Selasa, 20 Januari 2009

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001.

Komite Nasional Kebijakan Governance
Gedung Bursa Efek Jakarta Tower I - Lt. 2
Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12190
Indonesia
Telp. (62-21) 5155877, 5155879
Fax. (62-21) 5155880
Website : www.governance-indonesia.or.id
SAMBUTAN
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
Good corporate governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. Ia
berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya
maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya
persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya
GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan GCG juga
diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good governance
pada umumnya di Indonesia. Saat ini Pemerintah sedang berupaya untuk menerapkan
good governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan Pemerintah yang bersih
dan berwibawa.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, pada tahun 2004 Pemerintah telah mengubah
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance menjadi Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi.
Salah satu tugas penting dari Sub-Komite Korporasi adalah menciptakan pedoman
bagi dunia usaha dalam menerapkan GCG. Pedoman GCG merupakan panduan bagi
perusahaan dalam membangun, melaksanakan dan mengkomunikasikan praktek GCG
kepada pemangku kepentingan. Oleh karena itu, saya menyambut baik diselesaikannya
penyempurnaan Pedoman Umum GCG oleh KNKG.
Pedoman Umum GCG ini bukan merupakan peraturan perundangan, tetapi berisi halhal
sangat prinsip yang semestinya menjadi landasan bagi perusahaan yang ingin
mempertahankan kesinambungan usahanya dalam jangka panjang dalam koridor etika
bisnis yang berlaku. Oleh karena itu, dengan Pedoman Umum GCG ini, masing-masing
perusahaan diharapkan mempraktekkan GCG atas dasar kesadaran sendiri.
Saya menghimbau agar asosiasi dan lembaga yang terkait dengan pemeliharaan
kesehatan perusahaan dapat berperan dalam mensosialisasikan dan mendorong
perusahaan-perusahaan untuk menjalankan GCG. Selain itu, regulator juga diharapkan
dapat mengadopsi prinsip-prinsip yang termuat di Pedoman Umum GCG ini dalam
membuat peraturan-peraturan sehingga mendukung meluasnya praktek GCG di
Indonesia.
Semoga Pedoman Umum GCG ini berguna sebagai panduan untuk mendorong terciptanya
iklim usaha yang sehat di Indonesia dan menjadi bagian dari upaya penegakan good
governance yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah.
Jakarta, 17 Oktober 2006
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Republik Indonesia
DR. Boediono

SAMBUTAN
KETUA KOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE
Penerapan good corporate governance (GCG) dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika
dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individuindividupelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutaman kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan (regulatory driven) “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua pendekatan ini memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan seyogyanya saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini diterbitkan dalam
kerangka dorongan etika. Pedoman ini tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat
namun merupakan rujukan bagi dunia usaha dalam menerapkan GCG. Pedoman ini
menjelaskan langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menciptakan situasi checks and
balance, menegakkan transparansi dan akuntabilitas, serta merealisasikan tanggung
jawab sosial untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Pedoman ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman yang telah diterbitkan pada
tahun 2001. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi dokumen yang terus hidup (living
document) sehingga perlu untuk selalu disesuaikan dengan perkembangan keadaan.
Penyempurnaan Pedoman ini meliputi cakupan, sistematika dan dimasukkannya pedoman
praktis penerapan GCG. Pedoman ini dimulai dengan penciptaan situasi kondusif
bagi penerapan GCG yang meliputi peran negara, dunia usaha, dan masyarakat.
Pemaparan peran masing-masing pihak ini untuk menjembatani praktik GCG yang
mikro dengan kondisi makro. Pada Pedoman ini diletakkan fokus yang kuat pada fungsi
dan tanggung jawab organ perusahaan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan
Komisaris dan Direksi, sebagai garda terdepan dalam pelaksanaan GCG. Dengan
sistematika yang tersusun seperti segitiga dari aspek makro, asas GCG, fungsi dan
peran organ perusahaan hingga menukik ke pelaksanaan penerapan GCG dalam
proses bisnis, diharapkan dapat menjadi rujukan yang komprehensif bagi penerapan
GCG di masing-masing perusahaan.
Penyusunan Pedoman ini dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh KNKG. Kemudian KNKG
mengundang perwakilan dari beberapa lembaga yang memiliki keterkaitan dengan
GCG, yaitu Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara,
dan KADIN Indonesia. Tim ini berhasil menyusun konsep yang telah dielaborasi dalam
suatu workshop yang dilaksanakan bekerja sama dengan Bank Indonesia pada tanggal
15 Mei 2006. Selain itu, Tim juga mendapat masukan tertulis dari banyak lembaga,
pakar hukum dan universitas.
Dalam kesempatan ini, KNKG menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada Bapak Binhadi selaku Ketua Tim dan para anggota yang telah menyelesaikan penyusunan Pedoman ini. Terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya juga kami haturkan kepada Bank Indonesia, Kantor Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara, dan KADIN Indonesia.
Semoga Pedoman GCG ini dapat menjadi sumbangsih yang berarti bagi perbaikan
ekonomi di Indonesia.
Jakarta, 17 Oktober 2006
Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance
Mas Achmad Daniri
iii
iv
DAFTAR ISI
SAMBUTAN
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN RI i
SAMBUTAN
KETUA KOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE ii
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Maksud dan Tujuan Pedoman 2
BAB I PENCIPTAAN SITUASI KONDUSIF UNTUK MELAKSANAKAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE 3
1. Peranan Negara 3
2. Peranan Dunia Usaha 4
3. Peranan Masyarakat 4
BAB II ASAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE 5
1. Transparansi (Transparency) 5
2. Akuntabilitas (Accountability) 5
3. Responsibilitas (Responsibility) 6
4. Independensi (Independency) 6
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) 7
BAB III ETIKA BISNIS DAN PEDOMAN PERILAKU 8
1. Nilai-Nilai Perusahaan 8
2. Etika Bisnis 8
3. Pedoman Perilaku 9
BAB IV ORGAN PERUSAHAAN
11 A. Rapat Umum Pemegang Saham 11
B. Dewan Komisaris dan Direksi 12
C. Dewan Komisaris 13
1. Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian
Anggota Dewan Komisaris 13
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris 14
3. Fungsi Pengawasan Dewan Komisaris 14
4. Komite Penunjang Dewan Komisaris 15
5. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris 16
D.
v
Direksi 17
1. Komposisi Direksi 17
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Direksi 17
3. Fungsi Direksi 18
3.1. Kepengurusan 18
3.2. Manajemen Risiko 18
3.3. Pengendalian Internal 18
3.4. Komunikasi 19
3.5. Tanggung Jawab Sosial 19
4. Pertanggungjawaban Direksi 20
BAB V PEMEGANG SAHAM
1. Hak dan Tanggungjawab Pemegang Saham 21
2. Tanggungjawab Perusahaan terhadap
Hak dan Kewajiban Pemegang Saham 22
BAB VI PEMANGKU KEPENTINGAN 23
1. Karyawan 23
2. Mitra Bisnis 24
3. Masyarakat serta Pengguna Produk dan Jasa 24
BAB VII PERNYATAAN TENTANG PENERAPAN PEDOMAN GCG 25
BAB VIII PEDOMAN PRAKTIS PENERAPAN GCG 27
Tim Penyusun 28
Nara Sumber 29
Anggota KNKG 30
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999
telah mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance (GCG) yang pertama.
Pedoman tersebut telah beberapa kali disempurnakan, terakhir pada tahun 2001.
Berdasarkan pemikiran bahwa suatu sektor ekonomi tertentu cenderung memiliki
karakteristik yang sama, maka pada awal tahun 2004 dikeluarkan Pedoman GCG
Perbankan Indonesia dan pada awal tahun 2006 dikeluarkan Pedoman GCG
Perasuransian Indonesia.
2. Sejak Pedoman GCG dikeluarkan pada tahun 1999 dan selama proses
pembahasan pedoman GCG sektor perbankan dan sektor perasuransian, telah
terjadi perubahan-perubahan yang mendasar, baik di dalam negeri maupun di
luar negeri. Walaupun peringkat penerapan GCG di dalam negeri masih sangat
rendah, namun semangat menerapkan GCG di kalangan dunia usaha dirasakan
ada peningkatan. Perkembangan lain yang penting dalam kaitan dengan perlunya
penyempurnaan Pedoman GCG adalah adanya krisis ekonomi dan moneter pada
tahun 1997-1999 yang di Indonesia berkembang menjadi krisis multidimensi yang
berkepanjangan. Krisis tersebut antara lain terjadi karena banyak perusahaan yang
belum menerapkan GCG secara konsisten, khususnya belum diterapkannya etika
bisnis. Oleh karena itu, etika bisnis dan pedoman perilaku menjadi hal penting yang
dituangkan dalam bab tersendiri.
3. Di luar negeri terjadi pula perkembangan dalam penerapan GCG. Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD) telah merevisi Principles of
Corporate Governance pada tahun 2004. Tambahan penting dalam pedoman
baru OECD adalah adanya penegasan tentang perlunya penciptaan kondisi oleh
Pemerintah dan masyarakat untuk dapat dilaksanakannya GCG secara efektif.
Peristiwa WorldCom dan Enron di Amerika Serikat telah menambah keyakinan
tentang betapa pentingnya penerapan GCG. Di Amerika Serikat, peristiwa tersebut
ditanggapi dengan perubahan fundamental peraturan perundang-undangan di
bidang audit dan pasar modal. Di negara-negara lain, hal tersebut ditanggapi
secara berbeda, antara lain dalam bentuk penyempurnaan pedoman GCG di
negara yang bersangkutan.
4. Sehubungan dengan pelaksanaan GCG, Pemerintah juga makin menyadari perlunya
penerapan good governance di sektor publik, mengingat pelaksanaan GCG oleh
dunia usaha tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa adanya good public governance
dan partisipasi masyarakat. Dengan latar belakang perkembangan tersebut,
maka pada bulan November 2004, Pemerintah dengan Keputusan Menko Bidang
Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004 telah menyetujui pembentukan
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik
dan Sub-Komite Korporasi. Dengan telah dibentuknya KNKG, maka Keputusan Menko
Ekuin Nomor: KEP.31/M.EKUIN/06/2000 yang juga mencabut keputusan No. KEP.10/
M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan KNKCG dinyatakan tidak berlaku lagi.
1
B. Maksud dan Tujuan Pedoman
5. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang untuk selanjutnya
disebut Pedoman GCG merupakan acuan bagi perusahaan untuk melaksanakan
GCG dalam rangka:
5.1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan
yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
5.2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ
perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang
Saham.
5.3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya
dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
5.4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar
perusahaan.
5.5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan
tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
5.6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang
dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional
yang berkesinambungan.
6. Pedoman GCG ini dikeluarkan bagi semua perusahaan di Indonesia termasuk
perusahaan yang beroperasi atas dasar prinsip syariah. Pedoman GCG ini,
yang memuat prinsip dasar dan pedoman pokok pelaksanaan GCG, merupakan
standar minimal yang akan ditindaklanjuti dan dirinci dalam Pedoman Sektoral
yang dikeluarkan oleh KNKG. Berdasarkan pedoman tersebut, masing-masing
perusahaan perlu membuat manual yang lebih operasional.
7. Perusahaan yang sahamnya telah tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, dan perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, diharapkan menjadi pelopor dalam penerapan Pedoman
GCG ini. Regulator juga diharapkan dapat menggunakan Pedoman GCG ini
sebagai acuan dalam menyusun peraturan terkait serta sanksi yang perlu
dikenakan.
2
BAB I
PENCIPTAAN SITUASI KONDUSIF UNTUK MELAKSANAKAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Prinsip Dasar
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan
konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu penerapan GCG
perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya
sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dan jasa dunia usaha. Prinsip-prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masingmasing
pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang
menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law
enforcement).
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar
pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena
dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan
kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Peranan Negara
1.1. Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan sistem hukum nasional
dengan memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan dunia usaha
dan masyarakat. Untuk itu regulator harus memahami perkembangan bisnis yang
terjadi untuk dapat melakukan penyempurnaan atas peraturan perundangundangan
secara berkelanjutan.
1.2. Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan (rule-making rules).
1.3. Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang
memiliki integritas dan profesionalitas yang tinggi.
1.4. Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara
konsisten.
1.5. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
1.6. Mengatur kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang jelas untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat dengan integritas yang tinggi dan
mata rantai yang singkat serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya
iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
1.7. Memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi dan
pelapor (whistleblower) yang memberikan informasi mengenai suatu kasus yang
terjadi pada perusahaan. Pemberi informasi dapat berasal dari manajemen,
karyawan perusahaan atau pihak lain.
1.8. Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam bentuk
ketentuan yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan
transparan.
3
1.9. Melaksanakan hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham lainnya
dalam hal Negara juga sebagai pemegang saham perusahaan.
2. Peranan Dunia Usaha
2.1. Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha
yang sehat, efisien dan transparan.
2.2. Bersikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan.
2.3. Mencegah terjadinya KKN.
2.4. Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang
didasarkan pada asas GCG secara berkesinambungan.
2.5. Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi tentang
penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman dapat
dilaksanakan bersama pada suatu kelompok usaha atau sektor ekonomi
tertentu.
3. Peranan Masyarakat
3.1. Melakukan kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian
terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggara negara serta
terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha,
melalui penyampaian pendapat secara obyektif dan bertanggung jawab.
3.2. Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha dalam
mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
3.3. Mematuhi peraturan perundang-undangan dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab.
4
BAB II
ASAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek
bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai
kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku
kepentingan (stakeholders).
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan
tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi
juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur
dan pemangku kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1.1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku
kepentingan sesuai dengan haknya.
1.2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan
perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian
internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian
penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
1.3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban
untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
1.4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan
kepada pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
5
Pedoman Pokok Pelaksanaan
2.1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing
organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi,
nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
2.2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya
dalam pelaksanaan GCG.
2.3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif
dalam pengelolaan perusahaan.
2.4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan
dan sanksi (reward and punishment system).
2.5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan
dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku
(code of conduct) yang telah disepakati.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara
kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai
good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
3.1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by-laws).
3.2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan
dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi (Independency)
Prinsip Dasar
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan
tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
4.1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh
pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
4.2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya
sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak
saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan
yang lain.
6
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)
Prinsip Dasar
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan
asas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
5.1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan
untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
5.2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan
kepada perusahaan.
5.3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
7
BAB III
ETIKA BISNIS DAN PEDOMAN PERILAKU
Prinsip Dasar
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu
dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku
yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam
menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya
perusahaan. Prinsip-prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
1. Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan yang menggambarkan sikap
moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
2. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan
harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan
semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk
budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
3. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan
lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Nilai-Nilai Perusahaan
1.1. Nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan
misi perusahaan. Oleh karena itu, sebelum merumuskan nilai-nilai perusahaan,
perlu dirumuskan visi dan misi perusahaan.
1.2. Walaupun nilai-nilai perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam
merumuskannya perlu disesuaikan dengan sektor usaha serta karakter dan
letak geografis dari masing-masing perusahaan.
1.3. Nilai-nilai perusahaan yang universal antara lain adalah terpercaya, adil dan
jujur.
2. Etika Bisnis
2.1. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan
usaha termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan.
2.2. Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan
mendukung terciptanya budaya perusahaan.
2.3. Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati
bersama dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku.
3. Pedoman Perilaku
3.1. Fungsi Pedoman Perilaku
a. Pedoman perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika
bisnis dalam melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ
perusahaan dan semua karyawan perusahaan;
b. Pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan,
pemberian dan penerimaan hadiah dan donasi, kepatuhan terhadap
peraturan, kerahasiaan informasi, dan pelaporan terhadap perilaku
yang tidak etis.
8
3.2. Benturan Kepentingan
a. Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara
kepentingan ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi
pemegang saham, angggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta
karyawan perusahaan;
b. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan
Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan harus senantiasa
mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan
ekonomis pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya;
c. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan
dilarang menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan atau keuntungan
pribadi, keluarga dan pihak-pihak lain;
d. Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung
unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak
diperkenankan ikut serta;
e. Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus
mengeluarkan suaranya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang saham yang
tidak mempunyai benturan kepentingan;
f. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan yang memiliki wewenang pengambilan keputusan
diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memiliki benturan
kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya
dan telah melaksanakan pedoman perilaku yang ditetapkan oleh
perusahaan.
3.3. Pemberian dan Penerimaan Hadiah dan Donasi
a. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan
dilarang memberikan atau menawarkan sesuatu, baik langsung ataupun
tidak langsung, kepada pejabat negara dan atau individu yang mewakili
mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan;
b. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan dilarang menerima sesuatu untuk kepentingannya, baik
langsung ataupun tidak langsung, dari mitra bisnis, yang dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan;
c. Donasi oleh perusahaan ataupun pemberian suatu aset perusahaan
kepada partai politik atau seorang atau lebih calon anggota badan
legislatif maupun eksekutif, hanya boleh dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Dalam batas kepatutan sebagaimana
ditetapkan oleh perusahaan, donasi untuk amal dapat dibenarkan;
d. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan
diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memberikan sesuatu
dan atau menerima sesuatu yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan.
9
3.4. Kepatuhan terhadap Peraturan
a. Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan;
b. Dewan Komisaris harus memastikan bahwa Direksi dan karyawan
perusahaan melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan
perusahaan;
c. Perusahaan harus melakukan pencatatan atas harta, utang dan modal
secara benar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3.5. Kerahasiaan Informasi
a. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan
perusahaan harus menjaga kerahasiaan informasi perusahaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaan dan
kelaziman dalam dunia usaha;
b. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta
karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang
berkaitan dengan perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada
informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan usaha dan pembelian
kembali saham;
c. Setiap mantan anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan
perusahaan, serta pemegang saham yang telah mengalihkan sahamnya,
dilarang mengungkapkan informasi yang menjadi rahasia perusahaan
yang diperolehnya selama menjabat atau menjadi pemegang saham di
perusahaan, kecuali informasi tersebut diperlukan untuk pemeriksaan dan
penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau tidak
lagi menjadi rahasia milik perusahaan.
3.6. Pelaporan atas pelanggaran dan perlindungan bagi pelapor
a. Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa
pengaduan tentang pelanggaran terhadap etika bisnis, pedoman
perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan,
diproses secara wajar dan tepat waktu;
b. Setiap perusahaan harus menyusun peraturan yang menjamin perlindungan
terhadap individu yang melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap
etika bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan
perundang-undangan. Dalam pelaksanannya, Dewan Komisaris dapat
memberikan tugas kepada komite yang membidangi pengawasan
implementasi GCG.
10
BAB IV
ORGAN PERUSAHAAN
Organ perusahaan, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara
efektif. Organ perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku atas dasar prinsip bahwa masing-masing organ mempunyai independensi dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan
perusahaan.
A. Rapat Umum Pemegang Saham
Prinsip Dasar
RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk
mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam
perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada
kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan atau pemegang
saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi dan wewenang
Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk
menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan,
termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota
Dewan Komisaris dan atau Direksi.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Pengambilan keputusan RUPS harus dilakukan secara wajar dan transparan
dengan memperhatikan hal-hal yang diperlukan untuk menjaga kepentingan
usaha perusahaan dalam jangka panjang, termasuk tetapi tidak terbatas
pada:
1.1. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang diangkat dalam RUPS harus
terdiri dari orang-orang yang patut dan layak (fit and proper) bagi
perusahaan. Bagi perusahaan yang memiliki Komite Nominasi dan
Remunerasi, dalam pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan Direksi
harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut yang disampaikan oleh
Dewan Komisaris kepada mereka yang mempunyai hak untuk mengajukan
calon kepada RUPS.
1.2. Dalam mengambil keputusan menerima atau menolak laporan Dewan
Komisaris dan Direksi, perlu dipertimbangkan kualitas laporan yang
berhubungan dengan GCG.
1.3. Bagi perusahaan yang memiliki Komite Audit, dalam menetapkan auditor
eksternal harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut yang
disampaikan kepada Dewan Komisaris.
1.4. Dalam hal anggaran dasar dan atau peraturan perundang-undangan
mengharuskan adanya keputusan RUPS tentang hal-hal yang berkaitan
dengan usaha perusahaan, keputusan yang diambil harus memperhatikan
kepentingan wajar para pemangku kepentingan.
1.5. Dalam mengambil keputusan pemberian bonus, tantiem dan dividen harus
memperhatikan kondisi kesehatan keuangan perusahaan.
11
2. RUPS harus diselenggarakan sesuai dengan kepentingan perusahaan dan dengan
memperhatikan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, serta dengan
persiapan yang memadai, sehingga dapat mengambil keputusan yang sah. Untuk
itu:
2.1. Pemegang saham diberikan kesempatan untuk mengajukan usul mata acara
RUPS sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
2.2. Panggilan RUPS harus mencakup informasi mengenai mata acara, tanggal,
waktu dan tempat RUPS;
2.3. Bahan mengenai setiap mata acara yang tercantum dalam panggilan
RUPS harus tersedia di kantor perusahaan sejak tanggal panggilan RUPS,
sehingga memungkinkan pemegang saham berpartisipasi aktif dalam RUPS
dan memberikan suara secara bertanggung jawab. Jika bahan tersebut
belum tersedia saat dilakukan panggilan untuk RUPS, maka bahan itu harus
disediakan sebelum RUPS diselenggarakan;
2.4. Penjelasan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan mata acara RUPS
dapat diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung;
2.5. Risalah RUPS harus tersedia di kantor perusahaan, dan perusahaan
menyediakan fasilitas agar pemegang saham dapat membaca risalah
tersebut.
3. Penyelenggaraan RUPS merupakan tanggung jawab Direksi. Untuk itu, Direksi
harus mempersiapkan dan menyelenggarakan RUPS dengan baik dan dengan
berpedoman pada butir 1 dan 2 diatas. Dalam hal Direksi berhalangan, maka
penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh Dewan Komisaris atau pemegang
saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar
perusahaan.
B. Dewan Komisaris dan Direksi
Prinsip Dasar
Kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (twoboard
system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan
tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana
diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan (fiduciary
responsibility). Namun demikian, keduanya mempunyai tanggung jawab untuk
memelihara kesinambungan usaha perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena
itu, Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi,
dan nilai-nilai perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Tanggung jawab bersama Dewan Komisaris dan Direksi dalam menjaga kelangsungan
usaha perusahaan dalam jangka panjang tercermin pada:
1.1. Terlaksananya dengan baik kontrol internal dan manajemen risiko;
1.2. Tercapainya imbal hasil (return) yang optimal bagi pemegang saham;
1.3. Terlindunginya kepentingan pemangku kepentingan secara wajar;
1.4. Terlaksananya suksesi kepemimpinan yang wajar demi kesinambungan
manajemen di semua lini organisasi.
2. Sesuai dengan visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan, Dewan Komisaris dan Direksi
12
perlu bersama-sama menyepakati hal-hal tersebut di bawah ini:
2.1. Rencana jangka panjang, strategi, maupun rencana kerja dan anggaran
tahunan;
2.2. Kebijakan dalam memastikan pemenuhan peraturan perundang-undangan
dan anggaran dasar perusahaan serta dalam menghindari segala bentuk
benturan kepentingan;
2.3. Kebijakan dan metode penilaian perusahaan, unit dalam perusahaan dan
personalianya;
2.4. Struktur organisasi sampai satu tingkat di bawah Direksi yang dapat
mendukung tercapainya visi, misi dan nilai-nilai perusahaan.
C. Dewan Komisaris
Prinsip Dasar
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta
memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan
Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan
masing-masing anggota Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara.
Tugas Komisaris Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan
Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara
efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara
efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Anggota Dewan Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki
kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan baik termasuk
memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan kepentingan semua pemangku
kepentingan.
3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup tindakan
pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris
1.1. Jumlah anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan
keputusan.
1.2. Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris Independen dan Komisaris yang
terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai
hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali,
anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu
sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta
karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori
terafiliasi.
1.3. Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme
pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Salah satu dari Komisaris Independen harus mempunyai latar
belakang akuntansi atau keuangan.
13
1.4. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses
yang transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek,
badan usaha milik negara dan atau daerah, perusahaan yang menghimpun
dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak
luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Dewan
Komisaris dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan
Remunerasi. Pemilihan Komisaris Independen harus memperhatikan pendapat
pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui Komite Nominasi
dan Remunerasi.
1.5. Pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS berdasarkan
alasan yang wajar dan setelah kepada anggota Dewan Komisaris diberi
kesempatan untuk membela diri.
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris
2.1. Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas
sehingga pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat untuk
kepentingan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik.
2.2. Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan perusahaan untuk
kepentingan pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
2.3. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan mematuhi anggaran dasar
dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya.
2.4. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan melaksanakan Pedoman GCG
ini.
3. Fungsi Pengawasan Dewan Komisaris
3.1. Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan
operasional. Dalam hal Dewan Komisaris mengambil keputusan mengenai
hal-hal yang ditetapkan dalam anggaran dasar atau peraturan perundangundangan,
pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam fungsinya sebagai
pengawas, sehingga keputusan kegiatan operasional tetap menjadi tanggung
jawab Direksi. Kewenangan yang ada pada Dewan Komisaris tetap dilakukan
dalam fungsinya sebagai pengawas dan penasihat.
3.2. Dalam hal diperlukan untuk kepentingan perusahaan, Dewan Komisaris dapat
mengenakan sanksi kepada anggota Direksi dalam bentuk pemberhentian
sementara, dengan ketentuan harus segera ditindaklanjuti dengan
penyelenggaraan RUPS.
3.3. Dalam hal terjadi kekosongan dalam Direksi atau dalam keadaan tertentu
sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran
dasar, untuk sementara Dewan Komisaris dapat melaksanakan fungsi Direksi.
3.4. Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota Dewan Komisaris baik
secara bersama-sama dan atau sendiri-sendiri berhak mempunyai akses dan
memperoleh informasi tentang perusahaan secara tepat waktu dan lengkap.
3.5. Dewan Komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga
pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan
sebagai salah satu alat penilaian kinerja mereka.
14
3.6. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi,
dalam rangka memperoleh pembebasan dan pelunasan tanggung jawab (acquit
et decharge) dari RUPS.
3.7. Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris dapat membentuk komite.
Usulan dari komite disampaikan kepada Dewan Komisaris untuk memperoleh
keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola
dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit,
sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
4. Komite Penunjang Dewan Komisaris
4.1. Komite Audit
a. Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan
bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan
dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal
dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak
lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen;
b. Komite Audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasanya
untuk disampaikan kepada Dewan Komisaris;
c. Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas
Perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan
keputusan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek,
perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun
dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh
Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan
atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki
latar belakang dan kemampuan akuntasi dan atau keuangan.
4.2. Komite Nominasi dan Remunerasi
a. Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris
dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan
Direksi serta sistem remunerasinya;
b. Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris
mempersiapkan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan
mengusulkan besaran remunerasinya:. Dewan Komisaris dapat mengajukan
calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan
cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar;
15
c. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola
dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai oleh
Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan
atau pelaku profesi dari luar perusahaan;
d. Keberadaan Komite Nominasi dan Remunerasi serta tata kerjanya dilaporkan
dalam RUPS.
4.3. Komite Kebijakan Risiko
a. Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji
sistem manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko
yang dapat diambil oleh perusahaan;
b. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Komisaris, namun
bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.
4.4. Komite Kebijakan Corporate Governance
a. Komite Kebijakan Corporate Governance bertugas membantu Dewan
Komisaris dalam mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun
oleh Direksi serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang bertalian
dengan etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility);
b. Anggota Komite Kebijakan Corporate Governance terdiri dari anggota Dewan
Komisaris, namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari
luar perusahaan;
c. Bila dipandang perlu, Komite Kebijakan Corporate Governance dapat
digabung dengan Komite Nominasi dan Remunerasi.
5. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris
5.1. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi.
Laporan pengawasan Dewan Komisaris merupakan bagian dari laporan tahunan
yang disampaikan kepada RUPS untuk memperoleh persetujuan.
5.2. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas
laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan
tanggung jawab kepada masing-masing anggota Dewan Komisaris sejauh halhal
tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung
jawab masing-masing anggota Dewan Komisaris dalam hal terjadi tindak pidana
atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga
yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan.
5.3. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan
akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan dalam rangka
pelaksanaan asas GCG.
16
D. Direksi
Prinsip Dasar
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial
dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan
tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya.
Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan
tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk
Direktur Utama adalah setara. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah
mengkoordinasikan kegiatan Direksi. Agar pelaksanaan tugas Direksi dapat berjalan
secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta
kecakapan yang
diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
3. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat
menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha
perusahaan.
4. Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Komposisi Direksi
1.1. Jumlah anggota Direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan
dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan.
1.2. Anggota Direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang
transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan
negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola
dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Direksi dilakukan
sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan Remunerasi.
1.3. Pemberhentian anggota Direksi dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan
yang wajar dan setelah kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
membela diri.
1.4. Seluruh anggota Direksi harus berdomisili di Indonesia, di tempat yang
memungkinkan pelaksanaan tugas pengelolaan perusahaan sehari-hari.
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Direksi
2.1. Anggota Direksi harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga
pelaksanaan fungsi pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan dengan
baik.
2.2. Anggota Direksi dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan
pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
2.3. Anggota Direksi harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya.
2.4. Anggota Direksi harus memahami dan melaksanakan Pedoman GCG ini.
17
3. Fungsi Direksi
Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi mencakup 5 (lima) tugas utama yaitu
kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung
jawab sosial.
3.1. Kepengurusan
a. Direksi harus menyusun visi, misi, dan nilai-nilai serta program jangka
panjang dan jangka pendek perusahaan untuk dibicarakan dan disetujui
oleh Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar;
b. Direksi harus dapat mengendalikan sumberdaya yang dimiliki oleh
perusahaan secara efektif dan efisien;
c. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku
kepentingan;
d. Direksi dapat memberikan kuasa kepada komite yang dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan tugasnya atau kepada karyawan perusahaan
untuk melaksanakan tugas tertentu, namun tanggung jawab tetap berada
pada Direksi;
e. Direksi harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga
pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan
sebagai salah satu alat penilaian kinerja.
3.2. Manajemen Risiko
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen risiko
perusahaan yang mencakup seluruh aspek kegiatan perusahaan;
b. Untuk setiap pengambilan keputusan strategis, termasuk penciptaan produk
atau jasa baru, harus diperhitungkan dengan seksama dampak
risikonya, dalam arti adanya keseimbangan antara hasil dan beban
risiko;
c. Untuk memastikan dilaksanakannya manajemen risiko dengan baik,
perusahaan perlu memiliki unit kerja atau penanggungjawab terhadap
pengendalian risiko.
3.3. Pengendalian Internal
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian internal
perusahaan yang handal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja
perusahaan serta memenuhi peraturan perundang-undangan.
b. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, harus memiliki satuan kerja pengawasan internal;
c. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas membantu Direksi
dalam memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan:
(i) melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program perusahaan;
(ii) memberikan saran dalam upaya memperbaiki efektifitas proses
pengendalian risiko; (iii) melakukan evaluasi kepatuhan perusahaan
terhadap peraturan perusahaan, pelaksanaan GCG dan perundangundangan;
dan (iv) memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor
eksternal;
18
19
d. Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal bertanggung jawab
kepada Direktur Utama atau Direktur yang membawahi tugas pengawasan
internal. Satuan kerja pengawasan internal mempunyai hubungan fungsional
dengan Dewan Komisaris melalui Komite Audit.
3.4. Komunikasi
a. Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan
dengan pemangku kepentingan dengan memberdayakan fungsi Sekretaris
Perusahaan;
b. Fungsi Sekretaris Perusahaan adalah: (i) memastikan kelancaran komunikasi
antara perusahaan dengan pemangku kepentingan; dan (ii) menjamin
tersedianya informasi yang boleh diakses oleh pemangku kepentingan
sesuai dengan kebutuhan wajar dari pemangku kepentingan;
c. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara,
perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana
masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh
masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap
kelestarian lingkungan, harus memiliki Sekretaris Perusahaan yang fungsinya
dapat mencakup pula hubungan dengan investor (investor relations);
d. Dalam hal perusahaan tidak memiliki satuan kerja kepatuhan (compliance)
tersendiri, fungsi untuk menjamin kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan
dilakukan oleh Sekretaris Perusahaan;
e. Sekretaris Perusahaan atau pelaksana fungsi Sekretaris Perusahaan
bertanggung jawab kepada Direksi. Laporan pelaksanaan tugas Sekretaris
Perusahaan disampaikan pula kepada Dewan Komisaris.
3.5. Tanggung Jawab Sosial
a. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha perusahaan, Direksi
harus dapat memastikan dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan;
b. Direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Pertanggungjawaban Direksi
4.1. Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam
bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan
kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan GCG.
4.2. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk laporan
keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS.
4.3. Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan pemegang
saham melakukan penilaian.
20
4.4. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan
atas laporan keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan
pelunasan tanggung jawab kepada masing-masing anggota Direksi sejauh
hal-hal tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi
tanggung jawab masing-masing anggota Direksi dalam hal terjadi tindak
pidana atau kesalahan dan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi
pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset perusahaan.
4.5. Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan perwujudan
akuntabilitas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas
GCG.
BAB V
PEMEGANG SAHAM
Prinsip Dasar
Pemegang saham sebagai pemilik modal, memiliki hak dan tanggung jawab atas
perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar
perusahaan. Dalam melaksanakan hak dan tanggung jawabnya, perlu diperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung
jawabnya harus memperhatikan juga kelangsungan hidup perusahaan.
2 . Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab pemegang
saham atas dasar asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Hak dan Tanggungjawab Pemegang Saham
1.1. Hak pemegang saham harus dilindungi dan dapat dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Hak
pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Hak untuk menghadiri, menyampaikan pendapat, dan memberikan suara
dalam RUPS berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada
pemegangnya untuk mengeluarkan satu suara;
b. Hak untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan secara tepat
waktu, benar dan teratur, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia,
sehingga memungkinkan pemegang saham membuat keputusan mengenai
investasinya dalam perusahaan berdasarkan informasi yang akurat;
c. Hak untuk menerima bagian dari keuntungan perusahaan yang
diperuntukkan bagi pemegang saham dalam bentuk dividen dan
pembagian keuntungan lainnya, sebanding dengan jumlah saham yang
dimilikinya;
d. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang
akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan dengan
penyelenggaraan RUPS agar pemegang saham dapat berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan mengenai hal-hal
yang mempengaruhi eksistensi perusahaan dan hak pemegang saham;
e. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis dan klasifikasi saham dalam
perusahaan, maka: (i) setiap pemegang saham berhak mengeluarkan
suara sesuai dengan jenis, klasifikasi dan jumlah saham yang dimiliki;
dan (ii) setiap pemegang saham berhak untuk diperlakukan setara
berdasarkan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
21
1.2. Pemegang saham harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pemilik modal
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar
perusahaan. Tanggung jawab pemegang saham tersebut pada dasarnya
meliputi:
a. Pemegang saham pengendali harus dapat: (i) memperhatikan kepentingan
pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya sesuai
peraturan perundang-undangan; dan (ii) mengungkapkan kepada instansi
penegak hukum tentang pemegang saham pengendali yang sebenarnya
(ultimate shareholders) dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan, atau dalam hal diminta oleh
otoritas terkait;
b. Pemegang saham minoritas bertanggung jawab untuk menggunakan haknya
dengan baik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran
dasar;
c. Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan kepemilikan harta perusahaan
dengan kepemilikan harta pribadi; dan (ii) memisahkan fungsinya sebagai
pemegang saham dengan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris
atau Direksi dalam hal pemegang saham menjabat pada salah satu dari
kedua organ tersebut;
d. Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham pengendali pada
beberapa perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan
antar-perusahaan dapat dilakukan secara jelas.
2. Tanggungjawab Perusahaan terhadap Hak dan Kewajiban Pemegang Saham
2.1. Perusahaan harus melindungi hak pemegang saham sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
2.2. Perusahaan harus menyelenggarakan daftar pemegang saham secara tertib
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
2.3. Perusahaan harus menyediakan informasi mengenai perusahaan secara tepat
waktu, benar dan teratur bagi pemegang saham, kecuali hal-hal yang bersifat
rahasia.
2.4. Perusahaan tidak boleh memihak pada pemegang saham tertentu dengan
memberikan informasi yang tidak diungkapkan kepada pemegang saham
lainnya. Informasi harus diberikan kepada semua pemegang saham tanpa
menghiraukan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
2.5. Perusahaan harus dapat memberikan penjelasan lengkap dan informasi yang
akurat mengenai penyelenggaraan RUPS.
22
BAB VI
PEMANGKU KEPENTINGAN
Prinsip Dasar
Pemangku kepentingan -selain pemegang saham- adalah mereka yang memiliki
kepentingan terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung
oleh keputusan strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari
karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan.
Antara perusahaan dengan pemangku kepentingan harus terjalin hubungan yang
sesuai dengan asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) berdasarkan ketentuan
yang berlaku bagi masing-masing pihak. Agar hubungan antara perusahaan dengan
pemangku kepentingan berjalan dengan baik, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Perusahaan menjamin tidak terjadinya diskriminasi berdasarkan suku, agama,
ras, golongan, dan gender serta terciptanya perlakuan yang adil dan jujur
dalam mendorong perkembangan karyawan sesuai dengan potensi, kemampuan,
pengalaman dan keterampilan masing-masing.
2. Perusahaan dan mitra bisnis harus bekerja sama untuk kepentingan kedua belah
pihak atas dasar prinsip saling menguntungkan.
3. Perusahaan harus memperhatikan kepentingan umum, terutama masyarakat sekitar
perusahaan, serta pengguna produk dan jasa perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Karyawan
1.1. Perusahaan harus menggunakan kemampuan bekerja dan kriteria yang terkait
dengan sifat pekerjaan secara taat asas dalam mengambil keputusan mengenai
penerimaan karyawan.
1.2. Penetapan besarnya gaji, keikutsertaan dalam pelatihan, penetapan jenjang
karir dan penentuan persyaratan kerja lainnya harus dilakukan secara
obyektif, tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi
fisik seseorang, atau keadaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan
perundang-undangan.
1.3. Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas pola
rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan.
1.4. Perusahaan harus menjamin terciptanya lingkungan kerja yang kondusif,
termasuk kesehatan dan keselamatan kerja agar setiap karyawan dapat
bekerja secara kreatif dan produktif.
1.5. Perusahaan harus memastikan tersedianya informasi yang perlu diketahui oleh
karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat waktu.
1.6. Perusahaan harus memastikan agar karyawan tidak menggunakan nama,
fasilitas, atau hubungan baik perusahaan dengan pihak eksternal untuk
kepentingan pribadi. Untuk itu perusahaan harus mempunyai sistem yang dapat
menjaga agar setiap karyawan menjunjung tinggi standar etika dan nilai-nilai
perusahaan serta mematuhi kebijakan, peraturan dan prosedur internal yang
berlaku.
23
1.7. Karyawan serta serikat pekerja yang ada di perusahaan berhak untuk
menyampaikan pendapat dan usul mengenai lingkungan kerja dan kesejahteraan
karyawan.
1.8. Karyawan berhak melaporkan pelanggaran atas etika bisnis dan pedoman perilaku,
serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perusahaan.
2. Mitra Bisnis
2.1. Mitra Bisnis adalah pemasok, distributor, kreditur, debitur, dan pihak lainnya yang
melakukan transaksi usaha dengan perusahaan.
2.2. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin dilaksanakannya hak
dan kewajiban mitra bisnis sesuai dengan perjanjian dan peraturan perundangundangan.
2.3. Mitra bisnis berhak memperoleh informasi yang relevan sesuai hubungan bisnis
dengan perusahaan sehingga masing-masing pihak dapat membuat keputusan
atas dasar pertimbangan yang adil dan wajar.
2.4. Kecuali dipersyaratkan lain oleh peraturan perundang-undangan, perusahaan
dan mitra bisnis berkewajiban untuk merahasiakan informasi dan melindungi
kepentingan masing-masing pihak.
3. Masyarakat serta Pengguna Produk dan Jasa
3.1. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin terjaganya keselarasan
hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar, termasuk penerapan
program kemitraan dan bina lingkungan.
3.2. Perusahaan bertanggungjawab atas kualitas produk dan jasa yang dihasilkan
serta dampak negatif terhadap dan keselamatan pengguna.
3.3. Perusahaan bertanggungjawab atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan usaha perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan dimana
perusahaan beroperasi. Oleh karena itu, perusahaan harus menyampaikan informasi
kepada masyarakat yang dapat terkena dampak kegiatan perusahaan.
24
BAB VII
PERNYATAAN TENTANG PENERAPAN PEDOMAN GCG
Prinsip Dasar
Setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan GCG
dengan Pedoman GCG ini dalam laporan tahunannya. Pernyataan tersebut harus disertai
laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ perusahaan serta informasi penting
lain yang berkaitan dengan penerapan GCG. Dengan demikian, pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk regulator, dapat menilai sejauh mana
Pedoman GCG pada perusahaan tersebut telah diterapkan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Pernyataan tentang penerapan GCG beserta laporannya, merupakan bagian dari
laporan tahunan perusahaan. Pernyataan dan laporan tersebut dapat sekaligus
digunakan untuk memenuhi ketentuan pelaporan dari otoritas terkait.
2. Dalam hal belum seluruh aspek Pedoman GCG ini dapat dilaksanakan, perusahaan
harus mengungkapkan aspek yang belum dilaksanakan tersebut beserta
alasannya.
3. Laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ perusahaan meliputi:
3.1. Struktur dan mekanisme kerja Dewan Komisaris, yang antara lain mencakup:
a. Nama anggota Dewan Komisaris dengan menyebutkan statusnya yaitu
Komisaris Independen atau Komisaris bukan Independen;
b. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris, serta jumlah kehadiran
setiap anggota Dewan Komisaris dalam rapat;
c. Mekanisme dan kriteria penilaian sendiri (self assessment) tentang kinerja
masing-masing para anggota Dewan Komisaris;
d. Penjelasan mengenai komite-komite penunjang Dewan Komisaris yang meliputi:
(i) nama anggota dari masing-masing komite; (ii) uraian mengenai fungsi dan
mekanisme kerja dari setiap komite; (iii) jumlah rapat yang dilakukan oleh
setiap komite serta jumlah kehadiran setiap anggota; dan (iv) mekanisme
dan kriteria penilaian kinerja komite.
3.2. Struktur dan mekanisme kerja Direksi, yang antara lain mencakup:
a. Nama anggota Direksi dengan jabatan dan fungsinya masing-masing;
b. Penjelasan ringkas mengenai mekanisme kerja Direksi, termasuk didalamnya
mekanisme pengambilan keputusan serta mekanisme pendelegasian
wewenang;
c. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Direksi, serta jumlah kehadiran setiap
anggota Direksi dalam rapat;
d. Mekanisme dan kriteria penilaian terhadap kinerja para anggota Direksi;
e. Pernyataan mengenai efektivitas pelaksanaan sistem pengendalian internal
yang meliputi pengendalian risiko serta sistem pengawasan dan audit
internal.
25
4. Informasi penting lainnya yang berkaitan dengan penerapan GCG dan perlu
diungkapkan dalam laporan penerapan GCG antara lain mencakup:
4.1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;
4.2. Pemegang saham pengendali;
4.3. Kebijakan dan jumlah remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi;
4.4. Transaksi dengan pihak yang memiliki benturan kepentingan;
4.5. Hasil penilaian penerapan GCG yang dilaporkan dalam RUPS tahunan; dan
4.6. Kejadian luar biasa yang telah dialami perusahaan dan dapat berpengaruh
pada kinerja perusahaan.
26
BAB VIII
PEDOMAN PRAKTIS PENERAPAN GCG
Prinsip Dasar
Pelaksanaan GCG perlu dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk
itu diperlukan pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan oleh perusahaan dalam
melaksanakan penerapan GCG.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Dalam rangka penerapan GCG, masing-masing perusahaan harus menyusun pedoman
GCG perusahaan dengan mengacu pada Pedoman GCG ini dan Pedoman Sektoral
(bila ada). Pedoman GCG perusahaan tersebut mencakup sekurang-kurangnya halhal
sebagai berikut:
1.1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;
1.2. Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, komite penunjang Dewan
Komisaris, dan pengawasan internal;
1.3. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya fungsi setiap organ perusahaan
secara efektif;
1.4. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya akuntabilitas, pengendalian internal
yang efektif dan pelaporan keuangan yang benar;
1.5. Pedoman perilaku yang didasarkan pada nilai-nilai perusahaan dan etika
bisnis;
1.6. Sarana pengungkapan informasi untuk pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya;
1.7. Kebijakan penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka
memenuhi prinsip GCG.
2. Agar pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif, diperlukan proses keikutsertaan
semua pihak dalam perusahaan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut:
2.1. Membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk melaksanakan GCG
oleh semua anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta Pemegang Saham
Pengendali, dan semua karyawan;
2.2. Melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan GCG dan tindakan korektif yang diperlukan;
2.3. Menyusun program dan pedoman pelaksanaan GCG perusahaan;
2.4. Melakukan internalisasi pelaksanaan GCG sehingga terbentuk rasa memiliki
dari semua pihak dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan
pedoman GCG dalam kegiatan sehari-hari;
2.5. Melakukan penilaian sendiri atau dengan menggunakan jasa pihak eksternal
yang independen untuk memastikan penerapan GCG secara berkesinambungan.
Hasil penilaian tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan dilaporkan
dalam RUPS tahunan.
27
28
1. Binhadi Ketua
2. Yunus Husein Wakil Ketua
3. Irwan Habsjah Anggota
4. Fred B G Tumbuan Anggota
5. Hotbonar Sinaga Anggota
6. A Partomuan Pohan Anggota
7. Rusli Simanjuntak Anggota
8. Anwar Isham Anggota
9. Azis Sanuri Anggota
10. Mas Achmad Daniri Anggota
11. Hoesein Wiriadinata Anggota
12. Jos F Luhukay Anggota
13. Suwartini Anggota
14. Heri Yana Sutisna Anggota
15. Agus Sugiarto Anggota
16. Angela Indirawati Simatupang Anggota
17. Ratna Januarita Anggota
18. Dadi Krismatono Sekretariat
19. Ni Nyoman Puspani Sekretariat
20. Yogie Maharesi Sekretariat
TIM PENYUSUN
29
NARA SUMBER
1. Kartini Muljadi Kartini Muljadi & Rekan
2. Amir Abadi Jusuf RSM AAJ Associates
3. Ratnawati Prasodjo Pelita Harapan Law Firm
4. Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz Universitas Gadjah Mada
5. Prof. Dr. Akhmad Syakhroza Universitas Indonesia
6. Dr. Krishna Nur Pribadi Institut Teknologi Bandung
7. Dr. Niki Lukviarman Universitas Andalas
8. Dr. Tri Gunarsih Universitas Teknologi Yogyakarta
9. Prof. Dr. Mariam Darus, SH Forum for Corporate Governance in Indonesia
10. Dr. Gendut Suprayitno Indonesian Institute for Corporate Governance
11. Dr. Khomsiyah Indonesian Institute for Corporate Governance
12. Dr. Sidharta Utama Indonesian Institute for Corporate Directorship
13. Dr. Seto Anggoro Dewo Indonesian Institute for Corporate Directorship
14. Gunawan Tjokro Asosiasi Emiten Indonesia
15. Achmad Baraba Asosiasi Emiten Indonesia
16. Ali Darwin Ikatan Akuntan Indonesia
17. Muljohardjoko Indonesian Senior Executives Association
18. Gunarni Soeworo PT Bank Niaga Tbk
19. M Haryoko PT Bank Syariah Mandiri
20. Hanawijaya PT Bank Syariah Mandiri
21. Ashur Wasif PT Aneka Tambang Tbk
30
ANGGOTA KOMITE NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE
Sub-Komite Korporasi :
Dr. Jos Luhukay (Ketua)
Suwartini, MBA (Wakil Ketua)
Anis Baridwan, MBA
Fred B.G. Tumbuan, SH, L.Ph.
Drs. Binhadi
Hotbonar Sinaga, SE
Rusli Simandjuntak, SE, Akt, M.Sc.
Drs. Irwan Habsjah, MA
Drs. Noke Kiroyan
Ratna Januarita, SH, LLM, MH
Prof. Dr. Roy Sembel
Drs. Subarto Zaini
Drs. Harry Wiguna
Antonius Alijoyo, MBA
Drs. John A. Prasetio
Sub-Komite Publik :
Dr. Yunus Husein, SH, LLM (Plt Ketua)
Dr. Anwar Supriyadi
Sudirman Said, MBA
Bambang Widjojanto, SH, LLM
Dr. Djisman Simandjuntak
Prof. Dr. Ir. Gede Raka
Prof. Dr. J.B. Kristiadi
Maulana Ibrahim, SE, Akt, MA
Prof. Dr. Safri Nugraha
Prof. Dr. Tedi Pawitra
Drs. Komaruddin, MBA
Kemal Stamboel, MBA
Penasihat : Drs. Mar’ie Muhammad
Dr. Jusuf Anwar, SH, MA
Ir. Burhanuddin Abdullah, MA
Sugiharto, SE, MBA
Ketua : Drs. Mas Achmad Daniri, M.Ec.
Wakil Ketua/Sekretaris : Hoesein Wiriadinata, SH, LLM
Catatan :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar