, ditempatkan di bawah pengampuan, atau dalam hal tersebut dalam Pasal 354 tidak dipertahankan sebagai wali atau tidak diangkat sekali lagi sebagai wali, maka orangtua yang satu lagi demi hukum menjadi wali, kecuali jika ia telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian atau telah kawin.

Bila bapak atau ibu yang menurut ketentuan yang lalu memangku perwalian tidak hadir, maka Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali.

Bila bapak atau ibu yang tidak dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian dan telah kawin dan oleh karena itu menurut alinea yang lalu demi hukum tidak memangku perwalian, mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri supaya diangkat menjadi wali, maka Pengadilan Negeri harus mengabulkannya, kecuali jika kepentingan anak tidak mengizinkannya; Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah suami atau istri si pemohon dan, jika orangtua yang lain masih hidup, juga dia dan wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang ini berlaku ketentuan alinea keempat Pasal 206. Terhadap wall ibu atas di luar kawin yang diakui dan terhadap suaminya berlaku Pasal 351, kecuali bila karena perkawinan tersebut anak menjadi sah.
Pasal 354
Bila orang yang melakukan perwalian terhadap anak di luar kawin yang telah diakuinya, hendak kawin, maka kecuali jika dengan perkawinan itu anaknya akan menjadi sah, ia harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri. supaya dapat meneruskan perwalian. Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah orangtua yang lain, sekiranya ia telah mengakui anak itu, dan juga wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut berlaku alinea keempat Pasal 206.

Orang yang lalai memenuhi ketentuan termuat dalam kalimat pertama alinea pertama, demi hukum kehilangan haknya untuk menjadi wali; kedua suami istri bertanggung jawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala akibat perwalian, yang dilakukannya tanpa hak. Kehilangan hak untuk menjadi wali seperti yang ditentukan di atas, tidak menghalang-halangi orang yang berdasarkan alinea yang lalu kehilangan perwalian, sekiranya ada alasan-alasan, untuk diangkat oleh Pengadilan Negen menjadi wali dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Bagian 5 bab ini.
Pasal 354a
Bila perwalian diserahkan kepada orang lain dalam salah satu hal yang dimaksud dalam alinea pertama Pasal 353, maka bapak yang telah dewasa atau ibu yang telah dewasa dari anak tidak sah yang diakuinya, sejauh mereka tidak dikecualikan, dibebaskan atau dipecat dari perwalian, boleh mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri supaya diangkat menjadi wali sebagai pengganti wali yang lain itu. Pengadilan Negeri mengambil ketetapan atas permohonan itu setelah mendengar atau memanggil dengan sah si pemohon, wali, wali pengawas, suami atau isteri pemohon bila pemohon ini telah kawin lagi, dan orangtua yang lain bila ia ikut mengakui anak dan masih hidup, serta dewan perwalian. Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan ini, kecuali jika ada kekhawatiran yang mendasar, bahwa bapak dan ibu akan melalaikan si anak. Ketentuan dalam kalimat terakhir Pasal 253 berlaku dalam hal ini.
Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut di atas berlaku ketentuan alinea keempat Pasal 206 dengan penyesuaian sekedarnya.

BAGIAN 4
Perwalian yang Diperintahkan oleh Bapak atau Ibu
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 355
Masing-masing orangtua yang menjalankan kekuasaan orangtua atau perwalian atas seorang atau beberapa orang anaknya, berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anaknya itu, jika sesudah ia meninggal dunia, demi hukum atau karena penetapan Hakim yang dimaksud dalam alinea terakhir Pasal 353, perwalian tidak dilakukan pihak lain dari orangtua. Badan hukum tidak boleh diangkat beberapa orang dengan urutan pengangkatan, sehingga yang diangkat belakang bertindak sebagai wali, bila yang Iebih dulu tidak ada.
Pasal 356
Pengangkatan seorang wali tidak mempunyai akibat apa pun bila orang tua yang melakukan pengangkatan itu pada saat meninggal dunia tidak melakukan perwalian atas anak-anaknya atau tidak menjalankan kekuasaan orang tua.
Pasal 357
Pasal 3l9g dan Pasal 382d tetap berlaku, juga bila yang berlaku, juga bila yang bertindak sebagai wali adalah orang yang diangkat oleh salah seorang dan kedua orangtua. Bila selama pengampuan salah seorang dari kedua orangtua yang karena sebab lain belum pernah kehilangan kekuasaan orangtua atau perwalian, orangtua yang lain telah mengangkat seorang wali dan meninggal dunia, maka perwalian dari wali yang diangkat itu berakhir demi hukum, dengan berakhirnya pengampuan.
Pasal 358
Pengangkatan seorang wali bagi anak di luar kawin yang dengan sah diakui oleh ayah atau ibunya yang telah dipertahankañ sebagai wali atau telah diangkat menjadi wali lagi, tidak mempunyai kekuatan, kecuali bila disahkan oleh Pengadilan Negeri.

BAGIAN 5
Perwalian yang Diperintahkan oleh Pengadilan Negeri
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 359
Bila anak belum dewasa yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua dan yang perwaliannya sebelumnya tidak diatur dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda.

Bila pengangkatan itu diperlukan karena ketidakmampuan untuk sementara waktu melakukan kekuasaan orangtua atau perwalian, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat juga seorang wali untuk waktu selama ketidakmampuan itu ada. Wali ini diberhentikan lagi oleh Pengadilan Negeri atas permohonan orang yang digantinya bila alasan-alasan yang menyebabkan ia diangkat.

Bila pengangkatan itu diperlukan karena bapak atau ibu tidak diketahui ada tidaknya, tempat tinggal atau tempat kediaman mereka, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat juga seorang wali. Atas permohonan orang yang digantinya, wali ini diberhentikan oleh Pengadilan Negeri, bila alasan yang menyebabkan pengangkatan tidak ada lagi. Atas permohonan ini Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah pemohon, wali, wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa, dan dewan perwalian bila permohonan ini menyangkut perwalian anak di luar kawin, maka Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil secara sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 354a. Permohonan dikabulkan kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar kalau-kalau bapak atau ibu menelantarkan anak.

Terhadap pemeriksaan orang-orang ini, ketentuan dalam alinea keempat Pasal 206 berlaku dengan sekedar penyesuaian. Selama perwalian termaksud dalarn alinea kedua dan ketiga berjalan, penunaian kekuasaan orangtua ditangguhkan. Dalam hal diperlukan pengangkatan seorang wali, maka bila perlu oleh Balai Harta Peninggalan, baik sebelum maupun setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak belum dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku.
Pasal 360
Pengangkatan seorang wali atas permintaan keluarga sedarah anak yang belum dewasa, atas permintaan para kreditur atau pihak lain yang berkepentingan, atas permintaan Balai Harta Peninggalan, atas tuntutan jawatan Kejaksaan, ataupun karena jabatan, oleh Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya anak belum dewasa itu bertempat tinggal.

Bila anak belum dewasa tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia atau bila tempat tinggalnya tidak diketahui, maka pengangkatan itu dilakukan oleh Pengadilan Negeri di tempat tinggalnya yang terakhir di Indonesia, sedangkan bila ini juga tidak ada, oleh Pengadilan Negeri di Jakarta. Pegawai Catatan Sipil wajib memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan semua peristiwa kematian yang harus dibukukan dalam daftar dengan keterangan apakah orang-orang yang meninggal itu meninggalkan anak belum dewasa, dan memberitahukan segala perlangsungan perkawinan yang akan dibukukan mengenai orang-orang tua yang mempunyai anak yang belum dewasa.
Pasal 361
Bila seorang anak belum dewasa yang berdiam di Indonesia mempunyai harta kekayaan di Negeri Belanda atau di daerah jajahannya di luar Indonesia, maka atas permintaan seorang pengurus di Negeri Belanda dan di daerah jajahan tersebut. Dalam hal itu wali tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pengurusan itu. Pengurus dipilih dengan cara yang sama seperti wali.
Pasal 362
Wali, segera setelah perwaliannya mulai berlaku, di hadapan Balai Harta Peninggalan wajib mengangkat sumpah, bahwa ia akan menunaikan perwalian yang dipercayakan kepadanya dengan baik dan tulus hati. Bila di tempat kediaman wali itu atau dalam jarak lima betas pal dari tempat itu tidak ada Balai Harta Peninggalan atau tidak ada perwakilannya maka sumpah boleh diangkat di hadapan Pengadilan Negeri atau kepala pemerintahan daerah tempat kediaman wali. Tentang pengambilan sumpah itu harus dibuat berita acara.
Pasal 363
Tanpa mengurangi ketentuan alinea kedua Pasal 354a dan alinea keempat Pasal 359, perwalian anak di luar kawin diatur oleh Pengadilan Negeri tanpa Iebih dulu mendengar siapa pun.
Pasal 364
Ketetapan-ketetapan Pengadilan Negeri tentang perwalian tidak bisa dimintakan banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya.

BAGIAN 6
Perwalian oleh Perkumpulan, Yayasan dan Lembaga Sosial
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 365
Dalam segala hal, bila Hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia yang menurut anggaran dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur pemeliharaan anak belum dewasa untuk waktu yang lama. Pasal 362 tidak berlaku. Perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu, sehubungan dengan perwalian yang ditugaskan kepadanya, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan yang diberikan atau yang diperintahkan kepada wali, kecuali jika undang-undang menentukan lain.

Para anggota pengurus masing-masing bertanggung jawab secara pribadi dan tanggung-menanggung atas pelaksanaan perwalian itu, selama perwalian itu dilakukan oleh pengurus dan selama anggota-anggota pengurus ini tidak menunjukkan pada Hakim, bahwa mereka telah mencurahkan segala usaha guna melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya atau mereka dalam keadaan tidak mampu menjaganya.

Pengurus boleh memberi kuasa secara tertulis kepada seorang anggotanya atau lebih untuk melakukan perwalian terhadap anak-anak yang belum dewasa tersebut dalam surat kuasa itu.

Pengurus berhak pula atas kehendaknya menyerahkan pengurusan harta kekayaan anak-anak belum dewasa yang dengan tegas ditunjuknya, asalkan secara tertulis, kepada Balai Harta Peninggalan, yang dengan demikian wajib menerima pengurusan itu dan menyelenggarakannya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadapnya. Penyerahan ini tidak dapat dicabut.
Pasal 365a
Panitera Pengadilan Negeri yang memerintahkan perwalian memberitahukan perintah itu kepada dewan perwalian dan Kejaksaan Negeri yang dalam daerah hukumnya perkumpulan, yayasan, atau lembaga sosial itu berkedudukan. Pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial melaporkan secara tertulis penempatan anak belum dewasa di suatu rumah atau lembaga kepada dewan perwalian dan Kejaksaan yang dalam daerah hukumnya terletak rumah atau lembaga tersebut. Rumah atau lembaga yang dimaksudkan ini, dikunjungi oleh pejabat Kejaksaan atau oleh seorang petugas yang ditunjuknya dan oleh dewan perwalian tiap kali dipandang perlu dan patut guna meneliti keadaan anak belum dewasa yang ditempatkan di dalamnya. Bila dikehendakinya, wali pengawas diberi kesempatan tiap-tiap minggu mengunjungi anak belum dewasa yang ada dalam pengawasannya.

BAGIAN 7
Perwalian Pengawas
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 366
Dalam setiap perwalian yang diperintahkan di dalamnya, Balai Harta Peninggalan ditugaskan sebagai wali pengawas.
Pasal 367
Ketentuan dalam pasal yang lalu tidak berlaku dan tidak membawa perubahan dalam perwalian pengawas yang diperintahkan di Negeri Belanda untuk anak belum dewasa yang kemudian berdiam di Indonesia. Bila wali pengawas yang diangkat di Negeri Belanda tidak berada di Indonesia dan tidak menunjuk seorang kuasa khusus guna mewakili dirinya dalam segala kejadian yang memerlukan kehadiran dan keikutsertaannya, maka dianggaplah bahwa terhadap tugas yang harus dilakukannya di Indonesia, ia telah memerintahkan perwakilannya kepada Balai Harta Peninggalan di tempat tinggal anak belum dewasa, yang oleh karenanya harus diterima oleh Balai Harta Peninggalan tersebut.
Pasal 368
Para wali tersebut dalam Bagian 3 bab ini, segera setelah perwalian mulai berjalan, wajib membentahukan terjadinya perwalian kepada Balai Harta Peninggalan. Bila para wali tersebut lalai, mereka boleh diberhentikan, tanpa mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Pasal 369
Dalam segala hal, bila perwalian diperintahkan oleh Hakim, Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan harus segera memberitahuan secara tertulis adanya pengangkatan itu kepada Balai Harta Peninggalan, dengan keterangan, apakah pengangkatan itu terjadi dengan dihadiri oleh wali itu, atau jika perwalian itu diperintahkan kepada perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, dengan keterangan, apakah hal itu terjadi atas permintaan atau kesanggupan sendiri. Panitera juga wajib dengan cara yang sama memberitahukan pernyataan-pernyataan yang menurut Pasal 332a diucapkan di kepaniteraan atau yang dikirimkan kepadanya; demikian pula pengesahan dimaksudkan dalam Pasal 358.
Pasal 370
Kewajiban wali pengawas adalah mewakili kepentingan anak belum dewasa, bila kepentingan ini bertentangan dengan kepentingan wali tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban khusus, yang dibebankan kepada Balai Harta Peninggalan dalam surat instruksinya pada waktu Balai Harta Peninggalan itu diperintahkan memangku perwalian pengawas. Dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas wajib memaksa wali untuk membuat dafftar atau perincian barang-barang harta peninggalan dalam segala warisan yang jatuh ke tangan anak belum dewasa.
Pasal 371
Dengan ancaman mengganti biaya, kerugian, dan bunga, Balai Harta Peninggalan wajib melakukan segala tindakan yang ditentukan dalam undang-undang agar setiap wali, sekalipun tidak diperintahkan oleh Hakim, memberikan jaminan secukupnya, atau setidak-tidaknya menyelenggarakan pengurusan dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang.
Pasal 372
Setiap tahun wali pengawas harus minta kepada wali (kecuali bapak dan ibu) supaya memberikan suatu perhitungan ringkas dan pertanggungjawaban dan memperlihatkan kepadanya surat-surat andil dan suratsurat berharga milik anak belum dewasa. Perhitungan ringkas itu harus dibuat di atas kertas tak bermeterai dan diserahkan tanpa suatu biaya dan tanpa suatu bentuk hukum apa pun.
Pasal 373
Bila seorang wali enggan melaksanakan ketentuan pasal yang lalu atau bila wali pengawas dalam perhitungan ringkas menemukan tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar, maka wali pengawas harus menuntut pemecatan wali itu. Demikian pula ia harus menuntut pemecatan dalam hal-hal lain yang ditentukan undang-undang.
Pasal 374
Bila perwalian kosong atau ditinggalkan karena ketidakhadiran wali, atau bila untuk sementara waktu wali tidak mampu menjalankan tugasnya, maka wali pengawas, dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri untuk mengangkat wali baru atau wali sementara.
Pasal 375
Perwalian pengawas mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan mulainya dan berakhirnya perwalian.

BAGIAN 8
Alasan-alasan yang Dapat Melepaskan Diri dari Perwalian
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 376
Dihapus dengan S. 1927-31 jis. 390,421.
Pasal 377
Yang boleh melepaskan diri dari perwalian ialah:

1°. mereka yang melakukan tugas negara di luar Indonesia;

2°. para anggota angkatan darat dan laut;

3°. mereka yang melakukan tugas negara di luar keresidenan atau mereka yang karena tugas negara pada saat-saat tertentu ada di luar keresidenan; Orang-orang tersebut dalam tiga nomor di atas ini boleh meminta agar dibebaskan dan perwalian, bila alasan-alasan dimaksud terjadi setelah mereka diangkat menjadi wali;

4°. mereka yang telah genap enam puluh tahun; bila mereka diangkat sebelumnya, mereka boleh minta dibebaskan dari perwalian pada waktu berumur 65 tahun;

5°. mereka yang terganggu oleh suatu penyakit atau penderitaan berat yang dapat dibuktikan; Mereka ini boleh minta dibebaskan dari perwalian, bila penyakit atau pendenitaan itu timbul setelah mereka diangkat menjadi wali;

6°. mereka yang tidak mempunyai anak sendiri, tetapi dibebani tugas memangku dua perwalian;

7°. mereka yang ditugaskan memangku satu perwalian, sedangkan mereka sendiri mempunyai seorang anak atau lebih;

8°. mereka yang pada waktu diangkat sebagai wali mempunyai lima orang anak sah, termasuk di antaranya anak yang telah meninggal dalam dinas ketentaraan;

9°. wanita-wanita; Wanita yang dalam keadaan tidak bersuami telah menerima suatu perwalian boleh minta dibebaskan, bila ia kawin;

10°. mereka yang tidak berhubungan keluarga sedarah atau semenda dengan anak belum dewasa, bila dalam daerah hukum Pengadilan Negeri tempat perwalian itu diperintahkan ada keluarga sedarah atau semenda yang cakap memangkunya. Bapak dan ibu tidak diperbolehkan minta dibebaskan dari perwalian anak-anak mereka sendiri, karena salah satu alasan tersebut di atas.
Pasal 378
Barangsiapa hendak melepaskan diri dari perwalian, harus memohon pembebasan dari Hakim yang memerintahkan perwalian atau, bila sebelumnya tidak ada pengangkatan oleh Hakim, dari Pengadilan Negeri tempat tinggalnya. Kecuali orang-orang yang disebutkan dalam Pasal 377 nomor 5 pemohon diwajibkan, dengan ancaman kehilangan hak, untuk mengajukan permohonan dalam tenggang waktu tiga puluh hari sejak hari mulai berlakunya perwalian itu bila pemohon berdiam di Indonesia, dan dalam tenggang waktu sembilan puluh hari bila ia berdiam di luar Indonesia. Permohonan tidak dapat diterima, bila perwalian itu dibebankan padanya karena pernyataannya sendiri, bahwa ia sanggup menerima perwalian itu. Hakim mengambil ketetapan tanpa bentuk acara dan tanpa banding. Meskipun wali telah mengemukakan alasan-alasan untuk melepaskan diri, ia masih wajib memangku perwalian itu sampai diambil keputusan terakhir tentang alasan-alasan itu.

BAGIAN 9
Pengecualian. Pembebasan dan Pemecatan dari Perwalian
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 379
Selain pegawai-pegawai Kehakiman bangsa Eropa yang dikecualikan dari perwalian menurut ketentuan dalam Pasal 9 Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia, mereka yang dikecualikan dari perwakilan adalah:

1°. orang yang sakit ingatan;

2°. orang belum dewasa;

3°. orang yang ada di bawah pengampuan;

4°. mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan orangtua, maupun dari perwalian; akan tetapi yang demikian itu hanya terdapat anak belum dewasa, yang dengan ketetapan Hakim kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Pasal 3l9g dan pasal 382d.

5°. ketua, wakil ketua, anggota, panitera. panitera pengganti, bendahara, pemegang buku, dan agen Balai Harta Peninggalan, kecuali terhadap anak-anak atau anak-anak tiri mereka sendiri.
Pasal 380
Bila Hakim berpendapat bahwa kepentingan anak-anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya, maka dapatlah dipecat dan perwalian, baik terhadap semua anak belum dewasa, maupun terhadap seorang anak atau lebih yang bernaung di bawah satu perwalian:

1°. mereka yang berkelakuan buruk;

2°. mereka yang dalam menunaikan perwalian menunjukkan ketidakcakapan mereka, menyalahgunakan kekuasaan atau mengabaikan kewajiban mereka;

3°. mereka yang telah dipecat dari perwalian lain menurut nomor 10 dan nomor 2°pasal ini atau telah dipecat dari kekuasaan orangtua menurut pasal 319 alinea kedua nomor 1° dan nomor 2°;

4°. mereka yang berada dalam keadaan pailit;

5°. mereka yang untuk diri sendiri atau yang bapaknya, ibunya, isteri/ suaminya atau anak-anaknya berperkara di muka hakim melawan anak belum dewasa dalam hal yang melibatkan kedudukan, harta kekayaan atau sebagian besar harta kekayaan anak belum dewasa;

6°. mereka yang dihukum dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, karena dengan sengaja telah ikut serta dalam suatu kejahatan terhadap anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka;

7°. mereka yang mendapat hukuman yang telah mempunyai kekuatan tetap, karena melakukan suatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVI, XIX dan XX Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan terhadap anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka;

8°. mereka yang mendapat hukuman badan yang tidak dapat diubah lagi selama dua tahun atau lebih. Bapak dan ibu tidak boleh dipecat, baik karena hal-hal tersebut pada nomor 4° dan nomor 5°, maupun karena tidak cakap. Suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial boleh dipecat dari perwaliannya dalam hal-hal tersebut di bawah nomor-nomor 2°, 3°, 4°, dan 5°, bila hakim berpendapat bahwa kepentingan anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya. Badan-badan itu juga boleh dipecat, bila pemberitahuan tertulis tersebut dalam Pasal 365a alinea kedua dilalaikannya atau bila kunjungan-kunjungan yang diatur di dalamnya dihalang-halanginya. Dalam pengertian kejahatan dalam pasal ini termasuk juga usaha membantu dan mencoba untuk melakukannya.
Pasal 381
Pemecatan seorang wali dilakukan oleh Pengadilan Negeri tempat tinggalnya atau, bila tempat tinggalnya tidak ada, oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal terakhir, atas permohonan wali pengawas, atas permohonan salah satu keluarga sedarah atau keluarga semenda anak belum dewasa sampai dengan derajat keempat, atas permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan Kejaksaan. Pemecatan bapak atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah adanya perceraian, dilakukan oleh Pengadilan Negeri yang mengadili gugatan perceraian. Permintaan atau tuntutan itu harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang merupakan dasarnya pula harus memuat daftar nama orangtua wali dan wali pengawas serta tempat kediaman dan tempat tinggal mereka, sejauh ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau keluarga semenda yang menurut Pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal saksi-saksi yang kiranya dapat menguatkan peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan itu. Kecuali jika permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat yang dilampirkan untuk menguatkannya, harus segera dikirim oleh panitera kepada dewan tersebut. Pada surat permohonan atau tuntutan itu, oleh panitera Pengadilan Negeri dicatat hari masuknya.
Pasal 381a
Pengadilan Negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orangtua, wali dan wali pengawas, keluarga sedarah dan keluarga semenda anak belum dewasa dan dewan perwalian. Pengadilan Negeri dapat memerintahkan pemanggilan saksi-saksinya guna diperiksa di bawah sumpah, yakni yang ditunjuk dan dipilihnya, baik dari keluarga sedarah dan semenda maupun dari luar keluarga. Bila mereka yang akan diperiksa itu, yakni kedua orangtua, wali, wali pengawas atau saksi, bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum Pengadilan Negeri, maka pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri boleh dilimpahkan dengan cara yang sama, seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 terhadap keluarga sedarah atau semenda Anak kalimat terakhir dalam alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap orangtua, wali dan wali pengawas. Segala panggilan dilakukan menurut cara yang ditentukan dalam Pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda bila ada panggilan terhadap seorang yang tempat kediamannya tidak diketahui, maka panggilan itu harus segera dimuatkan dalam satu surat kabar atau lebih yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri.
Panggilan terhadap seseorang yang dimohonkan atau dituntut pemecatannya harus disertai dengan pemberian secara ringkas tentang isi permintaan atau tuntutan, kecuali jika tempat kediaman orang itu tidak diketahui. Bila dipandang perlu, Pengadilan Negeri boleh mendengar orang-orang selain yang telah ditentukan di atas menghadap pada hari yang telah ditentukan, dan boleh juga memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi ini harus disebutkan dalam penetapan lebih lanjut dan harus dipanggil dengan cara yang sama.
Pasal 381b
Selama pemeriksaan, tiap-tiap penduduk di Indonesia yang berhak melakukan perwalian dan pengurus tiap-tiap perkumpulan, yayasan, dan lembaga sosial tersebut dalam Pasal 365 boleh mengajukan diri kepada Pengadilan Negeri dengan surat permohonan supaya diperkenankan memangku perwalian itu. Pengadilan Negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang permohonan itu. Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut dengan penyesuaian seperlunya. Bila permintaan atau tuntutan itu dikabulkan, Pengadilan Negeri menetapkan pengangkatan wali. Dalam keputusan tentang pemecatan wali, wali yang dipecat harus dihukum mengadakan pertanggungjawaban tentang pengurusannya kepada penggantinya.
Pasal 382
Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang dengan pintu tertutup. Penetapan disertai dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah berlangsung pemeriksaan terakhir; penetapan ini boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan sekalipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan, semua itu atas naskah aslinya. Selama pemeriksaan berjalan, Pengadilan Negeri leluasa untuk menghentikan penunaian perwalian itu seluruhnya atau sebagian dan memberi kekuasaan atas diri anak belum dewasa dan harta kekayaannya menurut pertimbangan Pengadilan Negeri, kepada seorang yang ditunjuknya atau kepada dewan perwalian. Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak boleh dimintakan peradilan yang lebih tinggi. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan tetap. Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan Pasal 319 f berlaku dalam hal ini.
Pasal 382a
Baik berdasarkan atas peristiwa yang dapat menyebabkan pemecatan, maupun karena anak belum dewasa ditinggalkan atau tanpa suatu pengawasan, Jaksa berwenang mempercayakan anak belum dewasa itu untuk sementara waktu kepada dewan perwalian, sampai Pengadilan Negeri mengangkat seorang wali atau dinyatakan, bahwa pengangkatan itu tidak perlu dan penetapan itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan Pasal 318f berlaku dalam hal ini.

Bila Jaksa menggunakan wewenang tersebut di atas sebelum mengajukan permintaan atau tuntutan akan pemecatan atau pengangkatan seorang wali, ía wajib segera melakukan segala sesuatu agar pengadilan mengangkat seorang wali.

Bila penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian ditolak Jaksa boleh menyuruh membawa anak itu képada juru sita atau kepada Polisi yang diberi tugas untuk melaksanakan surat perintahnya. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h berlaku dalam hal ini. Perintah penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian menurut alinea pertama pasal ini menghentikan perwalian anak itu, sekedar mengenai diri si anak.
Pasal 382b
Bila orang yang diminta atau dituntut pemecatannya tidak datang menghadap atas panggilan, ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 hari, setelah penetapan atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau pelaksanaannya diberitahukan kepadanya atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya. Orang yang permohonannya akan pemecatan ditolak, atau jawatan Kejaksaan yang tuntutannya ditolak pula, dan orang yang dipecat dan perwaliannya meskipun ia menyangkal, seperti orang yang perlawanannya ditolak boleh mengajukan permohonan banding terhadap keputusan Pengadilan Negeri dalam waktu 30 hari setelah keputusan diucapkan.
Pasal 382c
Bila wali bapak dan wali ibu tidak cakap atau tidak mampu menunaikan kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka dan kepentingan anak-anak dari segi lain tidak bertentangan dengan pembebasan mereka dari perwalian maka atas permintaan dewan perwalian atau tuntutan Jaksa, mereka berdua boleh dibebaskan dari perwalian terhadap seorang anak atau Iebih oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal mereka atau jika tidak ada, oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal mereka yang terakhir. Pembebasan bapak atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah bercerai, dilakukan oleh Pengadilan Negeri yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu.

Dalam surat permohonan atau tuntutan atau pembebasan sedapat-dapatnya harus dikemukakan pula bagaimana pergantian wali itu kiranya dapat diselenggarakan. Pembebasan ini tidak boleh diperintahkan, bila pihak yang diminta atau yang dituntut pembebasannya, menentang hal ini.
Berdasarkan surat permintaan sendiri, wali-wali lainnya boleh dibebaskan oleh Pengadilan Negeri tempat tinggal mereka dari perwalian, baik terhadap semua, maupun terhadap seorang atau beberapa dan anak-anak belum dewasa, yang ada di bawah kekuasaan mereka, bila seorang penduduk Indonesia yang berhak menjalankan perwalian, atau pengurus salah satu perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam Pasal 365, menyatakan sanggup dengan surat untuk mengganti mereka, dan Pengadilan Negeri menimbang pergantian tersebut baik untuk kepentingan anak-anak. Pengadilan Negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas, para keluarga atau semenda anak-anak belum dewasa dan dewan perwalian, serta mengangkat wali, bila permintaan atau tuntutan dikabulkan. Ketentuan dalam alinea ketiga Pasal 381 dan alinea-alinea kedua, ketiga dan keempat Pasal 381a berlaku dalam hal ini.

Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang tertutup. Dalam waktu yang selekas-lekasnya setelah pemeriksaan terakhir, penetapan dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dan boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan, sekalipun ada perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan, semuanya itu atas naskah asli. Bila seseorang yang dimintakan atau dituntut pembebasannya berdasarkan alinea pertama, tidak datang menghadap, maka terhadap pembebasan ini ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 han sejak penetapan itu, atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk melaksanakannya, diberitahukan kepadanya secara pribadi atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaan telah diketahui olehnya.
Orang yang permintaan akan pembebasannya ditolak, atau jawatan Kejaksaan yang tuntutannya akan hal yang sama ditolak, dan orang yang dibebaskan dari perwalian kendati datang menghadap atas panggilan, seperti juga orang yang perlawanannya ditolak, semuanya dapat mengajukan permohonan banding dalam waktu 30 hari setelah putusan Pengadilan Negeri diucapkan. Terhadap penetapan-penetapan termaksud dalam alinea kedua tidak boleh dimintakan banding.
Pasal 382d
Seorang bapak atau Ibu yang dibebaskan atau dipecat dari perwalian terhadap anak-anaknya sendiri, baik atas permintaannya sendiri maupun atas permintaan mereka yang berhak meminta pembebasan, ataupun pemecatannya, ataupun atas tuntutan jawatan Kejaksaan boleh dipulihkan kembali dalam perwalian, bila ternyata bahwa peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan pembebasan atau pemecatannya tidak lagi berlawanan dengan pemilihan itu.
Permintaan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang telah mengadili pemintaan atau tuntutan akan pembebasan atau pemecatannya, kecuali jika perkawinan orang yang dibebaskan atau dipecat itu telah dibubarkan karena perceraian dalam hal mana pemiintaan atau tuntutan itu harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu.

Pengadilan Negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah, bila mungkin kedua orangtua, demikian pula wali atau pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial yang mengaku perwalian itu, wali pengawas, para anggota keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak dan dewan perwalian.

Bila dipandang perlu, Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya didengar di bawah sumpah saksi-saksi yang dipilihnya dan keluarga sedarah atau semenda atau dari luar mereka. Alinea-alinea ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh Pasal 319 berlaku dalam hal ini berada dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial yang diwajibkan melakukan perwalian menurut putusan Hakim sebagaimana dimaksudkan dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan dewan perwalian yang kepadanya dipercayakan anak-anak itu menurut penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 382 alinea ketiga maka dalam penetapan yang sama diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu kepada pihak yang menurut penetapan mendapat kekuasaan atas anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h berlaku dalam hal ini.
Pasal 382f
Ketentuan Pasal 31 berlaku terhadap pembebasan atau pemecatan seorang bapak atau ibu dari perwalian terhadap anak-anak sendiri.
Pasal 382g
Semua surat permohonan, tuntutan penetapan, pemberitahuan semua surat lain yang dibuat guna memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini adalah bebas dari meterai. Segala permintaan termaksud dalam bagian ini, yang berasal dari dewan perwalian, harus dilayani dengan cuma-cuma, demikian pula segala salinan pertama, salinan dan petikan yang diminta oleh dewan perwalian guna kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, oleh panitera diberikan kepadanya dengan cuma-cuma.

BAGIAN 10
Pengawasan Wali atas Pribadi Anak Belum Dewasa
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 383
Wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak belum dewasa menurut kemampuan harta kekayaannya dan harus mewakili anak belum dewasa itu dalam segala tindakan perdata. Anak belum dewasa harus menghormati walinya.
Pasal 384
Bila wali, berdasarkan alasan-alasan yang penting, merasa tidak puas terhadap kelakuan anak belum dewasa, maka atas permintaan wali sendiri atau atas permintaan dewan perwalian, asal saja dewan diminta oleh wali untuk itu, Pengadilan Negeri boleh memerintahkan penempatan anak itu untuk waktu tertentu dalam sebuah lembaga negara atau swasta yang akan ditunjuk oleh Menteri Kehakiman.
Penempatan itu dilakukan atas biaya anak belum dewasa, dan bila ia tidak mampu, atas biaya wali; penempatan semacam itu hanya boleh dilakukan selama-lamanya enam bulan berturut-turut, bila pada hari penetapan Hakim anak belum dewasa belum mencapai umur empat belas tahun, atau selama-lamanya satu tahun bila pada hari penetapan ia telah mencapai umur tersebut, dan sekali-kali tidak boleh melewati saat anak belum dewasa menjadi dewasa.

Pengadilan Negeri tidak boleh memerintahkan penempatan itu sebelum mendengar atau memanggil secara sah wali, pengawas, para keluarga sedarah dan semenda dari anak belum dewasa, dewan perwalian dan, tanpa mengurangi ketentuan dalam alinea berikut, juga anak belum dewasa sendiri.

Bila anak belum dewasa tidak datang menghadap pada hari yang ditentukan untuk mendengarnya, maka Pengadilan Negeri menunda pemeriksaan sampai pada hari yang ditentukan, dan memerintahkan agar anak belum dewasa itu pada hari tersebut, di bawa ke depannya oleh juru sita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah jawatan Kejaksaan, bila ternyata anak belum dewasa pada hari itu pun tidak datang menghadap, maka Pengadilan Negeri, tanpa mendengarnya, memerintahkan atau menolak penempatannya.
Dalam hal ini tidak perlu diperhatikan bentuk acara lebih lanjut, melainkan perintah penempatan itulah yang harus diberikan, tetapi itu pun tidak perlu dimuat alasan-alasannya.

Bila Pengadilan Negeri dalam penetapannya memutuskan, bahwa anak belum dewasa dan wali tidak mampu membiayai penempatan itu, maka semua biaya menjadi beban negara. Penetapan yang memerintahkan suatu penempatan, dilaksanakan atas perintah, setelah ada permintaan dan pihak wali.
Pasal 384a
Dengan penetapan Menteri Kehakiman, anak belum dewasa sewaktu-waktu boleh dikeluarkan dari lembaga termaksud dalam pasal yang lalu, bila alasan-alasan yang mengakibatkan penempatan itu telah tiada atau bila keadaan jasmani dan rohani anak belum dewasa itu tidak mengizinkan penempatan lebih lama.
Wali selalu leluasa untuk mempersingkat waktu penempatan yang telah ditentukan dalam perintah. Untuk memperpanjang waktu penempatan, perlu diperhatikan lagi ketentuan dalam pasal yang lalu.
Pengadilan Negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan waktu itu, tiap-tiap kali tidak lebih dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum mendengar permintaan itu dari kepala lembaga tempat anak belum dewasa itu tinggal pada waktu permintaan perpanjangan diajukan atau dari seorang penggantinya.

BAGIAN 11
Tugas Pengurusan Wali
(Tidak berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 385
Wali harus mengurus harta kekayaan anak belum dewasa laksana seorang bapak rumah tangga yang baik dan bertanggung jawab atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul karena pengurusan yang buruk.

Bila kepada anak yang belum dewasa, baik dengan suatu akta antara orang-orang yang masih hidup, maupun dengan sebuah wasiat, telah dihibahkan atau dihibah-wasiatkan sejumlah harta benda dan pengurusannya itu dipercayakan kepada seorang pengurus atau lebih yang telah ditunjuk, maka ketentuan-ketentuan Pasal 307, yang berlaku bagi pemangku kekuasaan orangtua, berlaku juga bagi wali.
Pasal 386
Dalam waktu sepuluh hari setelah perwalian mulai berlaku, wali harus menuntut pengangkatan penyegelan, bila penyegelan ini telah dilakukan, dan dengan dihadiri oleh wali pengawas, segera membuat atau menyuruh membuat daftar barang-barang kekayaan anak belum dewasa. Daftar barang-barang atau inventaris itu boleh dibuat di bawah tangan, tetapi dalam segala hal keberesannya harus dikuatkan di bawah sumpah oleh wali sendiri di hadapan Balai Harta Peninggalan; bila inventaris itu dibuat di bawah tangan, inventaris itu harus diserahkan kepada Balai Harta Peninggalan.
Pasal 387
Bila anak belum dewasa berutang kepada wali, maka hal itu harus dijelaskan dalam inventaris; dalam hal tidak ada penjelasan dalam inventaris yang demikian itu, wali tidak akan diperbolehkan menagih sesuatu yang dipiutangkannya, sebelum anak belum dewasa itu menjadi dewasa, tambahan lagi, ia akan kehilangan segala bunga dan angsuran atas jumlah pokok yang sedianya dapat ditagih semenjak pembuatan inventaris sampai saat anak belum dewasa menjadi dewasa; tetapi selama masa itu, bagi wali, lewat waktu tidak berlaku.
Pasal 388
Pada permulaan setiap perwalian, kecuali yang dilakukan oleh bapak atau ibu, Balai Harta Peninggalan, setelah mendengar wali pengawas, dan setelah memanggil keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa, menurut perkiraan dan dalam keseimbangan dengan harta kekayaan yang harus diurus, harus menentukan jumlah uang yang diperlukan untuk biaya hidup anak belum dewasa itu beserta biaya yang diperlukan guna mengurus harta kekayaan; semuanya itu tidak mengurangi kemungkinan campur tangan Pengadilan Negeri, bila Balai Harta Peninggalan tidak menyetujui pendapat sebagian besar keluarga anak belum dewasa yang hadir.

Dalam akta yang sama harus ditentukan pula apakah wali dalam menjalankan pengurusan, diperkenankan pula dengan upah menggunakan seorang pengurus khusus atau lebih, yang akan mewakili wali dan di bawah tangung jawab wali.
Pasal 389
Wali wajib mengusahakan supaya dijual segala meja, kursi atau perkakas rumah tangga yang pada permulaan atau selama perwalian jatuh ke dalam kekayaan anak belum dewasa, demikian juga barang-barang yang menurut alamnya dapat disimpan, asal saja dengan persetujuan Balai Harta Peninggalan dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila yang menjadi wali pengawas bukan Balai Harta Peninggalan sendiri, serta keluarga sedarah atau semenda.
Penjualan harus dilakukan di muka umum oleh petugas yang berhak dengan memperhatikan kebiasaan-kebiasaan setempat, kecuali jika Pengadilan, setelah mendengar dan memanggil seperti di atas, kiranya memerintahkan, bahwa barang-barang tertentu yang ditunjuk, untuk kepentingan anak belum dewasa, harus dijual di bawah tangan dengan harga atau di atas harga yang sudah ditaksir oleh ahli-ahli yang diangkat untuk itu.
Pengadilan Negeri boleh juga, setelah mendengar seperti di atas, mengizinkan penjualan di muka umum atau di bawah tangan akan barang-barang bergerak yang sehubungan dengan ketentuan alinea pertama pasal ini telah disimpan dalam wujud asli, bila kepentingan anak belum dewasa menghendakinya.
Barang-barang dagangan boleh dijual di bawah tangan oleh wali dengan perantaraan makelar, komisioner atau orang lain yang sejajar, dengan harga kurs yang berlaku, sedangkan hasil-hasil tanah hendaknya dijual di pasar atau di mana saja dengan harga pasar.
Pasal 390
Bapak atau ibu, sejauh menurut undang-undang mempunyai hak menikmati hasil atas kekayaan anak belum dewasa, bebas dari kewajiban menjual perabot rumah tangga atau barang-barang bergerak Iainnya, bila mereka lebih suka menyimpannya dengan maksud mengembalikannya dalam keadaan aslinya kelak kepada anak belum dewasa.

Dalam hal itu mereka, atas biaya sendiri, harus menyuruh seorang ahli, yang akan diangkat oleh wali pengawas dan mengangkat sumpah di depan kepala pemerintahan daerah, untuk menaksir harga sebenarnya barang-barang tersebut.

Barang-barang yang tidak dapat diserahkan kembali dalam wujud aslinya harus ditanggung dengan sejumlah uang taksiran.
Pasal 391
Wali diwajibkan membungakan sisa penghasilan setelah pendapatan dikurangi dengan pengeluaran, bila saldo untung melebihi seperempat daripada pendapatan biasa anak belum dewasa. Mereka tidak boleh membungakan uang tunai anak belum dewasa, selain dengan cara membeli surat-surat pendaftaran dalam buku utang besar Kerajaan Belanda, membeli surat-surat piutang atas beban Indonesia, dan memindahkannya atas nama anak belum dewasa, membeli barang-barang tetap atau membeli surat-surat piutang berbunga, dan dengan memberi jaminan hipotek atas barang-barang tak bergerak, yang harganya dibebaskan dari segala beban sekurang-kurangnya sepertiga lebih dari jumlah uang yang diperbungakan. Bila wali lalai dalam satu tahun untuk membungakan sejumlah uang dengan cara seperti diperintahkan dalam pasal ini, mereka harus membayar bunga uang itu menurut undang-undang.
Pasal 392
Bila dalam harta kekayaan anak belum dewasa terdapat sertifikat-sertifikat utang nasional, wali wajib memindahkannya ke dalam buku besar atas nama anak belum dewasa. Surat piutang atas beban Indonesia pun harus dipindahkannya atas nama anak belum dewasa. Dengan ancaman hukuman membayar biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas harus berusaha agar peraturan ini dilaksanakan. Bagaimana Balai Harta Peninggalan menurut pasal ini dan pasal-pasal 371 dan 374 harus melaksanakan kewajiban untuk membayar ganti kerugian bagi semua anggota majelis bersama-sama atau bagi setiap anggota khususnya, diatur oleh pemerintah dalam sebuah instruksi bagi semua Balai Harta Peninggalan.
Pasal 393
Wali tidak boleh meminjam uang untuk kepentingan anak belum dewasa, juga tidak boleh mengasingkan atau menggadaikan barang-barang tak bergerak, pula tidak boleh menjual atau memindahtangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang dan andil-andil, tanpa memperoleh kuasa untuk itu dari Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri tidak akan memberikan kuasa ini, kecuali atas dasar keperluan yang mutlak atau bila jelas bermanfaat dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga semenda atau sedarah anak belum dewasa dan wali pengawas.
Pasal 394
Bila wali hendak menjual barang-barang tak bergerak, maka surat permohonan yang diajukan oleh wali harus dilampiri sebuah daftar segala harta kekayaan anak belum dewasa dan dalam daftar itu harus disebutkan barang-barang yang hendak dijual.
Pengadilan Negeri berwenang untuk mengizinkan penjualan barang-barang itu, baik barang-barang yang ditunjuk maupun barang-barang lain, yang menurut pertimbangan Pengadilan Negeri penjualan barang-barang itu tidak menimbulkan begitu banyak kerugian bagi anak belum dewasa.
Pasal 395
Penjualan harus dilakukan di muka umum, di hadapan wali pengawas, oleh pegawai yang berhak dan menurut kebiasaan setempat.
Pasal 396
Pengadilan Negeri boleh mengizinkan penjualan di bawah tangan suatu barang tak bergerak dalam hal-hal yang luar biasa dan bila kepentingan anak belum dewasa menghendakinya. Izin itu tidak akan diberikan, kecuali atas permintaan wali yang harus disertai alasan-alasannya dan dengan persetujuan bersama dari wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda.
Bila keluarga sedarah atau semenda tidak semua datang menghadap atas panggilan, maka cukup persetujuan bersama dari mereka yang datang. Barang tidak bergerak itu tidak boleh dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebelum pemberian izin telah ditaksir oleh tiga orang ahli yang diangkat oleh Pengadilan Negeri.
Pasal 397
Segala bentuk acara yang ditentukan dalam Pasal 393 tidak berlaku, bila dalam suatu putusan pengadilan, atas permintaan salah seorang di antara beberapa orang pemilik barang yang belum dibagi, diperintahkan menjualnya, kecuali bahwa penjualan itu selalu harus dilakukan di muka umum.
Pasal 398
Bila Hakim sehubungan dengan Pasal 393, mengizinkan penjualan surat-surat berharga milik anak belum dewasa, maka boleh ditetapkan bahwa penjualan itu hendaknya dilakukan di bawah tangan, asalkan surat-surat tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga harga atau pemberitahuan sejenis itu, sebagaimana lazimnya dikeluarkan di Indonesia.
Pasal 399
Wali tidak boleh menjual barang: tak bergerak anak belum dewasa selain dengan lelang umum. Dalam hal itu pembelian tidak akan mempunyai kekuatan, sebelum disahkan oleh Pengadilan Negeri menurut syarat-syaratnya dan ketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 396.
Pasal 400
Wali tidak boleh menyewa atau mengambil sebagai hak usaha untuk din sendiri barang-barang anak belum dewasa, kecuali Pengadilan Negeri telah mengizinkan syarat-syaratnya setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa dan wali pengawas; dalam hal demikian, wali-pengawaslah yang berhak mengadakan perjanjian dengan wali. Tanpa izin yang sama, wali tidak boleh menerima penyerahan hak atau piutang terhadap mereka yang ada di bawah perwaliannya.
Pasal 401
Wali tidak boleh menerima warisan yang diperuntukkan bagi anak belum dewasa, selain dengan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. Wali tidak boleh menolak warisan tanpa izin untuk itu yang diperoleh dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 393.
Pasal 402
Izin yang sama diperlukan juga untuk menerima sebuah hibah yang diperuntukkan bagi anak belum dewasa akibat hibah yang demikian adalah sama seperti akibat hibah yang diberikan kepada seorang yang telah dewasa.
Pasal 403
Sebelum mengajukan gugatan di muka Hakim untuk anak belum dewasa, atau sebelum membelanya terhadap suatu gugatan, atas tanggung jawab sendiri wali boleh meminta kepada Balai Harta Peninggalan supaya dikuasakan untuk itu; balai itu, atas permintaan tersebut, harus menanyakan terlebih dahulu pendapat para keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa, demikian pula pendapat wali pengawas, sekiranya perwalian pengawas tidak dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan sendiri. Wali yang tanpa izin tersebut mengajukan gugatan di muka Hakim atau mengadakan pembelaan atas suatu gugatan dan dapat dihukum oleh Hakim untuk membayar biaya perkara dengan uangnya sendiri, bila dipandangnya bahwa tidak dengan alasan yang layak perkara itu dimulainya atau dipertahankannya; hal ini tidak mengurangi kewajiban wali untuk membayar biaya, kerugian dan bunga, kiranya ada alasannya untuk itu. Hukuman yang sama dapat juga diberikan bila ternyata bahwa izin tersebut didapatnya karena penuturan yang bohong atau penyembunyian keadaan yang sebenarnya.
Pasal 404
Dalam suatu perkara yang diajukan terhadap anak belum dewasa, wali tidak leluasa menyatakan menerima putusan tanpa kuasa untuk itu dari Balai Harta Peninggalan dengan cara yang disebutkan dalam permulaan pasal yang lalu.
Pasal 405
Wali diharuskan mendapat izin yang sama, bila ia hendak meminta pemisahan atau pembagian tetapi tanpa izin ia boleh menjawab tuntutan akan pemisahan atau pembagian yang diajukan terhadap anak belum dewasa.
Pasal 406
Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hal pemisahan dan pembagian harta yang menyangkut kepentingan anak belum dewasa, ditetapkan dalam Bab XVII Buku Kedua yang berjudul Pemisahan Harta Peninggalan.
Pasal 406a
Bila anak-anak belum dewasa yang berada di bawah beberapa orang wali mempunyai harta kekayaan yang sama, Pengadilan Negeri boleh menunjuk salah seorang dari mereka atau orang lain untuk menyelenggarakan pengurusan harta kekayaan itu sampai pemisahan dan pembagian selesai, atas jaminan yang ditentukan Pengadilan Negeri.
Pasal 407
Tanpa izin yang dibicarakan dalam Pasal 393, wali tidak boleh mengadakan perdamaian atas nama anak belum dewasa, pula tidak diperbolehkan menyerahkan penyelesaian suatu perkara kepada wasit.
Pasal 408
Jika bapak atau ibu dan isterinya atau suaminya yang telah lebih dulu meninggal dunia, dulunya kawin dengan harta bersama secara penuh atau terbatas, maka Pengadilan Negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah atau semenda beserta wali-pengawas, boleh memberi kuasa kepadanya agar selarma waktu yang ditentukan, bahkan sampai anak yang belum dewasa menjadi dewasa, terus menguasai harta kekayaan itu, pendapatan perusahaan, perdagangan, pabrik atau yang sejenis itu. Izin ini tidak dapat diberikan, kecuali jika setelah Pengadilan Negeri melihat daftar kekayaan, ternyata bahwa kepentingan anak belum dewasa adalah sangat besar dan ada jaminan yang diberikan oleh wali atau wali-pengawas. Izin tersebut atas permohonan wali atau walipengawas, boleh dicabut setelah mendengar seperti di atas. Bahkan Kejaksaan, karena jabatan, boleh menuntut pencabutan izin itu.

BAGIAN 12
Perhitungan Pertanggungjawaban Perwalian
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 409
Setiap wali, wajib mengadakan perhitungan penutup dan pertanggungjawaban.
Pasal 410
Perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan atas biaya dan kepada anak belum dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau kepada ahli warisnya bila ia telah meninggal, atau kepada pengganti pengurus. Wali harus membayar lebih dulu biaya-biaya untuk itu. Dalam perhitungan itu, untuk semua pengeluaran yang perlu, yang pantas dan yang cukup beralasan, wali harus mendapat penggantian.
Pasal 411
Semua wali, kecuali bapak, ibu dan wali-peserta, boleh memperhitungkan upah sebesar tiga persen dari segala pendapatan, dua persen dari segala pengeluaran, dan satu setengah persen dari modal yang mereka terima, kecuali jika mereka lebih suka menerima upah yang ditentukan dengan surat wasiat atau dengan akta otentik tersebut dalam Pasal 355; dalam hal yang demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang lebih besar.
Pasal 412
Setiap persetujuan mengenai perwalian dan perhitungan perwalian, yang telah diadakan antara wali dan anak belum dewasa yang sementara itu menjadi dewasa, adalah batal dan tidak berharga, bila persetujuan itu tidak didahului perhitungan yang baik dan pertanggungjawaban dengan alat-alat bukti yang diperlukan; semuanya itu harus dinyatakan dengan pengakuan tertulis dari pihak yang kepadanya harus dilakukan perhitungan itu, yang diberikan sekurangkurangnya sepuluh hari sebelum persetujuan.
Pasal 413
Perhitungan penutup yang harus diadakan oleh wali, tanpa ditagih pun harus memberikan bunga sejak hari perhitungan ditutup. Segala bunga dari apa yang masih menjadi utang anak belum dewasa terhadap walinya tidak akan berjalan, kecuali sejak hari teguran pelaksanaan pembayaran, setelah perhitungan dan pertanggungjawaban ditutup.
Pasal 414
Segala tuntutan anak belum dewasa terhadap walinya berkenaan dengan tindakan-tindakan perwalian, gugur karena lewat waktu setelah lewat sepuluh tahun, terhitung sejak anak menjadi dewasa.

BAGIAN 13
Balai Harta Peninggalan dan Dewan Perwalian
(Berlaku Bagi Semua Golongan Timur Asing)

Pasal 415
Dalam daerah hukum setiap Pengadilan Negeri ada Balai Harta Peninggalan, yang daerah dan tempat kedudukannya sama dengan daerah dan tempat kedudukan Pengadilan Negeri.
Pemerintah boleh menentukan, bahwa segala kekuasaan yang diberikan kepada suatu Balai Harta Peninggalan beserta usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan oleh atau atas nama salah satu Balai Harta Peninggalan yang lain. Dalam hal demikian, Balai Harta Peninggalan tersebut terakhir harus diwakili oleh seorang anggota perwakilan yang berkantor di tempat Balai Harta Peninggalan tersebut pertama. Kecuali dalam hal yang ditunjukkan dalam instruksi untuk semua Balai Harta Peninggalan, anggota perwakilan itu selamanya berkuasa untuk bertindak atas nama Balai Harta Peninggalan.

Bila pemerintah telah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam alinea yang lalu, maka Balai Harta Peninggalan yang diperintahkan bertugas untuk Balai Harta Peninggalan lain, dalam segala urusan yang mengenai majelis tersebut terakhir, dianggap mempunyai tempat tinggal semata-mata di kantor anggota perwakilan tersebut. Untuk setiap Balai Harta Peninggalan harus diangkat agen-agen di tempat-tempat yang benar membutuhkannya. Penunjukkan wakil semua Balai Harta Peninggalan di Negeri Belanda dilakukan oleh Menteri Urusan Daerah Seberang Lautan, yang harus membuat instruksi bagi perwakilan tersebut.
Pasal 416
Instruksi untuk semua Balai Harta Peninggalan ditentukan oleh pemerintah. setelah mendengar Mahkamah Agung. Instruksi ini mengatur susunan dan peraturan dalam tiap-tiap Balai Harta Peninggalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan baru.
Pasal 416a
Dalam daerah hukum setiap Pengadilan Negeri, ada sebuah dewan perwalian, yang ditugaskan melakukan segala usaha pemeliharaan, kecuali campur tangan yang dengan tegas disebutkan dalam kitab undang-undang ini dan peraturan-peraturan pemerintah lainnya, bagi anak belum dewasa yang dipercayakan kepadanya dengan putusan Hakim menurut Pasal 214, Pasal 319f alinea kelima, atau Pasal 382 alinea ketiga seperti juga bagi anak-anak diserahkan kepadanya oleh Kejaksaan menurut Pasal 319i atau Pasal 382a.

Daerah dan tempat kedudukan dewan perwalian sama dengan daerah dan tempat kedudukan Pengadilan Negeri Biaya yang dikeluarkan dewan perwalian dibebankan kepada negara. Bila dewan perwalian, menurut bab ini atau Bab X, Xl, XIV dan XIVA buku ini, maju ke pengadilan, maka bantuan seorang pengacara atau advokat tidak diharuskan.
Dewan perwalian harus berusaha, agar segala uang yang dibayar oleh orang-orang yang menurut buku ini wajib memberikan tunjangan untuk nafkah dan pendidikan anak belum dewasa, digunakan sesuai dengan maksudnya.
Pasal 416b
Tanpa mengurangi ketentuan alinea berikut, dewan perwalian terdiri dari Balai Harta Peninggalan setempat, dengan jumlah anggota yang ditentukan oleh pemerintah.

Bila pemerintah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh alinea kedua Pasal 415 maka dewan perwalian terdiri dari anggota perwakilan Balai Harta Peninggalan yang berkedudukan di lain daerah, yaitu anggota yang berkantor di daerah setempat, dan sejumlah anggota yang ditentukan oleh presiden. Pegawai Balai Harta Peninggalan melakukan tugas pada dewan perwalian sama seperti pada Balai Harta Peninggalan.

Cara dewan perwalian menunaikan tugasnya, diatur oleh pemerintah. Untuk tiap dewan perwalian, di tempat-tempat yang membutuhkannya diangkat agen-agen.
Pasal 417
Setiap Balai Harta Peninggalan dan dewan perwalian boleh mewakilkan atau menguasakan dirinya kepada salah seorang anggota atau pegawainya, atau kepada seorang agennya dalam hal bila mereka selaku majelis harus menunaikan tugas di luar gedung rapat mereka.

Dalam hal-hal, bila Balai Harta Peninggalan dan dewan perwalian minta pertimbangan, mereka harus menyatakan pendapatnya secara tertulis dengan alasan-alasannya.
Pasal 418
Balai Harta Peninggalan dan dewan perwalian tidak bisa dikesampingkan dari segala campur tangan, yang diperintahkan kepada mereka menurut ketentuan undang-undang. Segala perbuatan dan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal dan tidak berharga.
Pasal 418a
Kepala Daerah dan Pegawai Catatan Sipil wajib sedapat mungkin memberikan keterangan-keterangan dengan cuma-cuma kepada Balai Harta Peninggalan dan dewan perwalian, dan dengan cuma-cuma pula memberikan semua salinan dan petikan dari daftar-daftar yang diminta oleh majelis tersebut untuk kepentingan tugas yang harus mereka lakukan; salinan dan petikan yang diberikan itu bebas dari meterai.


BAB XVI

PENDEWASAAN
(Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 419
Dengan pendewasaan, seorang anak yang di bawah umur boleh dinyatakan dewasa, atau kepadanya boleh diberikan hak-hak tertentu orang dewasa.
Pasal 420
Pendewasaan yang menjadikan orang yang masih di bawah umur menjadi dewasa, diperoleh dengan venia aetatis atau surat-surat pernyataan dewasa yang diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan nasihat Mahkamah Agung.
Pasal 421
Permohonan akan surat pernyataan dewasa boleh diajukan kepada pemerintah oleh anak yang di bawah umur, bila ia telah mencapai umur dua puluh tahun penuh. Pada surat permohonan itu harus dilampirkan akta kelahiran, atau bila itu tidak dapat diberikan, tanda bukti lain yang sah tentang umur yang diisyaratkan itu.
Pasal 422
Mahkamah Agung tidak memberi nasihat sebelum mendengar atau memanggil secukupnya kedua orangtua anak yang di bawah umur itu atau orangtuanya yang masih hidup, dan bila anak yang di bawah umur itu ada dalam perwalian, walinya, wali pengawasnya dan keluarga-keluarga sedarah atau semenda.
Pasal 423
Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan termaksud dalam pasal yang lampau mengenai para orangtua, wali dan wali pengawas yang bertempat tinggal atau berdiam di luar kabupaten tempat Mahkamah Agung berkedudukan, Pegawai yang ditugaskan melakukan pemeriksaan itu, harus memberikan penjelasan apa saja yang dianggapnya perlu pada waktu mengirimkan berita acaranya.
Berita acara itu dengan penjelasannya harus dilampirkan pada nasihat yang harus disampaikan oleh Mahkamah Agung kepada pemenntah.
Pasal 424
Anak yang telah dinyatakan dewasa, dalam segala hal sama dengan orang dewasa. Akan tetapi mengenai pelaksanaan perkawinan, dia tetap wajib dari para orangtuanya atau dari kakek neneknya. atau dari Pengadilan Negeri menurut ketentuan-ketentuan Pasal 35 dan 37, sainpai ia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, sedangkan terhadap anak-anak luar kawin yang telah diakui, Pasal 39 alinea pertama tetap berlaku sampai mereka mencapai umur dua puluh satu tahun penuh.
Pasal 425
Untuk kepentingan anak yang masih di bawah umur itu, pemerintah bebas untuk menambahkan pada surat pernyataan dewasa, dia tidak diperbolehkan, sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, untuk memindahtangankan atau membebani harta tak bergeraknya selain dengan persetujuan Pengadilan Negeri di tempat tinggalnya yang diberikan setelah mendengar atau memanggil secukupnya kedua orangtuanya, atau salah Seorang yang masih hidup dari mereka, atau bila keduanya sudah tidak ada, keluarga-keluarga sedarah atau semenda. Dalam hal penjualan, Pengadilan Negeri boleh juga menyetujui hal itu dilakukan di bawah tangan. Terhadap pemeriksaan kedua orangtua, alinea keempat Pasal 206 berlaku.
Pasal 426
Pendewasaan, yang memberikan hak-hak tertentu sebagai orang dewasa kepada anak yang di bawah umur, boleh diberikan oleh Pengadilan Negeri kepada anak yang di bawah umur atas permohonannya, bila ia telah mencapai umur delapan belas tahun penuh. Hal itu tidak diberikan bila bertentangan dengan kemauan salah seorang orangtuanya yang melakukan kekuasaan orangtua atau perwalian.
Pasal 427
Pengadilan Negeri tidak mengambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil dengan sah kedua orangtuanya. bila anak yang di bawah umur itu ada dalam kekuasaan orangtuanya, atau bila ia ada dalam perwalian, mendengar atau memanggil dengan sah walinya, wali pengawasnya, keluarga sedarah atau semenda, serta kedua orangtuanya atau orangtua yang masih hidup bila yang melakukan perwalian atas orang yang di bawah umur itu bukan orangtuanya.
Alinea keempat Pasal 206 berlaku dalam hal mendengar para orangtua, wali dan wali-pengawas. Sebelum mengambil keputusan, Pengadilan Negeri boleh memerintahkan anak yang di bawah umur itu untuk menghadap sendiri. Sebelum menutup pemeriksaan.
Pengadilan Negeri harus menentukan hari pengambilan keputusan. Terhadap keputusan Pengadilan Negeri, tidak dapat dimintakan banding.
Pasal 428
Pada waktu memberikan pendewasaan, Pengadilan Negeri harus menentukan dengan tegas, hak-hak kedewasaan manakah yang diberikan kepada anak yang di bawah umur itu.
Pasal 429
Anak yang di bawah umur yang telah mendapat pendewasaan demikian itu, dianggap sebagai orang dewasa hanya dalam hal perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan yang dengan tegas diperintahkan kepadanya, dan Ia tidak boleh mengingkari keabsahannya atas dasar kebelumdewasaan. Untuk hal-hal lainnya dia tetap dalam kedudukan belum dewasa.
Pasal 430
Wewenang dan hak-hak yang diberikan kepada anak yang belum dewasa menurut Pasal 426,427 dan 428, tidak boleh lebih daripada wewenang dan hak untuk menerima seluruh atau sebagian pendapatannya. mengeluarkan dan menggunakan pendapatannya itu, mengadakan persewaan, menggarap tanah-tanahnya, dan melakukan usaha-usaha yang perlu untuk itu, melakukan suatu pekerjaan tangan, mendirikan suatu pabrik atau ikut berusaha dalam itu, dan akhirnya menjalankan mata pencaharian dan perdagangan.

Dalam kedua hal tersebut terakhir, anak yang di bawah umur itu berwenang seperti orang dewasa untuk mengangkat segala perjanjian yang berhubungan dengan pabrik itu, mata pencarian dan perdagangan itu, kecuali pemindahtanganan dan pembebanan harta-harta tetapnya dan pemindahtanganan efek-efeknya yang memberi bunga, surat-surat pendaftaran dalam buku besar utang-utang negara, tagihan-tagihan utang hipotek dan saham-saham dalam perseroan terbatas atau perseroan lain.

Dalam hal perbuatan-perbuatan yang boleh dia lakukan berdasarkan pendewasaan yang telah diperolehnya, dia boleh bertindak di Pengadilan, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat.
Pasal 21 tidak berlaku terhadap perbuatan-perbuatan itu.
Pasal 431
Pendewasaan tersebut dalam lima pasal yang lampau, oleh Pengadilan Negeri boleh ditarik kembali, bila anak yang di bawah umur itu menyalahgunakannya atau bila ada cukup kekhawatiran, bahwa dia akan menyalahgunakannya Penarikan kembali dilakukan atas permohonan bapaknya. bila kedua orangtuanya masih hidup, atau atas permohonan ibunya, bila kekuasaan orangtua dilakukan olehnya, atau atas permohonan wali atau wali pengawas, bila orang yang dibawah umur itu berada dalam perwalian.
Terhadap permohonan itu tidak diambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil dengan sah anak yang di bawah umur itu dan walinya, bila permohonan itu diajukan oleh wali pengawasnya, atau mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila permohonannya diajukan oleh wali.

Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya keluarga sedarah atau semenda. dan bapaknya atau ibunya, sekiranya salah seorang dari antara mereka masih hidup tanpa dibebani tugas perwalian, dipanggil atau didengar. Pengadilan mengambil keputusan tanpa banding. Alinea keempat Pasal 206 tidak berlaku terhadap pemeriksaan para orangtua, wali dan wali pengawas.
Pasal 432
Semua pendewasaan tersebut dalam bab ini, demikian pula pencabutannya menurut pasal-pasal yang Iampau, harus diumumkan dengan cara membuat maklumat dan memasangnya dalam berita negara. Dalam maklumat pendewasaan itu, harus dicantumkan dengan teliti, bagaimana dan untuk apa itu diberikan. Sebelum diadakan maklumat ini, baik pendewasaan itu maupun pencabutannya, tidak berlaku terhadap pihak ketiga.

BAB XVII

PENGAMPUAN
(Berlaku Bagi Seluruh Golongan Timur Asing)

Pasal 433
Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan.
Pasal 434
Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu, gila atau mata gelap. Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat. Barang siapa karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi dirinya sendiri.
Pasal 435
Bila seseorang yang dalam keadaan mata gelap tidak dimintakan pengampuan oleh orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, maka jawatan Kejaksaan wajib memintanya. Dalam hal dungu atau gila, pengampuan dapat diminta oleh jawatan Kejaksaan bagi seseorang yang tidak mempunyai suami atau isteri, juga yang tidak mempunyai keluarga sedarah yang dikenal di Indonesia.
Pasal 436
Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan.
Pasal 437
Peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan dungu, gila, mata gelap atau keborosan, harus dengan jelas disebutkan dalam surat permintaan. dengan bukti-bukti dan penyebutan saksi-saksinya.
Pasal 438
Bila Pengadilan Negeri berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda.
Pasal 439
Pangadilan Negeri setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan, bila orang itu tidak mampu untuk datang, maka pemeriksaan harus dilangsungkan di rumahnya oleh seorang atau beberapa orang Hakim yang diangkat untuk itu, disertai oleh panitera, dan dalam segala hal dihadiri oleh jawatan Kejaksaan. Bila rumah orang yang dimintakan pengampuan itu terletak dalam jarak sepuluh pal dari Pengadilan Negeri, maka pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada kepala pemerintahan setempat. Dan pemeriksaan ini, yang tidak perlu dihadiri jawatan Kejaksaan, harus dibuat berita acara yang salinan otentiknya dikirimkan kepada Pengadilan Negeri. Pemeriksaan tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota-anggota keluarga sedarah.
Pasal 440
Bila Pengadilan Negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda, dan setelah mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup keterangan yang diperoleh, maka Pengadilan dapat memberi keputusan tentang surat permintaan itu tanpa tata cara lebih lanjut, dalam hal yang sebaliknya, Pengadilan Negeri harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya menjadi jelas.
Pasal 441
Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut dalam Pasal 439, bila ada alasan, Pengadilan Negeri dapat mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan pengampuannya.
Pasal 442
Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan berdasarkan kesimpulan Jaksa.
Pasal 443
Bila dimohonkan banding, maka Hakim banding sekiranya ada alasan,. dapat mendengar lagi atau menyuruh mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan.
Pasal 444
Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam penetapan atau keputusan ini, harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkan dalam Berita Negara; semuanya atas ancaman hukuman membayar segala biaya, kerugian dan bunga sekiranya ada alasan untuk itu.
Pasal 445
Bila pengampuan diminta sehubungan dengan alinea keempat Pasal 434, Pengadilan Negeri mendengar para keluarga sedarah atau semenda dan, sendiri atau dengan wakilnya,, suami atau isterinya yang meminta, sekiranya ini berada di Indonesia; juga harus dilakukan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 439 alinea kesatu dan kedua, 440,441 dan 442. Dalam hal demikian jawatan Kejaksaan harus menyelenggarakan pengumuman mengenai keputusan dengan cara yang dicantumkan dalam Pasal 444.
Pasal 446
Pengampuan mulai berjalan, terhitung sejak putusan atau penetapan diucapkan. Semua tindak perdata yang setelah itu dilakukan oleh orang yang ditempatkan di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum. Namun demikian, seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan, tetap berhak membuat surat-surat wasiat.
Pasal 447
Semua tindak perdata yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucapkan berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, boleh dibatalkan, bila dasar pengampuan ini telah ada pada saat tindakan-tindakan itu dilakukan.
Pasal 448
Setelah seseorang meninggal dunia, maka segala tindak perdata yang telah dilakukannya, kecuali pembuatan surat-surat wasiat berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, tidak dapat disanggah, selain bila pengampuan atas dirinya telah diperintahkan atau dimintakan sebelum ia meninggal dunia, kecuali bila bukti-bukti tentang penyakit itu tersimpul dari perbuatan yang disanggah itu.
Pasal 449
Bila keputusan tentang pengampuan telah mendapatkan kekuatan hukum yang pasti, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat seorang pengampu. Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan. Pengampuan pengawas diperintahkan kepada Balai Harta Peninggalan. Dalam hal yang demikian, berakhirlah segala campur tangan pengurus sementara, yang wajib mengadakan perhitungan dan pertanggungjawaban atas pengurusannya kepada pengampu, bila Ia sendiri yang diangkat menjadi pengampu, maka perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan kepada pengampu pengawas.
Pasal 450
Dihapus dengan S. 1927- 31 jis. 390,421.
Pasal 451
Kecuali jika ada alasan-alasan penting menghendaki pengangkatan orang lain menjadi pengampu, suami atau isteri harus diangkat menjadi pengampu bagi isteri atau suaminya, tanpa mewajibkan isteri mendapatkan persetujuan atau kuasa apa pun juga untuk menerima pengangkatan itu.
Pasal 452
Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa.

Bila seseorang yang karena keborosan ditempatkan di bawah pengampuan hendak melangsungkan perkawinan, maka ketentuan-ketentuan Pasal 38 dan 151 berlaku terhadapnya. Ketentuan undang-undang tentang perwalian atas anak belum dewasa, yang tercantum dalam pasal 331 sampai dengan 344, Pasal-pasal 362, 367, 369 sampai dengan 388, 391 dan berikutnya dalam Bagian 11, 12 dan 13 Bab XV, berlaku juga terhadap pengampuan.
Pasal 453
Bila seseorang ditempatkan di bawah pengampuan mempunyai anak-anak belum dewasa serta menjalankan kekuasaan orangtua, sedangkan isteri atau suaminya telah dibebaskan atau diberhentikan dari kekuasaan orangtua, atau berdasarkan Pasal 246 tidak diperintahkan menjalankan kekuasaan orangtua, atau tidak memungkinkan untuk menjalankan kekuasaan orangtua, seperti juga jika orang yang di bawah pengampuan itu menjadi wali atas anak-anaknya yang sah, maka demi hukum pengampu adalah wali atas anak-anak belum dewasa itu sampai pengampuannya dihentikan, atau sampai isteri atau suaminya memperoleh perwalian itu karena penetapan Hakim yang dimaksudkan dalam Pasal 206 dan 230, atau mendapatkan kekuasaan orangtua berdasarkan Pasal 246a, atau dipulihkan dalam kekuasaan orangtua atau perwalian.
Pasal 454
Penghasilan orang yang ditempat di bawah pengampuan karena keadaan dungu. gila atau mata gelap, harus digunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan memperlancar penyembuhan.
Pasal 455
Dicabut dengan S. 1897-53.
Pasal 456
Terhadap orang-orang yang tidak dapat dibiarkan mengurus diri sendiri atau membahayakan keamanan orang lain karena kelakuannya terlanjur buruk dan terus menerus buruk, harus dilakukan tindakan seperti diatur dalam Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia.
Pasal 457
Dalam hal adanya kepentingan yang mendesak para kepala daerah setempat, menjelang pengesahan Pengadilan Negeri, berkuasa memerintahkan penahanan sementara orang-orang yang dimaksud dalam Pasal-pasal yang lalu. Mereka wajib untuk bertindak secara cermat; dan selambat-lambatnya dalam empat hari atau, dalam hal tempat kedudukan Pengadilan Negeri yang bersangkutan ada di pulau lain, dengan kapal yang pertama, mereka harus mengirimkan surat-surat tentang penahanan kepada Kejaksaan yang berwenang & yang harus menyampaikan lagi surat-surat itu dengan tuntutannya kepada Pengadilan Negeri segera setelah menerima surat-surat itu. Bila Pengadilan Negeri tidak menemukan alasan-alasan guna menguatkan penahanan, maka dengan putusan harus diperintahkan supaya orang yang ditahan itu segera dikeluarkan dari tahanan. Putusan ini harus segera dilaksanakan oleh kepala daerah yang bersangkutan segera setelah diterimanya, dan hal itu harus diberitahukan kepada Kejaksaan dengan cara seperti yang ditentukan dalam alinea kedua pasal ini.
Pasal 458
Seorang anak belum dewasa yang ada di bawah pengampuan tidak dapat melakukan perkawinan, pula tidak dapat mengadakan perjanjian-perjanjian selain dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pada Pasal 38 dan 151.
Pasal 459
Tiada seorang pun, kecuali suami isteri dan keluarga sedarah dalam garis ke atas atau ke bawah, wajib menjalankan suatu pengampuan lebih dari delapan tahun lamanya setelah waktu itu lewat, pengampu boleh minta dibebaskan dan permintaan ini harus dikabulkan.
Pasal 460
Pengampuan berakhir bila sebab-sebab yang mengakibatkannya telah hilang; tetapi pembebasan dari pengampuan itu tidak akan diberikan, selain dengan memperhatikan tata cara yang ditentukan oleh undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu orang yang ditempatkan di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum keputusan tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Pasal 461
Pembebasan diri pengampuan harus diumumkan dengan cara yang diatur dalam Pasal 444.

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 462
Seorang anak belum dewasa yang berada dalam keadaan dungu, gila atau gelap mata, tidak boleh ditempatkan di bawah pengampuan, tetapi tetap berada di bawah pengawasan bapaknya, ibunya atau walinya.

BAB XVIII

KETIDAKHADIRAN
(Berlaku Bagi Seluruh Golongan Timur Asing)

BAGIAN 1
Hal-hal yang Diperlukan

Pasal 463
Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau untuk mengatur pengelolaannya mengenai hal itu, ataupun bila kuasa yang diberikannya tidak berlaku lagi, sedangkan keadaan sangat memerlukan mengatur pengelolaan itu seluruhnya atau sebagian, atau untuk mengusahakan wakil baginya, maka atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan. atau atas tuntutan Kejaksaan, Pengadilan Negeri di tempat tinggal orang yang dalam keadaan tidak hadir itu harus memerintahkan Balai Harta Peninggalan untuk mengelola barang-barang dan kepentingan-kepentingan orang itu seluruhnya atau sebagian, membela hak-haknya, dan bertindak sebagai wakilnya. Semuanya itu tidak mengurangi ketentuan-ketentuan khusus menurut undang-undang dalam hal kepailitan atau ketidakmampuan yang nyata.

Sekiranya harta kekayaan dan kepentingan orang yang tidak hadir itu sedikit, maka atas permintaan atau tuntutan seperti di atas, ataupun dengan menyimpang dari permintaan atau tuntutan itu karena jabatan, Pengadilan Negeri, baik karena dengan penetapan termaksud dalam alinea pertama, maupun dengan penetapan lebih lanjut yang masih akan diambilnya, juga berkuasa untuk memerintahkan pengelolaan harta kekayaan dan pengurusan kepentingan itu kepada seorang atau lebih yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri dari keluarga sedarah atau semenda orang yang tidak hadir itu, atau kepada isteri atau suaminya; dalam hal ini, satu-satunya kewajiban ialah bila orang yang tak hadir itu kembali, maka keluarga, isteri atau suaminya itu, wajib mengembalikan harta kekayaan itu atau harganya, setelah dikurangi segala utang yang sementara itu telah dilunasinya, tanpa hasil dan pendapatannya.
Pasal 464
Balai Harta Peninggalan berkewajiban, jika perlu setelah penyegelan, untuk membuat daftar lengkap harta kekayaan yang pengelolaannya dipercayakan kepadanya. Untuk selanjutnya Balai Harta Peninggalan harus mengindahkan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan harta kekayaan anak-anak yang masih di bawah umur, sejauh peraturan-peraturan itu dapat diterapkan pada pengelolaannya, kecuali bila Pengadilan Negeri menentukan lain mengenai hal-hal tersebut.
Pasal 465
Balai Harta Peninggalan berkewajiban untuk memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban secara singkat dan memperlihatkan efek-efek dan suratsurat yang berhubungan dengan pengelolaan itu kepada jawatan Kejaksaan pada Pengadilan Negeri yang telah mengangkatnya. Perhitungan ini dapat dibuat di atas kertas yang tidak bermeterai dan disampaikan tanpa tata cara peradilan.
Terhadap perhitungan dan pertanggungjawaban ini jawatan Kejaksaan boleh mengajukan usul-usul kepada Pengadilan Negeri, sejauh hal itu dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu.
Pengesahan perhitungan dan pertanggungjawaban ini tidak mengurangi hak orang yang tidak hadir itu atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan-keberatan terhadap perhitungan itu.
Pasal 466
Dihapus dengan S. 1928-210.

BAGIAN 2
Pernyataan Mengenai Orang yang Diperkirakan Telah Meninggal Dunia
(Berlaku Bagi Seluruh Golongan Timur Asing)

Pasal 467
Bila orang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya atau mengatur pengelolaannya atas hal itu, dan bila telah lampau lima tahun sejak kepergiannya. atau lima tahun setelah diperoleh berita terakhir yang membuktikan bahwa ia masih hidup pada waktu itu, sedangkan dalam lima tahun itu tak pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya. maka tak peduli apakah pengaturan-pengaturan sementara telah diperintahkan atau belumi, orang yang dalam keadaan tak hadir itu, atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan dan dengan izin Pengadilan Negeri di tempat tinggal yang ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau lebih lama lagi sebagaimana diperintahkan oleh Pengadilan.
Bila atas panggilan itu tidak menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu maupun orang lain untuknya, untuk memberi petunjuk bahwa ia masih hidup, maka harus diberikan izin untuk panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan demikian yang ketiga harus diberikan. Panggilan ini tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar yang dengan tegas akan ditunjuk oleh Pengadilan Negeri pada waktu memberikan izin yang pertama. dan tiap-tiap kali juga harus ditempelkan pada pintu utama ruang sidang Pengadilan Negeri dan pada pintu masuk kantor keresidenan tempat tinggal terakhir orang yang tidak hadir itu.
Pasal 468
Bila atas panggilan tidak datang menghadap, baik orang yang dalam keadaan tak hadir maupun orang lain yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya orang itu, maka Pengadilan Negeri atas tuntutan jawatan Kejaksaan dan setelah mendengar jawatan itu, boleh menyatakan adanya dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal, terhitung sejak hari ia meninggalkan tempat tinggalnya. atau sejak hari berita terakhir mengenai hidupnya, yang harinya secara pasti harus dinyatakan dalam keputusan itu.
Pasal 469
Sebelum mengambil keputusan atas tuntutan itu, jika perlu setelah mengadakan pemeriksaan saksi-saksi yang diperintahkan untuk itu, dengan kehadiran jawatan Kejaksaan, Pengadilan Negeri harus memperhatikan sebab-sebab terjadinya ketidakhadiran itu, sebab-sebab yang mungkin telah menghalangi penerimaan kabar dari orang yang dalam keadaan tak hadir itu, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan dugaan tentang kematian. Pengadilan Negeri, berkenaan dengan ini semua, boleh menunda pengambilan putusan sampai lima tahun lebih lama daripada jangka waktu tersebut dalam Pasal 467, dan boleh memerintahkan pemanggilan-pemanggilan lebih lanjut dan penempatannya dalam surat kabar, sekiranya hal itu dianggap perlu oleh pengadilan untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tak hadir itu.
Pasal 470
Bila seseorang pada waktu meninggalkan tempat tinggalnya telah memberikan kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusannya, atau telah mengatur pengelolaannya, dan bila telah lampau sepuluh tahun sesudah keberangkatannya atau setelah berita terakhir bahwa ia masih hidup, sedangkan dalam sepuluh tahun itu tidak ada tanda-tanda apakah ia masih hidup atau telah mati, maka atas permohonan orang-orang yang kepentingan, orang yang dalam keadaan tidak hadir itu boleh dipanggil, dan boleh dinyatakan bahwa ada dugaan hukum tentang kematiannya, dengan cara dan menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam tiga pasal yang lalu.
Berlalunya waktu sepuluh tahun ini diharuskan, pun sekiranya kuasa yang diberikan atau pengaturan yang diadakan oleh orang dalam keadaan tidak hadir itu telah berakhir lebih dahulu. Akan tetapi dalam hal yang terakhir ini pengelolaan harus diselenggarakan dengan cara seperti yang tercantum dalam Bagian I bab ini.
Pasal 471
Pernyataan mengenai dugaan tentang kematian harus diumumkan dengan menggunakan surat kabar yang telah digunakan dalam pemanggilan-pemanggilan.

BAGIAN 3
Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Orang yang Diduga Sebagai Ahli Waris dan Orang-orang Lain yang Berkepentingan, Setelah Pernyataan Mengenai Dugaan Tentang Kematian
(Berlaku Bagi Seluruh Golongan Timur Asing)
Pasal 472
Orang-orang yang diduga menjadi ahli waris dari orang yang dalam keadaan tak hadir, yakni mereka yang dinyatakan dalam putusan Hakim itu berhak atas harta peninggalan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, baik menurut hak waris karena kematian, maupun menurut surat wasiat, berwenang untuk menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan penyerahan barang-barang itu dari Balai Harta Peninggalan, bila balai itu diserahi tugas pengelolaan barang-barang orang yang dalam keadaan tak hadir itu, segala sesuatunya itu dilaksanakan dengan mengadakan jaminan pribadi atau kebendaan, yang disahkan oleh Pengadilan guna menjamin bahwa barang-barang itu akan digunakan tanpa menjadi berantakan atau terlantar, dan bahwa barang-barang itu atau, bila sifat barang-barang itu mengharuskan, harganya akan dikembalikan, semuanya untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tak hadir itu sekiranya dia pulang kembali, atau untuk kepentingan para ahli waris lainnya sekiranya hak mereka kemudian ternyata lebih kuat. Dengan demikian, mereka yang diduga menjadi ahli waris beserta orang-orang yang berkepentingan, berwenang untuk menuntut supaya dibuka surat-surat wasiatnya, sekiranya ada.
Pasal 473
Bila tidak diberikan jaminan tersebut dalam pasal yang lalu, barang-barang itu harus ditaruh di bawah pengelolaan pihak ketiga, dan mengenai barang-barang bergerak harus diperintahkan penjualannya, dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang terdapat dalam Pasal 786 dan 787 Kitab Undang-undang ini.
Pasal 474
Para ahli waris dugaan, berkenaan dengan hal menikmati harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama, seperti yang diatur untuk para pemegang hak pakai hasil, sejauh ketentuan-ketentuan yang ditetapkan untuk hal itu berlaku, dan tentang hal itu tidak ada peraturan lain.
Pasal 475
Atas dasar yang sama seperti yang ditentukan dalam tiga pasal yang lalu tentang para ahli waris dugaan dari orang yang dalam keadaan tak hadir, orang-orang yang mendapat hibah wasiat, dan orang-orang lain yang sedianya mempunyai suatu hak atas harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir itu bila dia meninggal, boleh segera melakukan hak mereka.
Pasal 476
Mereka yang menguasai atau mengelola barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak hadir, masing-masing sejauh mengenai dirinya, berkewajiban untuk memberi perhitungan dan pertanggungjawaban dan untuk menyerahkan barang-barang itu kepada orang yang dalam keadaan tak hadir bila ia pulang, atau kepada para ahli waris atau para pemegang hak lainnya, sekiranya mereka datang, dan menunjukkan hak mereka yang lebih kuat.
Pasal 477
Semua ahli waris dugaan itu, segera setelah mengambil barang-barang ke dalam penguasaannya, berkewajiban untuk membuat daftar lengkap barang-barang yang ditinggalkan orang yang dalam keadaan tak hadir itu. Kepada mereka diberikan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. Bila tidak diadakan pendaftaran harta peninggalan demikian, seperti juga dalam hal-hal yang diatur dalam Pasal 1031, mereka kehilangan hak istimewa tersebut di atas, tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban tersebut dalam pasal yang lalu.
Pasal 478
Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang lalu, dan sejauh karena itu tidak ada ketentuan lain, para ahli waris dugaan boleh membagi di antara mereka segala harta peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir yang telah mereka kuasai, dengan mengindahkan peraturan-peraturan tentang pemisahan harta peninggalan. Namun barang-barang tetapnya tidak boleh dijual untuk dapat mengadakan pemisahan itu, melainkan harus ditaruh dalam suatu penitipan, bila tidak dapat dibagi atau dimasukkan dalam suatu kapling, dan hasilnya dapat dibagi menurut kesepakatan mereka. Tentang semuanya itu harus dibuatkan dan ditandatangani sebuah akta, yang juga menunjukkan, barang-barang apakah yang diberikan kepada penerima hibah wasiat dan orang-orang lain yang berhak.
Pasal 479
Daftar dan akta tersebut dalam pasal yang lalu, demikian pula akta tentang jaminan, harus dibawa ke kepaniteraan Pengadilan Negeri yang telah mengeluarkan keputusan tentang kematian dugaan, dan disimpan di sana.
Pasal 480
Mereka yang karena ketentuan-ketentuan yang lalu telah mendapat bagian dari barang-barang tetap, atau ditugaskan untuk mengelolanya, demi kepastian mereka boleh menuntut agar barang-barang itu diperiksa oleh ahli-ahli, yang diangkat untuk itu oleh Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya barang-barang itu terletak, dan agar dibuatkan uraian tentang keadaannya. Setelah ahli-ahli itu memberikan perslah kepada Pengadilan, dan Pengadilan mengesahkannya, kemudian mendengar jawatan Kejaksaan, maka uraian dan perslah itu harus disimpan di kepaniteraan.
Pasal 481
Barang-barang tetap kepunyaan orang yang dalam keadaan tak hadir, yang dibagikan kepada ahli waris dugaan, atau diserahkan kepadanya untuk dikelola, selanjutnya tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani, sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam Pasal 484, kecuali kalau ada alasan penting, dan dengan izin Pengadilan Negeri.
Pasal 482
Bila orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali setelah ada keterangan kematian dugaan, atau diperoleh tanda-tanda bahwa dia masih dalam keadaan hidup, maka mereka yang telah menikmati hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan dari barang-barangnya, wajib untuk mengembalikan hasil-hasilnya dan pendapatan-pendapatan itu dan sebagai berikut; setengahnya bila ia pulang kembali, atau bila tanda-tanda bahwa ia masih hidup diperoleh dalam waktu lima belas tahun setelah hari kematian dugaan yang dinyatakan dalam putusan Hakim; atau seperempatnya, bila tanda-tanda itu diperoleh kemudian, tetapi sebelum lampau waktu tiga puluh tahun setelah pernyataan itu.
Akan tetapi semua itu dengan ketentuan, bahwa Pengadilan Negeri yang telah memberi keputusan tentang kematian dugaan itu, mengingat sedikitnya banang-barang yang ditinggalkan, boleh memerintahkan yang berlainan tentang pengembalian hasil-hasil dan pendapatan itu, atau dapat juga memberi pembebasan sama sekali.
Pasal 483
Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu kawin dengan gabungan harta bersama, atau gabungan keuntungan dan kerugian saja, atau gabungan hasil-hasil dan pendapatan, sedangkan isteri atau suaminya memilih membiarkan gabungan itu terus berjalan, maka dia boleh mencegah pengambilan barang-barang dalam penguasaan sementara oleh orang-orang yang diduga sebagai ahli waris, dan mencegah pelaksanaan hak-hak yang mestinya baru akan timbul setelah kematian orang yang dalam keadaan tak hadir itu, dan mengambil atau mempertahankan barang-barang itu dalam pengelolaannya, dengan mendahului yang lain-lain, dengan menunaikan kewajiban akan pendaftaran tersebut dalam Pasal 477.
Akan tetapi penghentian pengambilan barang-barang dalam penguasaan dengan segala akibat-akibatnya, tidak boleh benlangsung lebih lama daripada sepuluh tahun penuh, terhitung dan hari tersebut dalam putusan Hakirn yang menyatakan kematian dugaan itu. Namun bila isteri atau suami tidak menentang pengambilan barang-barang dalam pengusaan itu oleh para ahli waris, maka ia boleh mengambil bagiannya dalam harta bersama itu, atau barang-barang miliknya sendiri yang merupakan haknya, asal saja ia memberikan jaminan untuk barang-barang yang mungkin harus dikembalikan. Isteri yang memilih dilanjutkan gabungan harta bersama, tetap mempunyai hak untuk melepaskan diri dari gabungan harta bersama itu di kemudian hari.
Pasal 484
Bila telah lampau tiga puluh tahun setelah hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan Hakim, atau bila sebelumnya telah berlalu seratus tahun penuh setelah kelahiran orang yang dalam keadaan tak hadir, maka penjamin-penjamin dibebaskan dan pembagian barang-barang yang ditinggalkan tetap berlaku sejauh pembagian itu telah terjadi, atau bila belum terjadi, para ahli waris dugaan boleh mengadakan pembagian tetap, dan boleh menikmati semua hak atas harta peninggalan itu secara pasti. Maka berhentilah hak istimewa akan pendaftaran harta, dan dapatlah para ahli waris dugaan diwajibkan untuk menerima atau menolak warisan, menurut peraturan-peraturan yang ada tentang hal itu.
Pasal 485
Bila sebelum waktu tersebut dalam pasal yang lalu, diterima berita tentang kematian orang yang ada dalam keadaan tak hadir, maka mereka yang atas dasar undang-undang atau atas dasar penetapan-penetapan orang yang dalam keadaaan tak hadir itu telah mendapat hak-hak atas harta peninggalannya, pertanggungjawaban dan penyerahan atas dasar Pasal 476 dan 482.
Pasal 486
Sekiranya orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali, atau menunjukkan bahwa ia masih hidup, setelah lampau tiga puluh tahun sejak dari kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam keputusan Hakim, maka dia hanya berhak untuk menuntut kembali barang-barangnya dalam keadaan seperti adanya pada waktu itu, beserta harga barang-barang yang telah dipindahtangankan, atau barang-barang yang telah dibeli dengan hasil pemindahtanganan barang-barang kepunyaannya, namun semuanya tanpa suatu hasil atau pendapatan.
Pasal 487
Demikian pula anak-anak dan keturunan-keturunan lebih lanjut orang dalam keadaan tidak hadir, boleh menerima kembali barang-barangnya sejauh hak mereka timbul dalam waktu tiga puluh tahun sejak lampaunya waktu yang ditetapkan dalam Pasal 484.
Pasal 488
Bila dengan putusan Hakim dinyatakan dugaan hukum tentang kematian, semua tuntutan hukum terhadap orang yang dalam keadaan tak hadir itu, harus diajukan terhadap para ahli waris dugaan yang telah mengambil barang-barangnya dalam penguasaan mereka, tanpa mengurangi hak mereka untuk memberlakukan hak istimewa mereka akan pendaftaran harta peninggalan.

BAGIAN 4
Hak-hak yang Jatuh ke Tangan Orang Tak Hadir yang Tak Pasti Hidup atau Mati
(Berlaku Bagi Golongan Tirnur Asing Bukan Tionghoa, Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 489
Orang yang menuntut suatu hak, yang katanya telah beralih dari orang yang tak hadir kepadanya, tetapi hak itu baru jatuh pada orang yang tak hadir setelah keadaan hidup atau matinya menjadi tak pasti, wajib untuk membuktikan, bahwa orang yang tak hadir itu masih hidup pada saat hak itu jatuh padanya selama ia tidak membuktikan hal itu, maka tuntutannya harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Pasal 490
Bila pada orang tak hadir, keadaan hidup atau matinya tidak pasti, jatuh suatu warisan atau hibah wasiat, yang sedianya menjadi hak orang-orang lain andaikata orang yang tak hadir itu hidup, atau yang sedianya harus dibagi dengan orang-orang lain, maka warisan atau hibah wasiat itu, seakan-akan orang itu telah meninggal, tanpa kewajiban untuk membuktikan kematian orang itu, namun untuk itu mereka harus mendapat izin lebih dahulu dari Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terletak rumah kematian orang itu, dan pengadilan itu harus memerintahkan pemanggilan-pemanggilan umum dan mengeluarkan peraturan pengamanan yang perlu untuk pihak-pihak yang berkepentingan.
Pasal 491
Ketentuan-ketentuan dari kedua pasal yang lalu tidak mengesampingkan hak untuk menuntut warisan-warisan dan hak-hak lain yang ternyata kemudian telah jatuh pada orang yang dalam keadaan tak hadir itu atau orang-orang yang telah mendapat hak-hak itu daripadanya. Hak-hak itu hanya hapus oleh Iampaunya waktu yang diisyaratkan untuk lewat waktu.
Pasal 492
Bila kemudian orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali atau haknya dituntut atas namanya, pengembalian penghasilan dan pendapatannya boleh dituntut, terhitung dari hari ketika hak itu jatuh pada orang yang tak hadir itu, atas dasar dan menurut ketentuanketentuan Pasal 482.

BAGIAN 5
Akibat-akibat Keadaan Tidak Hadir Berkenaan dengan Perkawinan
(Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)

Pasal 493
Bila salah seorang dari suami isteri, selain meninggalkan tempat tinggal dengan kemauan buruk, selama sepuluh tahun penuh tak hadir di tempat tinggalnya tanpa berita tentang hidup matinya orang itu, maka suami isteri yang ditinggalkan berwenang untuk memanggil orang yang tak hadir itu tiga kali berturut-turut dengan panggilan, menurut cara yang ditentukan dalam Pasal 467 dan 468, dengan izin dari Pengadilan Negeri di tempat mereka bersama.
Pasal 494
Bila atas panggilan ketiga dari Pengadilan, baik orang yang tak hadir itu maupun orang lain untuknya, tidak ada yang muncul memberi cukup petunjuk tentang hidupnya orang itu, maka Pengadilan Negeri boleh memberi izin kepada suami atau isteri yang ditinggalkan untuk kawin dengan orang lain. Ketentuan-ketentuan Pasal 469 berlaku dalam hal ini.
Pasal 495
Bila setelah pemberian izin, tetapi sebelum perkawinan dengan yang lain itu dilakukan, orang yang tak hadir itu muncul, atau seseorang membawa berita cukup tentang masih hidupnya orang itu, maka izin yang telah diberikan tidak berlaku lagi demi hukum. Bila orang yang ditinggalkan itu telah melakukan perkawinan lain, orang yang tak hadir juga mempunyai hak untuk melakukan perkawinan lain.
Pasal 496, 497, 498
Dihapus dengan S. 1927-31 jis. 390, 421.