Oleh: Tuahta Aloysius Saragih
Pengambilalihan oleh BankDanamon Indonesia Tbk (Danamon) atas saham PT Adira Dinamika ultifinance (Adira) pada tanggal 8 April 2004 yang lalu akhirnya menyisakan perdebatan. erdebatan ini diawali dengan tindakan yang dilakukan oleh Danamon dengan mengakuisisi saham dira sebanyak 75% dengan nilai Rp 850 miliar dimana Rp 18 miliar disimpan dalam rekening penampungan (escrow account)sehingga nilai penyertaan menjadi sebesar Rp 832 milliar. ransaksi ini lalu diikuti oleh tindakan Danamon yang membuat perjanjian dengan Adira untuk mendapatkan hak opsi atas sisa saham Adira sebanyak 20% sebagai strategi jangka panjang untuk enambah kepemilikannya pada Adira. Persetujuan untuk dilakukannya hak untuk mendapatkan tambahan kepemilikan saham Adira sebesar 20% atau dengannilai kontrak sebesar Rp 335,62 miliar dimana pembayarannya kemungkinan akan dilaksanakan selama 20 bulan semenjak ditandatanganinya hak opsi tersebut.
Persoalan yang muncul adalah karena Bank Indonesia (BI) menganggap pengambilalihan Danamon atas Adira tersebut telah melanggar Batas Maksimum emberian Kredit (BMPK). BI mendasarkan perhitungannya pada akuisisi pertama sebesar Rp 832 iliar serta pengikatan hak opsi yang dimiliki Danamon atas sisa saham Adira sebesar Rp 335,62 miliar, sehingga jika dijumlahkan keseluruhan maka nilai transaksi akuisisi tersebut akan encapai Rp 1,354 trilliun. Perdebatan lalu mencuat kepermukaan setelah BI menyatakan bahwa Danamon telah melanggar ketentuan BMPK. Menurut BI hak opsi (call option) dalam akuisisi Adira merupakan kontijensi yang harus dimasukkan dalam perhitungan BMPK. Transaksi yang ersifat kontijensi membutuhkan pencadangan dana.
Jikalau BI bersikeras tetap hendak menghitung transaksi call option atas sisa saham Adira sebesar 20% atau senilai Rp 335,62 milliar, disisi lain manajemen Danamon berpendapat bahwa transaksi tersebut belum dilaksanakan sehingga tidak harus dihitung dalam satu transaksi pengambilalihan Adiraoleh anamon. Dengan demikian menurut manajemen Danamon, pihaknya tidak melanggar BMPK sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/3/PBI/2005 tentang Batas aksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Pertanyaan yang tersisa adalah apakah hak opsi anamon untuk membeli sisa saham Adira harus dimasukkan dalam perhitungan transaksi pengambilalihan atau tidak?
Esensi dari Hak OpsiHak Opsi dapat diartikan sebagai Right of election to exercise a privilige. ontract made for consideration to keep an offer open for prescribed period. A right, which acts as ontinuing offer, given for consideration, to purchase or lease property at an agreed upon price nd terms, within a specified time. If the option gives the choice of buying or not buying, it is enominated a“call”. (Black’s Law Dictionary, 6th edition by Henry Cambell Balck,M.A, St Paul, inn West Publishing Co, 1990). Artinya opsi adalah sesuatu
yang belum di-exercise. engambilalihan saham Adira oleh Danamon disebut call option contract karena Danamon empunyai hak untuk melakukan pembelian atas sisa saham Adira. Call berarti hak atau right ntuk embeli sedangkan Put berarti hak untuk menjual. Kedua terminology ini sangat lazim digunakan alam transaksi pembelian atau penjualan saham. Biasanya sebagaimana kontrak-kontrak pada mumnya, kontrak opsi juga memuat klausul-klausul yang harus dipenuhi oleh para pihak sehingga kontrak opsi dapat dilaksanakan.
Kontrak opsi yang dibuat antara Danamon dengan Adira adalah kontrak dimana Danamon memiliki hak untuk menambah kepemilikannya pada Adira melalui pembelian sisa saham sebesar 20%. Tentu saja secara hukum hal ini dimaksudkan agar Danamon enguasai sepenuhnya manajemen Adira yang otomatis akan menentukan setiap arah kebijakan erusahaan. Jika hak opsi itu dimungkinkan untuk di-exercisedalam jangka waktu 20 bulan, maka ertanyaan yang muncul adalah apakah hak opsi untuk membeli sisa saham milik Adira tersebut udah dapat dianggap bahwa telah terjadi transaksi penyertaan Danamon pada Adira. Perbedaan endapat antara Danamon dengan BI sebagai otoritas pengawas perbankan menurut saya disebabkan perbedaan perspektifpenilaiannya.
Secara umum menurut saya BI mendasarkan pada rinsip umum yang dianut dalam hukum bisnis di berbagai negara entah itu negara yang menganut sistim civil law ataupun common law. Secara hukum, pencatatan transaksi diakui setelah di tandatanganinya perjanjian atau kontrak. Artinya setelah kontrak opsi ditandatangani antara Danamondengan Adira, sejak saat itulah maka transaksi dicatat atau sudah dianggap done. Secara hukum tidak melihat apakah sudah ada aliran dana yang masuk dari Danamon kepada pemegang saham Adira. Once kontrak ditandatangani oleh para pihak maka sejak saat itu pula dalam kaca ata hukum transaksi sudah dilakukan. Prinsip ini lebih menekankan form atau perjanjiannya ibandingkan kapan sesungguhnya transaksitersebut di-exercise atau lebih dikenal dengan form ver substance.
Jika BI menganut prinsip form over substance, maka disini lain saya menduga anajemen Danamon mengganggap bahwa transaksi itu dianggap done apabila telah terjadi embayaran oleh Danamon atas sisa saham Adira yang akan dibeli. Prinsip pencatatan seperti ini ikenal dalam sistim akuntansi denganistilah substance overform. Dalam prinsip ini dinyatakan ahwa if information is to represent faithfully the transaction and other events that it purports to represent, it is necessary that they are accounted for and presented in accordance with their substance and economic reality and not merely their legal form.
Artinya jika informasi imaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa yang seharusnya disajikan, aka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan realitas ekonomi dan bukan bentuk hukumnya (Standar Akuntansi Keuangan per 1 Oktober 2004).Tambahan lagi adalah ahwa substansi transaksi atau bentuk lain tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari entuk hukumnya. Dalam kasus call option atas sisa saham Adira oleh Danamon, maka meskipun telah ditandatangani suatu kontrak pembelian, akan tetapi secara riil semua hak dan kewajiban ang melekat atas sisa saham sebesar 20% belum berpindah kepada Danamon. Ambil contoh jika Adira sebagai Perseroan membagikan
dividen. Apakah dividen tersebut akan dinikmati oleh anamon? Jawabannya tentu saja tidak.
Secara substantif ekonomi, pemegang saham Adira masih erhak atas dividen yang dibagikan. Artinya Jika belum terdapat aliran dana kepada Adira maka Danamon menganggap transaksi itu tidak bisa dianggap done. Dengan demikian maka transaksi pembelian sisa saham Adira sebesar 20 persen tidak bisa dicatat sehingga Danamon tidak melanggar peraturan BMPK. Jelas sekali bahwa sebagaimana ditegaskan dalam Pedoman StandarAkuntansi Keuangan per 1 Oktober 2004, transaksi itu dicatat jika telah terjadi realitas ekonomoninya. Jika realitas ekonominya belum terlaksana maka lazimnya pencatatan tetap dilakukan akan tetapi hanya sebatas dicatat pada notes Laporan Keuangan saja.
Prinsip Yang dipakai Isu yang mencuat dari transaksi pengambilalihan ini adalah perbedaan prinsip yang sangat undamental antara prinsip yang dianut dalam hukum bisnis dan prinsip yang dianut dalam sistim kuntansi. Disatu sisi hukum menganggap transaksi telah terjadi begitu perjanjian kontrak opsi itandatangani akan tetapi disisi lain sistim Akuntansi menganggap transaksi belum dapat ianggap one sepanjang realitas ekonominya belum ada. Pertanyaan yang lalu muncul jika terdapat kasus seperti ini adalah prinsip manakah yang seharusnya dipakai?
Sebagai seorang sarjana hukum tentu aja saya akan sependapat dengan BI yang menyatakan bahwa kontrak opsi yang akan diexercise alam jangka waktu 20 bulan turut masuk dalam perhitungan pengambilalihan Adira oleh Danamon. Sepanjang kontrak opsi tersebut dialaskan pada keabsahan sebuah kontrak seperti kesepakatan untuk mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu sebab tertentu untuk melakukan kontrak serta kontrak dibuat atassebuah sebab yang halal, menurut saya ak call option untuk membeli 20% sisa saham Adira oleh Danamon sudah done. Menurut acamata hukum, yang paling pokok dipedomani adalah pasal 1320 Kitab Undang- Undang ukum erdata atau BW.
Namun pendapat tersebut tentu saja masih perlu diuji kesahihannya. Tentu saja rofesiseperti seperti Lawyer atau Konsultan Hukum serta Akuntan harus duduk bersama embahas isu perbedaan substantial ini. Jika tidak, saya yakin seiring dengan kemajuan dan perbaikan ekonomi Indonesia maka akan semakin banyak perbedaan perlakuan (different treatment) yang muncul dikemudian hari yang tentu saja dapat berdampak pada applikasinya sehari-hari. Sulit juga ntuk menyatakansistim pencatan mana yang paling acceptable atau layak dipakai dalam kegiatan isnis sehari-hari. Jalan tengahnya adalah Lawyer atau Konsultan Hukum serta Akuntan harus erdiskusi untuk soal yang satu ini. Jika kita biasa mengambil jalan tengahnya, maka pasti akan ukup membantu untuk treatment tindakan bisnis kedepan. Tidak sulit bukan? (Aloy)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar