BANYAK yang melakukan kritik keras terhadap parlemen dalam masalah kebijakan publik, hubungannya dengan kewenangan anggaran, termasuk kaitannya dengan BUMN yang memiliki aset besar. Setelah reformasi, kewenangan DPR yang lemah berubah menjadi sangat kuat dan telah menjadi kekuatan politik sendiri di luar presiden.
Kewenangan DPR dianggap terlalu kuat sehingga menjadi sangat rawan penyimpangan dalam kebijakan dan anggaran. Parlemen sekarang menjadi salah satu pusat pengambil keputusan penting yang signifikan berbeda sama sekali dengan parlemen zaman Orde Baru. Parlemen dan partai politik kemudian menjadi sasaran tembak kritik yang keras sekali berkenaan dengan potensi penyimpangan kewenangan, kebijakan publik, termasuk keuangan publik.
Tetapi banyak masalah yang tersisa sekarang tidak lain karena peninggalan birokrasi dan pemerintah yang berkuasa sangat lama. Jadi, birokrasi berperan besar dalam pemerintahan dan kebijakan publik selama ini. Kritik parlemen terhadap birokrasi sekarang adalah tentang keberadaan rekening liar, yang menjadi pembicaraan luas.
Birokrasi tertutup pada masa pemerintahan tertutup tentu saja menyimpan banyak hal yang tidak transparan dalam kebijakan publik dan anggarannya. Temuan rekening pemerintah dan birokrasi yang tidak jelas statusnya oleh BPK beberapa waktu lalu merupakan temuan yang mengejutkan. Jumlahnya sangat banyak, belum termasuk di daerah.
Rekening tersebut tidak jelas statusnya atau sekarang sering disebut dengan rekening liar, yang jumlahnya ribuan sampai pada 2006. Bahkan Departemen Keuangan menemukan 5.195 rekening liar dengan nilai belasan triliun rupiah.
Rekening tidak jelas ini merupakan refleksi dari karut-marut dan sekaligus peninggalan birokrasi yang semrawut di masa lalu. Hal itu juga merupakan gambaran umum dari kondisi manajemen keuangan negara yang cenderung memprihatinkan, tidak transparan, dan tidak efisien.
Kondisi itu mudah sekali mengarah pada penyimpangan anggaran dan korupsi.
Kondisi seperti ini sudah pasti akan merugikan rakyat dan potensial merusak sistem keuangan publik serta masalah bagi pengembangan GCG (good corporate governance). Pemerintah sebagai pemegang otoritas keuangan negara perlu menata manajemen keuangan sebaik mungkin dengan akuntansi publik yang jelas dan transparan. Keuangan negara seharusnya dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada publik dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Keuangan publik dilaksanakan tidak untuk kepentingan segelintir atau sekelompok orang yang tidak mewakili kepentingan publik dan kepentingan rakyat.
Setelah menjadi suatu kesadaran publik tentang perlunya akuntansi keuangan publik yang benar, layak dan harus bagi pemerintah untuk mengambil langkah tegas dalam menyikapi masalah rekening liar ini.
Tidak tertutup kemungkinan dana yang ada dalam rekening liar tersebut telah digunakan di luar aturan yang berlaku sehingga merugikan kepentingan nasional.
*** Sehingga, kebutuhan good corporate governance di bidang keuangan publik ini sudah mendesak untuk ditertibkan.
Ada beberapa dampak dan akibat dari rekening liar ini jika tidak diselesaikan segera. Pertama adalah dampak pada manajemen keuangan publik dan tata kelola dalam keuangan negara. Rekening liar merupakan refleksi tata kelola pemerintahan, yang tidak bertanggung jawab dan tidak akuntabel.
Secara tidak sadar melalui praktik pengelolaan yang semrawut dan perilaku tertutup ini akan memperdalam dan memperberat masalah mentalitas aparat, yang sudah mendarah daging dalam penyimpangan yang akut. Permasalahan korupsi adalah permasalahan sistem dan mentalitas yang dapat dibenahi. Tetapi jika dibiarkan dalam jangka waktu yang sangat lama, permasalahan korupsi akan menjadi masalah kultural yang mendarah daging sehingga sulit untuk dihilangkan.
Sebagaimana diketahui bahwa sebagian rekening liar ini adalah warisan dari rezim pemerintahan sebelumnya. Birokrasi lama adalah birokrasi warisan rezim lama, yang belum dan tidak berubah. Maka tidak menutup kemungkinan mental para aparatur negara telah sebenarnya terbentuk dalam cetakan yang sulit berubah sehingga sebenarnya sama saja birokrasi lama dan baru.
Dampak kedua adalah dampak ekonomi. Nilai uang yang terdapat dalam rekening liar tersebut diduga mencapai belasan triliun rupiah. Jika uang tersebut mengendap, berarti ada potensi besar disalurkan untuk pembangunan ekonomi. Jika pemerintah dapat menyalurkannya ke dalam investasi publik, seperti pembangunan infrastruktur transportasi, irigasi, dan investasi pemerintah, maka uang tersebut akan lebih bernilai ekonomi dan akan terasa dampak positifnya oleh masyarakat luas.
Sebagai contoh jika uang tersebut digunakan untuk pembangunan jalan, jalan tol, pasar atau infrastruktur lainnya, dampaknya terhadap perekonomian lumayan terasa. Pada akhirnya langkah seperti ini setidaknya akan memberi pengaruh terhadap geliat ekonomi dan tentu berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Dampak ketiga adalah dampak politik. Rekening liar ini hampir melibatkan seluruh departemen di dalam pemerintahan dan bisa menjadi masalah politik di birokrasi dan pemerintahan. Tidak menutup kemungkinan dengan terungkapnya rekening liar ini akan memengaruhi kinerja setiap departemen di dalam pemerintahan. Bila hal ini terjadi, niat pemerintahan untuk menciptakan good governance akan sulit direalisasikan.
Didik J Rachbini Ekonom dan Ketua Komisi VI DPR Fraksi PAN
CATATAN: Artikel ini dikutip dari Media Indonesia, 18 Juni 2007, Halaman 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar