TATA CARA PEMBUATAN DAN PERUNDINGAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Oleh : Drs. L. Agus Suharmanu, S. Sos., MM
PENDAHULUAN
Terbentuknya sistem hubungan industrial disuatu negara sangat dipengaruhi dan didasarkan pada falsafah bangsa dan negara tersebut, sehingga sistem hubungan industrial disetiap negara tidak akan sama karena didasarkan pada falsafah negara masing-masing. Hubungan Industrial di Indonesia adalah suatu sistem yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan kepada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Kondisi yang diinginkan dari sistem hubungan industrial di Indonesia adalah terciptanya suasana hubungan kerja yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Dalam rangka mewujudkan hubungan kerja yang harmonis, dinamis dan berkeadilan tersebut di atas, maka para pelaku proses produksi barang dan jasa wajib memahami dan mengetahui secara jelas hak dan kewajiban masing-masing dengan cara menumbuh kembangkan rasa saling pengeritan, saling menghargai dan saling mempercayai.
Seperti diketahui, tidak semua hak dan kewajiban yang ada dalam hubungan kerja diatur secara rinci oleh ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan hanya mengatur ketentuan hubungan kerja secara umum. Oleh karena itu perlu pengaturan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak secara rinci yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama.
Perjanjian Kerja Bersama merupakan salah satu sarana yang strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial di perusahaan. Apabila dilihat dari sisi pembuatannya dilakukan melalui perundingan secara musyawarah untuk mufakat antara Serikat Pekerja/Buruh dengan Pengusaha/Manajemen, yang mengatur hak dan kewajiban didalam pelaksanaan proses produksi barang maupun jasa, mengatur tata tertib dan bagaimana menyelesaikan keluh kesah dan perselisihan hubungan industrial yang terjadi, serta memberikan jaminan kepastian hukum dalam melakukan tugas masing-masing. Oleh karena itu, tujuan pembuatan perjanjian kerja bersama adalah untuk mempertegaskan dan memperjelas hak dan kewajiban, menetapkan secara bersama mengenai syarat-syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan sehingga dapat mendorong terciptanya hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
TATA CARA PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Sejak diratifikasinya Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 melalui Keputusan Presiden No. 83 Tahun1998 dan ditetapkannya UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh sangat mempengaruhi perkembangan jumlah Serikat/Serikat Buruh, dan dimungkinkan dalam suatu perusahaan terbentuk lebih dari satu Serikat Pekerja/Serikat Buruh, sehingga pembuatan perjanjian kerja bersama mengalami perubahan.
Ketentuan yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Bab XI, Hubungan Industrial, Bagian Ketujuh, Perjanjian Kerja Bersama, dari pasal 116 sampai dengan sampai dengan pasal 135 dan ketentuan pelaksanaannya ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kerja dan Transmigrasi No. : Kep. 48/MEN/IV/2004, yang pengaturannya secara garis besar dapat disampaikan sebagai berikut:
1. PKB dibuat oleh SP/SB atau beberapa SP/SB yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha dan harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia.
2. Penyusunan PKB dilaksanakan secara musyarawarah, dimulai dengan menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat : tujuan pembuatan tata tertib, susunan tim perunding, lamanya masa perundingan, materi perundingan, tata cara perundingan, cara penyelesaian apabila terjadi perundingan, sahnya perundingan, biaya perundingan.
3. Dalam menentukan tim perunding pembuatan PKB disesuaikan dengan kebutuhan, dengan ketentuan masing-masing paling banyak 9 (sembilan) orang. Dalam hal terdapat SP/SB yang tidak terwakili dalam tim perunding maka SP/SB yang bersangkutan dapat menyampaikan aspirasinya sebelum dimulai perundingan pembuatan PKB.
4. Dalam hal perundingan PKB tidak mencapai kesepakatan dalam waktu yang disepakati dalam tata tertib maka kedua belah pihak dapat menjadual kembali perundingan dengan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. Apabila perundingan masih belum mencapai kesepakatan walaupun telah dijadual ulang maka para pihak melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawabdi bidang ketenagakerjaan dengan melampirkan pernyataan tertulis bahwa perundingan tidak dapat diselesaikan pada waktunya yamg memuat : a. materi PKB yang belum dicapai kesepakatan; b. pendirian para pihak; c. risalah perundingan; d. tempat, tanggal dan tanda tangan pihak. Penyelesaian oleh instansi yang bertanggung jawab dibidang sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
5. Apabila penyelesaian pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dilakukan melalui mediasi dan para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran moderator maka atas kesepakatan para pihak, mediator melaporkan kepada Menteri untuk menetapkan langkah-langkah penyelesaiaan.
6. Dalam hal penyelesaian oleh Menteri tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di daerah hukum pekerja/buruh bekerja. Apabila daerah hukum tempat pekerja/buruh melebihi satu daerah hukum Pengadilan Hubungan Industrial di daerah hukum pekerja/buruh bekerja. Apabila daerah hukum tempat pekerja/ buruh melebihi satu daerah hukum Pengadilan Pengadilan Hubungan Industrial maka gugatan diajukan pada Pengadilan Hubungan Industrial yang daerah hukumnya mencakup domisili perusahaan.
7. Dalam satu perusahaan hanya dapat dibuat satu PKB yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan memiliki cabang, dibuat PKB induk yang memuat ketentuan-ketentuan yang berlaku diseluruh cabang, dan cabang dapat membuat PKB turunan yang memuat pelaksanaan masing-masing.
8. Dalam hal beberapa perusahaan tergabung dalam satu group dan masing-masing perusahaan badan hukum sendiri-sendiri, maka PKB dibuat dan dirundingkan oleh masing-masing perusahaan.
9. Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu SP/SB, maka SP/SB tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan PKB dengan pengusaha apabila memiliki jumlah angota lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Tetapi jika memiliki jumlah anggota kurang dari 50 % dari jumlah seluruh pekerja/buruh, maka SP/SB dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan dengan pengusaha apbila SP/SB yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Pemungutan suara yang belum menjadi anggota SP/SB diselenggarakan oleh panitia yang terdiri dari wakil-wakil pekerja/buruh dan pengurus SP/SB yang disaksikan oleh pihak pejabat yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dan pengusaha.
10. Panitia yang telah terbentuk mengumumkan tanggal pemungutan suara selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) hari sebelum tanggal pemungutan suara.
11. SP/SB diberi kesempatan menjelaskan program PKB dalam waktu 14 (empat belas) hari, dan dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah tanggal diumumkannya diluar jam kerja pada tempat yang disepakati oleh SP/SB dan pengusaha.
12. Apabila dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum dilaksanakan pemungutan suara ternyata SP/SB dapat membuktikan keanggotaannya kepada pengusaha bahwa telah memenuhi lebih dari 50% dari jumlah seluruh pekerja/buruh maka pemungutan suara tidak perlu lagi.
13. Pelaksanaan pemungutan suara disesuaikan dengan jadual kerja para pekerja/buruh sehingga tidak mengganggu proses produksi dan tempat pemungutan suara ditetapkan berdasarkan kesepakatan panitia dengan pengusaha.
14. Hasil pemungutan suara sah setelah ditandatangani oleh panitia dan saksi-saksi.
15. Apabila hasil pemungutan suara dukungan dari pekerja/buruh tidak tercapai, SP/SB dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan PKB setelah melampaui jangka waktu 6 bulan terhitung sejak dilakukan pemungutan suara, dengan mengikuti prosedur pasal 119 UU No. : 13 Tahun 2003.
16. Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari satu SP/SB, yang berhak melakukan perundingan dengan pengusaha adalah SP/SB yang jumlah anggotanya lebih dari 50% dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Apabila tidak terpenuhi maka SP/SB dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50%. Jika dengan koalisi tidak terpenuhi maka membentuk tim perunding yang keanggotaanya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing SP/SB.
17. Untuk menentukan SP/SB yang jumlah anggotanya lebih dari 50% dilakukan melalui verifikasi keanggotaan SP/SB, maka verifikasi dilakukan oleh panitia yang terdiri dari wakil pwengurus SP/SB yang ada diperusahaan dengan disaksikan oleh instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dan pengusaha. Verifikasi keanggotaan SP/SB dilakukan berdasarkan bukti kartu tanda anggota sesuai pasal 121 UU No : 13 Tahun 2003 dan apabila terdapat kartu anggota lebih dari satu maka kartu tanda anggota yang sah adalah kartu tanda anggota yang terakhir.
18. Pelaksanaan verifikasi dilakukan di tempat-tempat kerja yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu proses produksi dalam waktu satu hari kerja yang disepakati SP/SB dan hasil pelaksanaan verifikasi dituangkan dalam bentuk berita acara yang ditandatangani oleh panitia saksi-saksi yang hasilnya mengikat SP/SB di perusahaan.
19. Pengusaha maupun SP/SB dilarang melakukan tindakan yang mempengaruhi pelaksanaan verifikasi.
20. Masa berlakunya PKB paling lama 2 Tahun, berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan SP/SB dapat diperpanjang masa berlakunya paling 1 tahun.
21. Perundingan PKB berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 bulan sebelum berakhirnya PKB yang sedang berlaku,. apabila tidak mencapai kesepakatan maka PKB yang sedang berlaku tetap berlaku untuk paling lama 1 tahun.
22. Perjanjian Kerja Bersama paling sedikit memuat : a. hak dan kewajiban pengusaha;b. hak dan kewajiban SP/SB serta pekerja/buruh; c.jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya PKB ; d.dan tanda tangan para pihak pembuat PKB.
23. Ketentuan dalam PKB tidak boleh bertentangn dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila bertentangan maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundangan.
24. Pengusaha, SP/SB dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam PKB.
25. Pengusaha dan SP/SB wajib memberitahukan isi PKB atau perubahannya kepada seluruh pekerja/buruh, mencetak dan membagikan naskah PKB kepada setiap pekerja/buruh atas biaya perusahaan.
26. Pengusaha dilarang mengganti PKB dengan perusahaan selama di perusahaan yang bersangkutan masih ada SP/SB. Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi SP/SB dan PKB diganti dengan Peraturan Perusahaan maka ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari PKB.
27.
28. Dalam hal PKB sudah berakhir masa berlakunya dan akan diperpanjang atau diperbarui dan diperusahaan tersebut hanya terdapat satu SP/SB, maka perpanjangan atau pembaharuan PKB tidak mensyaratkan ketentuan dalam pasal 119 UU Nomor 13 Tahun 2003.
29. Dalam hal PKB sudah berakhir masa berlakunya dan akan diperpanjang atau diperbarui dan di perusahaan tersebut terdapat lebih dari satu SP/SB sedangkan SP/SB yang dulu berunding (jumlah keanggotaannya lebih dari 50%) tidak lagi memenuhi (jumlah keanggotaannya 50% atau kurang), maka perpanjangan atau pembaharuan PKB dilakukan oleh SP/SB yang anggotanya lebih 50% dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan, bersama-sama dengan SP/SB yang membuat PKB terdahulu dengan membentuk tim perunding secara proporsional.
30. Dalam hal PKB sudah berakhir masa berlakuknya dan akan diperpanjang atau diperbarui dan di perusahaan terserbut terdapat lebih dari satu SP/SB dan tidak satupun SP/SB yang mempunyai jumlah keanggotaan lebih dari 50%, maka perpanjangan atau pembaharuan PKB dilakukan menurut ketentuan pasal 120 ayat 2 dan ayat 3 UU No. 13 tahun 2003.
31. PKB tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu PKB walaupun terjadi pembubaran SP/SB atau pengalihan kepemilikan perusahaan.
32. Apabila terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai PKB, maka PKB yang berlaku adalah lebih menguntungkan pekerja/buruh. Sedangkan penggabungan antara perusahaan yang mempunyai PKB maka PKB tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung sampai dengan berakhirnya jangka waktu PKB.
33. PKB mulai berlaku pada hari penandatanganan kecuali ditentukan lain dalam PKB tersebut dan selanjutnya didaftarkan oleh pengusaha pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
PERUNDINGAN PEMBUATAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA
Bertitik tolak dari kondisi yang diinginkan dari sistem hubungan Industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan, selain itu perjanjian kerja bersama merupakan sarana dalam pelaksanaan hubungan industrial, maka dalam pelaksanaan perundingan perjanjian kerja bersama hendaknya prinsip-prinsip hubungan industrial digunakan sebagai referensi, yaitu:
1. Pengusaha dan pekerja/buruh, sama-sama mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan.
2. Pekerja/buruh adalah mitra pengusaha untuk membangun dan mengembangkan perusahaan.
3. Pengusaha dan pekerja/buruh mempunyai fungsional dan masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda dengan adanya pembagian tugas atau pekerjaan.
4. Pengusaha dan pekerja/buruh merupakan anggota keluarga perusahaan.
5. Tujuan Pembinaan Hubungan Industrial adalah menciptakan ketenangan berusaha untuk meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.
6. Peningkatan Produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan bersama, yaitu kesejahteraan pengusaha dan kesejahteraan pekerja/buruh.
Secara operasional untuk memperlancar pembuatan perjanjian kerja bersama perlu diperhatikan tahap-tahap sebagai berikut :
1 Tahap Persiapan
Hal-hal yang penting dalam tahap persiapan ini adalah sebagai berikut:
a. Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan pengusaha harus betul-betul siap untuk berunding dalam rangka pembuatn perjanjian kerja besama.
b. Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pengusaha mempersiapkan data dan informasi yang relevan dan berkaitan dalam perundingan pembuatan perjanjiankerja bersama.
c. Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pengusaha mempersiapkan tim perunding dan juru bicara masing-masing.
2. Tahap Pelaksanaan Perundingan
Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut :
a. Yang dirundingkan tahap pertama adalah untuk menyepakati tata tertib perundingan yang sekurang-kurangnya memuat:
- tujuan pembuatan tata tertib;
- susunan tim perunding;
- lamanya masa perundingan;
- materi perundingan;
- tempat perundingan;
- tata cara perundingan;
- cara penyelesaian apabila terjadi kebuntuan perundingan;
- sahnya perundingan;
- biaya perundingan;
b. Apabila sebelu perundingan dimulai, lebih dahulu telah dilakukan pertukaran konsep PKB antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pengusaha, maka perundingan sellanjutnya sudah dapat dimulai untuk perundingan materi dari PKB.
c. Menginventarisir pokok bahasan yang sudah disepakati dan dirumuskan secara jelas dan hasil rumusan diparaf oleh tim perundingan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Pengusaha.
d. Dalam merundingkan pokok bahasan yang belum disepakati sebaiknya dimulai dari hal-hal apabila dimusyawarahkan segera dapat tercapai kesepakatan, setiap kesepakatan yang telah dicapai segera diparaf oleh kedua belah pihak .
e. Dalam merundingkan hal-hal yang prinsip tetap memelihara suasana keterbukaan dan kekeluargaan agar tidak terjadi permasalahan yang menghambat penyelesaian perundingan PKB.
3. Tahap Penyusunan Isi PKB.
a. Pokok bahasan yang telah selesai dirundingkan dan telah selesai dirundingkan dan telah diparaf oleh tim perundingan dari masing-masing pihak, selanjutnya disusun menjadi konsep PKB yang sudah utuh yang formatnya sesuai dengan kebiasaan yang berlaku.
b. Untuk penyempurnaan redaksional materi PKB, hendakinya dibentuk tim kecil yang anggota-anggotanya diambil Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan pengusaha.
c. Jika dipandang perlu untuk lebih menjelaskan maksud dari pasal-pasal didalam PKB, dapat dibuat penjelasan pasal demi pasal yang merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dengan PKB.
d. Hasil dari tim penyempurnaan dibawa dalam rapat pleno tim perundingan dan apabila telah ada kesepakatan untuk menyetujui konsep yang diajukan maka PKB tersebut siap untuk ditandatangani.
4. Tahap penandatanganan, Pendaftaran dan Pelaksanaan PKB. Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
PENUTUP
Demikian, secara garis besar hal-hal yang berkaitan dengan cara pembuatan dan perundingan PKB semoga bermanfaat.***
Drs. L. Agus Suhermanu, S. Sos. MM
Kasubdit. Pejanjian Kerja Bersama
Direktorat Syarat Kerja
Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial - Depnakertrans.
Sumber : Informasi Hukum Vol. 2 Tahun VI, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar